Bag 3 - Meet the Girl

230 50 2
                                    

SATYO POV

Selasa, 26 September 2023.

From : Rudi

Beli mikrokontroler, pompa mini, sama kabel sesuai yang ku sebut tadi. Uangnya pakai saja punya kau. Anggap saja itu tugas untuk kelompok proyek kita bulan ini.

Aku nyaris mengumpat karena Rudi—ketua kelompok proyek pembuatan alat—tidak memberikan anggaran yang diperlukan melainkan menyedot dari uang pribadi milikku. Namun sepertinya itu timbal balik yang harus kuterima. Kemarin salah seorang dosen memberi tugas yang cukup berat, membuat sebuah alat yang terhubung dan berjalan langsung dengan sambungan internet.

Zaman sekarang teknologi semakin berkembang. Terlebih lagi setelah pandemi dua tahun lalu yang dipaksakan untuk beradaptasi dengan teknologi. Kini, hampir setiap sendi kehidupan manusia membutuhkan dua hal utama, listrik dan internet. Keduanya berkesinambungan menciptakan teknologi yang sering dipakai manusia saat ini. Segala benda elektronik, komputer, ponsel pintar, bahkan perabotan sederhana seperti keran air sudah menggunakan internet dan listrik. Apalah jadinya ketika salah satunya mati? Atau keduanya mati sekaligus?

Tanpa internet saja, mungkin hanya berdampak pada sulitnya komunikasi dan tidak berfungsinya sebagian alat-alat tertentu. Masih banyak alat yang hanya bekerja dengan listrik. Tetapi apabila kehidupan tanpa listrik, balik saja ke zaman manusia purba.

Kembali ke tugas pembuatan alat, kelasku terbagi menjadi enam kelompok dengan masing-masing tiga sampai empat anggota. Aku tidak tahu siapa anggota kelompok selain Rudi karena saat itu aku tidak masuk jam kuliah tersebut. Mengapa bisa? Jefri yang seolah-olah menjadi kakak angkat melarang diriku mengikuti perkuliahan karena pada Minggu malam kemarin aku kembali mendapat mimpi buruk. Aku sendiri sempat membujuknya agar membiarkan diriku masuk kuliah. Namun Jefri sudah berkepala batu. Rudi sendiri tak bisa berbuat banyak karena dia menganggap Jefri ketua khusu kamar kami.

Ah, mengapa aku jadi banyak cerita tentang kejadian berjam-jam lalu, bukannya menjelaskan apa yang sedang kulakukan sekarang?

Aku baru memasuki mal terbesar di kota tempatku kuliah. Ini ketiga kalinya aku memasukinya, pertama saat diajak teman menonton film dan kedua saat aku menghadiri acara ulang tahun salah satu pacar dari teman sekelasku. Ya, aku jarang main ke mal karena bukan tempat yang cocok untukku. Penampilan diriku yang keren hari ini bukan berarti aku yang suka bergaul dengan orang-orang tajir di tempat yang tajir pula.

Sejauh mata memandang, aku merasa penampilan orang-orang sekitar jauh lebih menarik dan bergaya. Iri rasanya aku melihat orang-orang membeli pakaian yang trendi, perhiasan yang berkilau, atau sepatu berkelas. Uangku saja cukup untuk memenuhi salah satunya, namun butuh waktu lama agar uang yang sudah dipakai bisa kembali. Aku juga ingin sering-sering mampir ke rumah makan ternama, tetapi tidak bisa setiap hari aku menikmatinya.

Membuang rasa bosan, aku amati penampilan setiap orang-orang yang lewat. Ada pria berkemeja polos warna biru, wanita dengan dress merah jambu, dua pemuda kembar dengan jaket yang sama, atau seorang gadis dengan kerudung lipat—maksudku hijab. Dari tangga aku juga melihat gadis dengan kaos kuning dan jaket biru, lumayan trendi menurutku.

Namun siapa sangka gadis itu tiba-tiba terpeleset di tangga dan jatuh nyaris berguling.

Aku bergegas menyelamatkan gadis itu, berhubung jaraknya tidak jauh. Beruntung dia tidak ambruk sampai di dasar tangga, karena aku berhasil bergerak cepat. Gadis itu merintih kesakitan, terutama kakinya yang memar karena jatuh. Dan setelah itu dia menatap diriku.

Hening, entah apa tanggapan aku kali ini. Gadis tak aku kenal itu juga terpaku, cukup lama. Kira-kira apa yang dipikirkan ketika dua orang beda jenis saling tatap? Hmm... jatuh hati pada pandangan pertama. Tunggu, apa?

Didi(k) Everything is RegretfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang