SATYO POV
Sudah kuduga ini pasti terjadi. Dari semua teman satu kamar kos, tidak mungkin tak satupun yang menyadari satu kebohongan dariku. Aku hendak pergi menginap ke rumah teman satu sekolah dulu. Padahal sebenarnya tidak ada satupun teman satu sekolah yang tinggal di kota ini—kecuali kalau Caca masuk dalam kategori itu. Jenius buat seseorang yang pandai menangkap sebuah kebohongan.
"Aku yakin kau saat ini tidak punya kenalan siapapun untuk diajak menginap. Aku sudah tanya Rudi dan menurut dia kau tidak punya banyak teman selain satu kelas atau satu jurusanmu." Orang yang menemukan diriku menjelaskan kehebatannya dalam berpikir cermat. "Dan tidak mungkin juga kau lari ke rumah kerabat dekat kota ini karena jaraknya lumayan jauh, pun mendadak. Apalagi kabur tanpa arah seperti orang tidak punya rumah karena sekarang sudah malam. Jadi aku cari tempat terdekat dari kamar. Dan satu hal yang aku pikirkan adalah tempat saat kau sempat sulit tidur dan mencari angin segar di sini."
Seharusnya aku tidak bercerita beberapa hal pribadi kepada orang itu. Walaupun itu informasi yang tidak begitu penting, seperti tentang rumah kerabat aku.
"Jefri, aku tanya serius sekarang. Apa kau ini kakak kandungku?" Akhirnya aku sebut nama orang itu.
"Bukan."
"Apa kau bodyguard yang mau menjagaku setiap hari?"
"Bukan."
"Kalau begitu, apa kau pacarku?"
Jefri tampak mengernyit. "Kenapa kau sampai tanya begitu?"
"Justru itu, kenapa kau datang kesini? Aku sengaja tidak memberitahu dirimu agar tidak ada yang menemukan aku." Aku berdiri menghadapnya. "Apa kau khawatir padaku? Atau... kau mencariku karena menyesal ikut campur tadi?"
Jefri membuang muka. Kurasa dia benar-benar marah.
"Kau seharusnya tidak usah menawarkan bantuan padaku. Aku punya masalah, memang. Tapi aku bisa mengatasinya sendiri. Aku sudah punya titik terang," sambungku. "Tetapi kalau kau merasa tidak nyaman karena aku, ya... bangun tengah malam karena mimpi buruk, sikapku yang aneh di kampus, atau membaca buku tua yang kau anggap ada ilmu hitam, kau bisa menjauh dariku. Usir saja aku dari kamarmu dan aku akan cari tempat—"
"Satyo, hentikan!" Jefri sontak menangkap kedua bahuku, kuat sekali. "Baiklah... aku minta maaf ikut campur urusanmu. Aku bisa berhenti mulai sekarang. Aku...," Jefri melepas diri dariku, "Maaf aku bersikap berlebihan padamu. Tapi... kalau butuh sesuatu, aku masih bersedia membantumu."
Setelah itu dia pergi. Aku tidak mengerti mengapa Jefri begitu penasaran dengan perkara yang kumiliki saat ini. Semoga dia tidak kembali lagi kesini.
Ketika kantuk sudah mulai menyerang, aku keluarkan selimut sebagai alas tidur—maaf nanti aku cuci setelah bangun esok. Tas pun kujadikan bantal, dan jaket tentu saja sebagai alternatif dari selimut. Setelah berbaring dan mengatur posisi ternyaman, barulah aku mencoba tidur.
Lima menit kemudian, aku berpikir bahwa yang aku lakukan sekarang sangat konyol dan memalukan. Bagaimana jika ibu kos kemari dan menemukan aku? Padahal aku melakukan ini untuk menghindar Jefri, yang sialnya sudah menemukan aku. Apakah dia akan memberitahu Rudi dan Andre juga?
Hingga tanpa sengaja, sekelebat ingatan tentang sahabat masa kecilku mengalir. Aku mengenang apa saja kekonyolan diriku dalam melindungi dia, terutama saat dia diledek dan dijahili teman-teman satu sekolah.
"Aku ingin bertemu dengannya, meskipun itu hanya dalam mimpi."
Entah bagaimana kalimat itu bisa lolos tanpa aku sadari.
----00----
"Le... thole... ayo tangi!"
Entah sudah berapa lama aku tertidur ketika sebuah suara bapak-bapak membangunkan aku. Tidak, kulihat langit masih agak gelap saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Didi(k) Everything is Regretful
Horor[TAMAT] Genre Cerita : Horor - Pembunuhan, Spiritual, Persahabatan Melupakan masa lalu tidak semudah mengingat rencana masa depan. Rasa sakit yang dialami di masa lalu tidak akan sama dengan rasa penyesalan di masa depan. Satyo, dengan segala upaya...