-53-

34 16 27
                                    

Arta berdiri dengan satu tangan yang berada dalam saku celana. Kenta memandang seniornya tersebut dengan intens.

"Ada apa?" tanya Arta dengan satu alis yang terangkat.

"Karena saya tahu Kak Arta orangnya sibuk, jadi saya to the point aja," kata Kenta membuka pembicaraan. Arta hanya menimpalinya dengan senyuman tipis, dia sedikit terkejut dengan bahasa Kenta yang cukup baku, berbeda seperti pada saat laki-laki itu melabraknya tempo hari. "Tujuan Kak Arta dekatin Val lagi, buat apa, ya?" tanyanya to the point.

Arta melemparkan tatapan dinginnya lalu menjawab dengan datar, "Saya cuma berteman sama Val."

Kenta kembali memandang Arta dengan intens sambil mengerutkan keningnya, lalu mengangguk pelan. "Oh, ya udah."

Kedua mata Arta tampak menyipit. "Kamu manggil saya nggak cuma buat bicarain itu, kan?"

"Kak Arta suka sama Val?"

Arta kini memandang Kenta dengan pandangan tidak suka. "Seandainya iya, apa urusannya sama kamu?" tanyanya balik.

"Nggak ada, sih. Tapi saya kasian sama Val."

"Saya nggak paham maksud kamu apa."

"Maaf kalau lancang. Tapi Val udah Kak Arta sakitin berkali-kali. Dia berusaha move on dan mencoba ngelupain Kak Arta, tapi Kak Arta malah masuk ke dalam kehidupannya lagi, bahkan coba ngedeketin dia."

Arta kini mulai merasa risih, terdengar helaan nafas panjang darinya sebelum akhirnya melontarkan balasan. "Kalo kamu punya perasaan yang sama seperti saya kepada Val, seharusnya kamu nggak nolak cewek itu," tandasnya dengan suara yang dipelankan.

Skak. Kenta tertegun dan terdiam sesaat. Arta tersenyum puas, itulah ekspresi yang ingin dia lihat sesuai ekspetasinya. Jika reaksi Kenta sesuai dengan ekspetasinya, mungkin saingannya akan bertambah satu.

Arta beralih memandang Val yang baru saja keluar dari Perpustakaan, dan sepertinya gadis itu mendengar sedikit pembicaraan mereka. Dia tersenyum singkat ke arah Val, sebelum akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Kenta yang masih diam.

Val membalas senyuman itu, lalu menghampiri Kenta. Laki-laki tersebut segera mengangkay kepalanya.

"Kamu lapar nggak? Ke kantin, yuk?" ajak Kenta.

Val menggeleng pelan. "Aku mau naruh buku di kelas dulu."

"Ya udah, aku anterin."

Kenta sudah melangkah selangkah lebih dulu, namun Val masih berdiri diam. Lantas dia kembali berbalik, menatap Val yang tampak murung dan... terlihat bersalah. Dia tersenyum lembut.

"Pulang sekolah nanti mampir ke Kafe dulu, yuk?" ajak Kenta. "Kamu mau minta maaf sekaligus ada yang mau diungkapin kan?"

Dia tahu, bahwa Val sudah menyadari perasaannya yang sebenarnya. Walau begitu, dia ingin mendengar pengakuan yang sebenarnya dari gadis itu.

Val mengangkat kepalanya. "Kok kamu tau?" tanyanya ingin tahu.

"Tau, dong," tukas Kenta sambil tersenyum lebar.

"Ih, aku serius!"

"Kamu terlalu mudah dibaca, apa lagi kalau murung," jawab Kenta, "makanya jangan murung terus."

Gadis itu mengalihkan pandangannya saat sebuah senyuman malu terbit di bibirnya.

"Nah, kalau senyum gitu kan lebih cantik," celetuk Kenta tiba-tiba, lalu segera menghindari tatapan Val karena tersipu.

Val tertegun. Sesaat dia melupakan kalau Kenta adalah sosok yang pemalu, jarang bicara, dan tidak mudah mengungkapkan sesuatu dengan blak-blakan seperti Alba. Lantas gadis itu pun berusaha menyembunyikan rasa malunya dengan berdalih.

Cause I'm YoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang