Hela nafas yang cukup panjang memecah keheningan di taman yang sunyi. Beberapa hari terakhir ini Val merasa tertekan terhadap semua kejadian yang dialaminya.
Gadis itu kesepian. Batinnya seolah tak diizinkan untuk beristirahat dari tekanan yang diberikan orang-orang di sekitarnya yang hobi menghujat. Pikirannya berantakan dan hatinya hancur.
Jika saja dia tidak memutuskan Arta, semua ini mungkin tidak akan terjadi. Tetapi jika tetap bersama Arta, hatinya akan terluka lebih dalam. Val seperti ingin mengutuk pilihannya sendiri. Tapi, bukankah dirinya sendiri yang memilih? Tidak ada yang perlu dia salahkan. Semua sudah terlanjur terjadi. Lagipula, lambat laun kebohongannya akan terlupakan. Dan hidup dalam sandiwara yang dia buat lebih tak menguntungkan daripada mengaku.
Dia membutuhkan seorang teman untuk diajak berbicara.
Akibatnya, Kenta tak tahan melihat kondisi Val yang tidak baik-baik saja. Lalu, Kenta berinisiatif membawa gadis itu jalan-jalan jika Val sudah sembuh.
Benar-benar cowok yang boyfriend-able.
Val langsung mengiyakan ajakan Kenta dengan wajah sumringah. Sebenarnya dia sedikit risih berada di rumah karena harus mendengarkan ocehan Kalinda. Val tahu Kalinda cerewet karena rasa khawatirnya, namun hal itu sangat berlebihan sehingga membuat Val kesulitan istirahat.
ҩ ҩ ҩ
Hari minggu, Val sudah menyembuhkan diri meskipun keadaan batinnya masih tidak baik-baik saja. Sesuai janjinya, kini Kenta mengajak gadis itu ke luar untuk refreshing. Sama seperti dirinya, Val tidak terlalu suka tempat yang berisik dan menyukai tempat yang damai.
Pilihan mereka jatuh pada Taman Kota, taman yang pernah Val datangi bersama Arta sepulang sekolah dulu.
Pagi ini, Val masih terlihat pucat namun berusaha ditutupi dengan polesan bedak bayinya disertai senyuman yang selalu terpatri di wajah manisnya setiap saat. Mereka duduk di atas rerumputan hijau yang dipenuhi daun Maple yang berguguran, karena mereka saat ini sedang duduk tepat di bawah pohon Maple..
"Mau es krim? Aku dengar kamu suka es krim," tanya Kenta. Berdasarkan info yang dia dapat, gadis di hadapannya ini sangat menyukai sesuatu yang berwarna putih dan lembut. Seperti angsa dan es krim rasa Vanilla.
Val hanya mengangguk lirih. Biasanya dia sangat antusias saat ada yang menawarkannya es krim. Namun entah mengapa, mungkin karena kondisi hati dan mentalnya sedang tidak baik, sehingga Val merasa tidak ada hal spesial yang bisa membuatnya senang.
Yang bisa membuatnya bahagia saat ini hanya kehadiran Alba, meskipun tidak ada perasaan spesial yang terlibat dalam persahabatan mereka.
Tak lama kemudian, Kenta kembali sambil membawa dua cone es krim rasa Vanilla. Val menerima es krim yang Kenta ulurkan.
Suasana hening yang sejak tadi tercipta di antara mereka semakin terasa. Entah apa yang sekarang masih menyelimuti Val, membuat gadis itu terlihat tak seperti biasanya. Bahkan es krim yang Kenta belikan mulai mencair karena tak tersentuh.
"Es krimnya nggak enak?"
Val menggeleng. Es krim sangat enak, dia sangat menyukainya. Namun, entah mengapa kali ini dia merasa tak berserela memakan es krim di hadapannya.
"Masih kepikiran sama mimpi buruk di UKS?"
Val mendongak, lalu mengangguk patah-patah. Sebenarnya banyak hal tentang masa lalunya yang mengganjal di pikiran.
Ternyata Audy dan Natalie, teman SD-nya, yang suka menindasnya adalah orang yang sama. Natalie adalah orang yang tak bisa Val lupakan. Meskipun sudah tiga tahun lebih sejak terakhir kali melihat Natalie, otaknya masih mengingat jelas rupa gadis itu. Dari segi sifat, Audy dan Natalie memang persis. Namun dari bentuk wajah, Audy dan Natalie tidak terlalu mirip. Bentuk rahang Audy lebih lebar dan hidungnya lebih panjang serta lancip.
"Cewek yang namanya Natalie Audy Gabriella itu, temen SD-ku," ujar Val tiba-tiba.
Entah apa yang menyambar Val hingga gadis itu menceritakan masa kelamnya kepada Kenta. Val merasa tak nyaman mengumbar masa lalunya pada orang lain selain Alba. Namun dia membutuhkan seorang teman untuk bercerita, jadi dia tetap melanjutkan ceritanya.
"Ica ... dulu dia temen SD yang paling nggak suka sama aku. Dia selalu iri sama keberhasilanku karena selalu dapat nilai tertinggi di kelas, sedangkan dia yang kedua. Sejak itu dia nyebarin rumor buruk tentang aku. Anehnya, banyak yang percaya dan temannya bertambah. Hampir semua siswi di kelas waktu itu temenan sama Ica."
"Apa yang terjadi?"
"Ica nggak suka aku, mereka semua ikut nggak suka aku. Ica sering ngatain aku carper ke guru, nilai bagus hasil ngepet, terus sekelas termasuk anak-anak cowok ikut ngatain aku gitu. Makin hari makin banyak pengikutnya Ica."
"Kenapa bisa gitu?"
"Mungkin karena banyak yang takut sama dia. Ayahnya kerja jadi CEO di Firma Hukum. Tapi, Ica punya satu sahabat yang deket banget sama dia. Namanya Natalie, mereka berdua serumpun dan selalu satu pemikiran. Dari yang aku lihat, Natalie berteman tulus sama Ica. Mereka berdua orang yang paling membenci gue, entah apa alasannya. Setiap aku nyapa mereka, balasan mereka jahat banget. Mereka bahkan pernah ngatain aku sampah yang nggak pantas dilahirkan. Mereka berdua saling mempengaruhi anak-anak di kelas supaya nggak berteman sama aku. Alhasil, dari kelas satu aku selalu sendirian. Tapi, aku nggak ada niatan buat membalas perbuatan mereka. Semakin mereka jahat, semakin aku berusaha membalas mereka dengan perbuatan baik."
Val menggigit bibir bawahnya agar tak menangis. Jari-jemarinya meremas ujung bajunya kuat-kuat. Tampak sorot ketakutan pada kedua netranya.
"Paling parah waktu kelas 4 SD. Waktu aku lagi pipis, Natalie sama Ica siram aku pake air seember lewat jendela kamar mandi. Aku nggak tau itu air apa karena baunya amis dan agak keruh. Aku nangis, seragamku basah kuyup, tapi aku nggak melapor ke guru. Waktu balik ke kelas aku cuma bilang kecebur di kolam ikan, dan sekelas makin menertawakan aku sambil ngelempar gumpalan kertas ke arahku."
"Astaga ... Kenapa kamu nggak bilang yang sejujurnya?"
Val menggeleng. "Kasian, nanti mereka dikeluarin dari sekolah."
Kenta melebarkan matanya tak percaya. Dia tak habis pikir, apa yang pantas dikasihani dari dua siswi buruk seperti Natalie dan Ica?
"Mama bilang kejahatan nggak boleh dibalas kejahatan. Lagian meskipun aku ngadu, ada kemungkinan Ica nggak akan dikeluarin dari sekolah. Ayahnya bisa aja nyewa pengacara untuk membela kesalahan anaknya jika Kepala Sekolah menuntut Ica agar dikeluarkan. Aku pikir Ica dan Natalie bakal berhenti jahat setelah aku balas dengan kebaikan. Mereka masih aja ngebully aku. Pernah suatu hari, nilainya Ica menurun drastis. Anak-anak di kelas sampai terkejut. Rankingnya yang semula kedua di kelas, bahkan waktu itu nggak bisa masuk ranking sepuluh besar."
Val meneguk salivanya, tenggorokannya terasa kering. Dia pun berhenti sejenak untuk meminum es krimnya yang sudah cair setengah.
"Berkat nilainya yang menurun drastis, Ica semakin benci aku. Dia menyalahkan aku. Dia dan Natalie, serta beberapa anak lainnya nuduh kalau itu semua ulahku. Lalu Ica bersama empat anak lainnya termasuk Natalie, mencoret-coret bukuku pas aku lagi ke toilet, pensil-pensilku dipatahin, penghapusku dipotong-potong, mereka juga naruh banyak sampah ke dalam laci mejaku."
Kenta tak bisa membayangkan bagaimana keadaan mental Val kecil saat itu. Sebuah keajaiban gadis itu masih bisa bertahan dan tersenyum di saat semua orang membencinya tanpa alasan yang jelas.
"Apa yang terjadi setelah itu?"
"Tindakan mereka ketahuan. Beberapa anak diam-diam melaporkan tindakan mereka, lalu Ica bersama keempat teman lainnya dipanggil ke ruang guru. Di sana mereka diintrogasi. Kata orang-orang sih, itu idenya Natalie. Cuma aku nggak yakin. Beberapa minggu kemudian, mereka berhenti berulah. Aku masih dibully, tapi nggak separah kemarin-kemarin. Paling cuma dihina atau dijauhin."
'Cuma', katanya. Kenta benar-benar tak habis pikir dengan gadis di sampingnya. Mentalnya sekuat baja, namun hatinya serapuh abu. Val menceritakan semua itu dengan raut santai, walau batinnya sangat tertekan saat berusaha mengingat masa-masa tak mengenakkan tersebut dan menceritakannya kembali.
Val kembali meminum es krimnya dengan kepala tertunduk. Bibirnya kembali terbuka dan berucap kembali, "sebulan sebelum Ulangan Kenaikan Kelas 5, Ica meninggal."
***
6 November 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I'm Yours
Teen FictionUntuk mendapatkan teman di SMA barunya, Valeria Putri terpaksa mengaku memiliki pacar. Padahal, sebenarnya dia tidak memiliki pacar sama sekali. Namun, ketika temannya meminta foto 'pacarnya', Val langsung mengambil foto lelaki tampan yang tak diken...