Bag 24 - The Glitch

106 31 0
                                    

SATYO POV

Tak terasa sudah kurang dari seminggu lagi menuju akhir bulan Oktober. Pekan tengah semester sudah selesai. Namun aku merasa ada berbagai hal yang tidak biasa akhir-akhir ini.

Pertama, aku lebih sering menyendiri. Iya aku biasanya suka begitu, namun yang ini jauh lebih buruk. Aku hampir tidak pernah bertemu teman sekamar kos yang dulu. Jefri jarang terlihat karena lebih sibuk dari biasanya. Andre sesekali aku temui namun ia sangat tidak peduli padaku. Rudi... kurasa dia sama saja. Di kelas aku terlalu pendiam jadi sulit bergaul dengan teman sekelas. Itu sangat dirasakan ketika ada tugas kelompok. Aku hanya bercakap satu dua kalimat dan selebihnya mengerjakan dalam diam, yang pasti tetap sesuai yang diperintahkan mereka. Sempat beruntung karena teman sekelas aku tidak begitu risi dan mengasihani diriku yang akhir-akhir ini bersikap lebih aneh. Namun Rudi, juga teman satu kelas, selalu mengambil jarak dariku. Dia masih takut padaku, mungkin.

Kedua, aku lebih banyak menghabiskan waktu di perpustakaan kampus. Memang tidak ada tempat lain yang bisa kupilih. Setidaknya aku melakukan kegiatan yang berguna daripada bengong sendirian setiap waktu. Bedanya untuk kali ini, seorang gadis adik tingkat beda jurusan sama sekali tidak terlihat kemari. Biasanya dia selalu duduk di dekatku. Kalau tidak dia mengajak beberapa temannya, pun duduknya juga di sekitar. Namun beberapa hari ini dia tidak muncul, padahal aku sama sekali tidak menyembunyikan diri. Pun aku tidak begitu mengkhawatirkan dia.

Ketiga, biasanya saat pulang dari kampus aku selalu singgah ke halte depan kampus yang selalu jadi tempat pertemuan aku dan Caca, sepupu Bono yang bekerja di kota ini. Namun kali ini dia tidak menampakkan diri sama sekali. Hidup ini terasa hambar bagiku. Sesuatu ada yang berubah tanpa aku sadari.

Tiba-tiba keluar pesan singkat di ponsel. Baru kali ini aku mendapat pesan dari ayah setelah tiga bulan lebih.

From : Ayah

Hampir sampai di kampusmu. Pastikan barang tidak ada yang tertinggal

Singkat cerita, sebelumnya aku dikabari ayah karena mengetahui informasi dari ibu kos tempatku tinggal bahwa keadaan aku sedang tidak baik-baik saja. Mungkin itu setelah mengetahui aku kesurupan dan jatuh dari jendela lantai dua. Membayangkan saja sudah sangat mengerikan. Aku juga tidak menyangka bagaimana aku masih hidup sampai sekarang.

Sejak itu, ayah menyuruhku pulang ke rumah bibi—bukan ke kampung halaman. Ayah juga akan menginap disana, sekaligus ingin tahu lebih lanjut apa yang sebenarnya terjadi padaku saat ini. Aku pernah cerita di awal, jarak ke rumah bibi lebih jauh daripada jarak ke rumah ayahku. Namun itu lebih baik daripada harus datang ke tempat dimana masyarakat disana mustahil menerima diriku lagi. Padahal aku bukan pelaku pembunuhan atau pemerkosa seseorang.

----00----

Senin, 30 Oktober 2023.

Sampai akhirnya aku kembali ke tempat kos, diantar oleh ayahku menggunakan mobil.

"Apa ayahmu ini bisa ikut tinggal disini denganmu?" tanya ayah begitu cemas.

"Sudah aku bilang tidak usah. Aku sudah baikan sekarang."

"Kalau begitu, biarkan ayahmu masuk ke kamarmu sebelum pergi."

Menyerah. Aku tidak bisa berbuat banyak.

Aku merasa seperti sedang diinterogasi. Ayah mengamati betul setiap bagian dari kamar ini. Aku juga resah ketika ayah menemukan sesuatu yang tak diinginkan. Terutama buku tua lusuh itu.

Begitulah aku yang hampir panik saat ayah menemukan map plastik tempat buku itu dibungkus rapat, lalu dia ambil barang itu.

"Setidaknya taruh barang kuliahmu pada tempatnya." Tanpa diduga map itu langsung ditaruh bersama beberapa tumpukan buku. Begitu saja.

Didi(k) Everything is RegretfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang