"Karena... gue suka Kak Arta!"
Setelah tiba-tiba mengungkapkan perasaannya, Val langsung menutup wajah dengan kedua tangan. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, memejamkan mata. Jantungnya berdegup tak beraturan membayangkan respon dari Arta.
Semilir angin berembus, meniup benda-benda ringan yang ada disana. Dedaunan di atas tanah bererbangan. Daun-daun yang menempel pada ranting pohon saling bergerak, menimbulkan bunyi gesekan kecil diselingi suara tawa pelan milik Arta. Tawa yang selalu membuat Val terkesima. Cowok itu berhenti tertawa, mengatupkan bibirnya sesaat kemudian membukanya lagi untuk mengucap satu kata.
"Oh."
Oh? Cuma itu?
"Gue tau lo nggak serius mengatakan itu tadi," ujarnya, "jadi, lo nggak serius mengatakan itu kan?"
Suaranya... terasa sangat dekat, seperti Arta sedang duduk di sebelahnya dan mengatakan itu. Lalu saat Val perlahan menurunkan tangannya dan menoleh ke samping, Arta benar-benar duduk disana, di sebelahnya. Menatapnya dengan intens meskipun tanpa diiringi senyuman, yang seketika membuat pipinya merah merona.
"Kak Arta ngapain?" tanya gadis itu.
"Lagi mencari keseriusan di wajah lo. Tapi wajah lo saat ini sulit dibaca."
Perkataan Arta barusan membuat jantung Val berdebar lebih cepat. Tak bisa dibayangkan semerah apa pipinya saat ini.
"Tapi, lo pasti salah paham. Lo belum pernah pacaran kan? Kita cuma pacaran bohongan sesuai kemauan lo dan lo terjebak dalam permainan ini. Sehingga lo menganggap kita benar-benar pacaran, dan benar-benar saling menyukai. Jadi, perasaan lo itu cuma salah paham."
Val melebarkan matanya. Ini salah. Ini tidak benar. Dia sendiri ingin menganggap kalau perasaannya ini adalah sebuah kesalahpahaman, namun hatinya menolak akan kebohongan itu.
"Ini bukan salah paham."
Jika bisa memilih, Val sendiri sebenarnya tidak ingin jatuh cinta kepada Arta.
"Gue benar-benar suka Kak Arta. Gue nggak bisa bohong sama perasaan gue sendiri," ujar Val, "meskipun saat ini Kak Arta nggak percaya, gue bakal tunjukkin kalau gue beneran suka sampai Kak Arta percaya!"
Arta menjentikkan jari telunjuknya di dahi Val.
"Bawel," kata Arta, lalu tangannya turun ke pipi Val dan mencubitnya. "Gue nggak suka sama orang yang banyak omong kosong, jadi gue percaya aja. Gue tunggu pembuktiannya."
Val berkedip. Sebuah senyuman mengembang di bibirnya.
"Jadi, apa jawaban Kak Arta?"
"Maksud lo?"
Val mengulum bibir. "Maksudnya, Kak Arta juga suka gue atau... enggak?" tanyanya dengan suara yang menciut.
"Perasaan orang nggak ada yang tau."
"Hah? Kasih jawaban yang jelas dong. Gue suka Kak Arta, jadi apa jawaban Kak Arta?"
"Dasar. Cewek itu emang bego ya kalo udah kenal cinta. Tapi, dengan begini jadi lebih menyenangkan. Status lo yang hewan peliharaan itu turun ke level yang lebih rendah, yaitu bucinnya gue," jelas Arta dengan wajah yang berseri-seri. "Mulai sekarang kita cari nama panggilan baru buat lo. Kucing bucin? Atau mau tetep Neko aja?
"Gue serius. Gue bener-bener suka Kak Arta. Tolong jangan mainin perasa—"
"Astaga, lo berisik banget. Gue haus." Arta mengambil selembar uang berwarna ungu dari saku celananya, lalu menyodorkannya pada Val. "Beliin teh botol dan kembali kesini dalam 5 menit."
"Tapi—"
"Kembaliannya buat lo."
Seketika Val tersenyum lebar dengan mata berbinar-binar. "Wah, makasih Kak." Bukannya dia mata duitan, hanya saja dia juga haus dan uangnya tertinggal di kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cause I'm Yours
Teen FictionUntuk mendapatkan teman di SMA barunya, Valeria Putri terpaksa mengaku memiliki pacar. Padahal, sebenarnya dia tidak memiliki pacar sama sekali. Namun, ketika temannya meminta foto 'pacarnya', Val langsung mengambil foto lelaki tampan yang tak diken...