-39-

80 40 99
                                    

"Kamu anak orang kaya, kamu juga pintar. Aku? Papaku pengangguran, mama cuma jadi pembantu. Makanya aku bodoh, orang tuaku aja kayak gitu!"

"AKU HAMPIR DIKELUARIN DARI SEKOLAH GARA-GARA KAMU! TAPI KENAPA KAMU MALAH JAUHIN AKU?"

SEGITU HINANYA AKU JADI ANAK PEMBANTU? KAMU ANAK SETAN!"

Natalie mengucapkan kata-kata tersebut dengan penuh penekanan. Sorot matanya menatap beringas penuh kebencian.

Seorang gadis yang sebaya dengannya perlahan berjalan ke belakang, hingga tak sadar punggungnya telah menubruk tembok. Dia menoleh ke sekitarnya dengan gemetar. Perasaannya berkecamuk. Antara murka, takut, dan memendam segalanya. Apa salahnya selama ini?

"MATI AJA SANA!"

"NGGAK GUNA KAMU HIDUP!"

ҩ ҩ ҩ

"PERGI!"

"JAHATTT!"

Gadis itu meronta-ronta, berteriak histeris dengan rasa takut. Teriakan itu mengejutkan seseorang yang duduk di sebelahnya dengan rasa khawatir.

"Tenang, Val. Nggak ada yang yang jahat di sini..."

"ENGGAKKK. PERGIII!"

Kedua tangan Kenta memegangi lengan gadis itu, lalu perlahan membelai rambutnya dengan lembut. Tak henti-hentinya menenangkan Val yang bercucuran keringat dingin di seluruh tubuhnya diirngi kekhawatiran yang tak tertahan.

Perlahan kedua mata Val terbuka. Val berkedip beberapa kali, memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri. Hal pertama yang dilihatnya adalah Kenta yang duduk di sebelahnya seraya membelai kepalanya dengan lembut. Sebuah senyuman senyuman terpatri di wajahnya yang memancarkan kekhawatiran.

"Aku ambilin minum dulu, ya." Kenta segera bangkit lalu mengambil minum pada dispenser di dekat kotak P3K.

Val mengangguk lemah.

Kedua matanya menebar pandangan ke sekeliling. Sejenak dia terdiam, terpaku teringat memori yang kembali merangkak hadir. Jantungnya berdegup kencang, nadinya berdetak liar. Gadis itu tidak bisa menenangkan pikirannya yang berkecamuk, seakan-akan potongan-potongan memori yang kembali hadir melalui perantara bunga tidur akan kembali menghantui kehidupannya.

Val menghirup dalam-dalam udara di sekitarnya. Kemudian Kenta datang, membawa segelas air putih lalu membantu Val duduk dengan hati-hati. Gadis itu menerima gelas yang disodorkan Kenta dan meminumnya perlahan, setelah itu Kenta membantunya berbaring kembali.

"Ini di mana?" tanya Val lirih.

"Di UKS. Tadi setelah cewek yang namanya Audy nyebutin nama lengkapnya, kamu langsung pingsan," jelas Kenta.

Seketika kepala Val kembali berdenyut hebat, dan kekhawatiran Kenta yang mulai mereda kembali bangkit begitu melihat Val menahan sakit.

"Aku nggak papa, kok. Jangan terlalu khawatir," kata Val saat melihat raut panik sekaligus rasa khawatir pada Kenta.

Kenta menurut, dia tak ingin kekhawatirannya yang berlebihan membuat Val merasa tak nyaman dan terganggu.

"Oh, iya, tadi yang bawa aku ke UKS waktu pingsan, kamu kan?"

Kenta menggeleng. "Bukan."

"Terus siapa?"

Kenta terdiam tidak menjawab.

"Ken?"

"Kak Arta," jawab Kenta akhirnya, meskipun sungkan.

Sesaat setelah Val pingsan, Arta yang ternyata diam-diam bersembunyi menyaksikan pengakuan Audy, langsung berlari menghampiri Val dan membopong gadis itu. Tak peduli dengan tatapan beraneka ragam yang dilontarkan siswa-siswi, Arta berjalan cepat menuju UKS sambil menggendong Val ala bridal style menuju UKS disusul Kenta yang membawakan kotak bekal gadis itu.

Sedangkan Audy, cewek itu menghilang entah ke mana saat mengetahui kehadiran Arta.

Val terhenyak. "Kak Artanya sekarang mana?"

Kenta membuang muka. Kali ini dia tak ingin menggubris pertanyaan Val.

"Minumnya udah kan? Aku mau taruh gelasnya dulu, ya."

Lantas, Kenta pun segera beringsut bangkit. Namun langkahnya terhenti ketika Val menarik pergelangan tangannya.

"Kak Arta ke mana?"

Kenta menghela nafas. Sejujurnya dia sedikit tidak suka ketika Val mencari Arta, apa lagi gadis itu masih memiliki perasaan terhadap Arta. Dilihat dari sisi mana pun, lelaki tak berperasaan seperti Arta tak pantas memiliki seorang Val.

"Setelah bawa kamu ke UKS, dia langsung pergi," alibi Kenta.

Padahal, sebenarnya setelah meletakkan Val di tempat tidur di UKS, setelah Kenta mengucapkan "terima kasih" cowok itu lalu mengusir Arta. Kenta berpikir keputusannya menjauhkan Arta dari Val merupakan pilihan terbaik. Karena kehadiran Arta hanya akan membuat luka yang lelaki itu torehkan di hati Val sulit disembuhkan.

"Gue nitip salam buat Val," kata Arta. Kedua matanya menyorot nanar ke arah Val yang terbaring lemah.

Kenta mengangguk antusias. "Pastinya. Gue nggak akan bikin dia menderita."

Arta tersenyum getir. Setelah itu dia pergi dari tempat itu dengan ekspresi datar. Meskipun hatinya memerintah agar dirinya tetap berada di sisi Val, tetapi jiwanya menolak seakan-akan tidak menginginkan gadis itu, dengan berdalih karena gengsi.

"Yahh, padahal aku mau bilang makasih," sesal Val merasa sedikit kecewa setelah mendengar penuturan Kenta. Gadis itu lalu beralih memandang Kenta dengan lekat, "buat Kenta, makasih banyaknya udah bersedia jagain aku selama pingsan, hehe."

Bibir pucat Val mengulas sebuah senyuman. Tanpa sadar, kedua pipi Kenta bersemu merah. Dia memandang takjub walau tahu senyuman indah milik gadis di hadapannya sangat tidak kontras dengan sesuatu yang sedang di pikirkan oleh gadis tersebut saat ini.

Val trauma dengan masa lalunya.

Sementara Kenta berusaha menghibur Val, Arta hanya berdiri di pintu UKS yang terbuka setengah. Kedua tangannya terkepal kuat. Entah mengapa hanya dengan menyaksikan kedekatan mereka berdua, sesak yang menyakitkan memenuhi relung-relung dadanya. Dia merasa menyesal telah melepaskan gadis itu dengan mudah, namun merasa kesal saat melihat seseorang berusaha mengambil sesuatu yang pernah menjadi miliknya.

Arta selalu mengklaim bahwa Val adalah miliknya, meskipun hanya pura-pura.

***

4 November 2020

Cause I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang