Hari kelima tanpa Arta membuat Val sedikit tidak bersemangat sekolah. Cewek itu memasuki gerbang dengan mengendarai motor, menuju parkiran khusus roda dua. Setelah turun dari motor dan melepas helm, Val berkaca pada spion motornya sekilas, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan.
"Eh, eh, si doi udah masuk! Ke sana yuk!"
Val yang berdiri tidak jauh dari siswi yang baru saja berseru itu, hanya memerhatikan dengan mata menyipit saat siswi tersebut dan temannya berlari ke arah kerumunan yang ramai. Dari tempatnya berdiri, matanya menangkap seorang laki-laki tinggi dikelilingi para siswi dengan heboh. Pandangan matanya tertuju pada lelaki itu yang hanya nampak sebatas dahi.
Dahi Val berkerut, rasa keponya yang mendalam mendadak muncul. Memangnya laki-laki itu siapa, sih, sampai membuat kerumunan yang cukup mengganggu jalannya para pengendara motor menuju tempat parkir? Lantas, dia melangkahkan kaki ke sana ketika impuls saraf otaknya segera mengirim tindakan ke tubuhnya.
Sesampainya di sana, Val yang tergolong pendek itu harus berjinjit. Terkadang tubuhnya yang mungil sampai terdesak oleh siswi lain.
"Aww!" Val mengaduh kesakitan saat kakinya terinjak oleh seorang siswi di depannya. Siswi yang tidak sengaja menginjak kakinya segera meminta maaf, lalu menoleh ke belakang. Namun begitu menyadari kehadiran Val, cewek itu langsung berbisik pada teman di sebelahnya, dan temannya langsung menoleh ke arah Val dengan raut sedikit terkejut.
Semakin banyak yang menyadari kehadiran Val dan memandangnya beragam, membuat cewek itu merasa ada yang salah dengan dirinya. Beberapa siswi berbisik-bisik, tak lama kemudian mereka berjalan menepi, memberi Val ruang untuk lewat. Meskipun ada yang terganggu terhadap kehadiran Val serta menunjukkan ketidaksudiannya, namun mereka ikut memberikan jalan untuk Val dengan raut sinis.
Kini tidak ada kerumunan lagi di hadapan Val, sehingga dia bisa melihat jelas dari atas sampai bawah sosok lelaki yang sejak tadi dikerubungi para siswi.
"Hai, Sayang," panggil laki-laki itu, yang seketika menimbulkan berbagai ucapan takjub hingga lebay dari siswi-siswi di sekitarnya—padahal panggilan itu ditujukan hanya untuk gadis di hadapannya. Lalu dia melemparkan sebuah senyuman, kesan tampan dan menawan yang sejak awal melekat pada dirinya kian bertambah. "Sebentar lagi bel, kalian ke kelas, gih. Gue mau antar Val ke kelasnya," ujarnya ramah, "semangat belajar semua!"
Tanpa dikomando, Arta langsung menarik tangan Val dan menggenggamnya erat, lalu melangkah pergi dari tempat itu, meninggalkan siswi-siswi tersebut dengan berbagai macam ekspresi.
Val mendongak, menatap senyuman hangat tapi palsu milik Arta yang perlahan sirna.
"Biasa aja tatapannya," tegur Arta sinis tanpa memandang Val.
Val buru-buru menunduk. Dia memajukan bibirnya beberapa senti ke depan dengan wajah penuh kekesalan. Ini masih pagi, tetapi Arta sudah bersikap ketus padanya dan tidak meminta maaf atas kesalahannya beberapa hari lalu. Val menghela nafas kasar.
"Kak," panggilnya, Arta hanya melirik sekilas dengan alis terangkat. "Kemarin kenapa nggak masuk?"
"Ada urusan."
"Urusan apa?"
Kedua mata Arta bergerak ke kanan-kiri. Sebagian besar pasang mata di sekitarnya sedang tertuju kepadanya. Kedatangannya kembali setelah empat hari meliburkan diri tanpa kabar menjadi sorotan. Senyum, salam, sapa, saat ini dia juga mendapatkan semua itu membuatnya sedikit kesulitan untuk berbicara dengan Val.
"Kak?" panggil Val lagi.
"Uru—"
"Hai, Kak Arta! Kemarin kemana aja kok nggak keliatan? Kemarin kita sampe bolak-balik nyamperin di kelasnya Kakak, lho!" seru seorang siswi bersama tiga orang temannya yang tiba-tiba menghadang di depan Arta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I'm Yours
Teen FictionUntuk mendapatkan teman di SMA barunya, Valeria Putri terpaksa mengaku memiliki pacar. Padahal, sebenarnya dia tidak memiliki pacar sama sekali. Namun, ketika temannya meminta foto 'pacarnya', Val langsung mengambil foto lelaki tampan yang tak diken...