Bag 11 - Reminiscence

142 30 4
                                    

AUTHOR POV

Ada sekelompok anak-anak yang saling kejar di sepanjang pasar lama yang sepi. Didik masih diam di satu tempat terdekat, mengamati mereka. Anak yang paling depan tampak menggoyang-goyang jam tangan kearah anak yang paling belakang. Sedangkan dua anak lain di tengah seolah menghadang anak paling belakang. Ketika Didik melihat mereka menyeberang jalan, anak paling belakang terjatuh. Ia baru ingat anak itu mengingatkan akan seseorang, "Ari kecil."

Jam tangan yang dipegang anak "nakal" itu juga dibuang di tengah jalan. Anak paling belakang berusaha menggapai benda itu. Didik hendak membantunya, tetapi...

"Awas nak!"

Suara ibu. Didik terkesiap, apakah itu ibunya?

Dari samping terlintas seorang wanita yang berlari kencang ke tengah jalan. Lalu Didik melihat sebuah mobil melaju dari belakang mereka. Ia langsung berlari menyelamatkan mereka berdua. Baru ketika kakinya menyentuh aspal, gerakan tubuhnya tersendat seketika.

Mobil itu sudah melewati mereka berdua, Ari kecil dan ibunya.

Dan suara tabrakan tak terhindarkan dari mobil itu.

Tangan Didik gemetar. Ia tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihat dengan kedua netranya. Seharusnya ini memang terjadi. Inilah yang diharapkannya sejak dulu. Maka tidak ada lagi yang sama dengan masa lalu yang sudah ia jalani.

Matanya masih menampakkan dua orang di tengah jalan itu, selamat dari maut.

Tiba-tiba seseorang menepuk punggungnya dan berkata, "Kamu lihat apa, nak?"

Suara ibu yang sama. Didik kembali tegang. Siapa wanita di belakangku? Manakah ibuku yang asli? Maka ia berbalik dan menemukan...

wajah ibunya yang hancur dan semerah darah.

...

"ARGH!"

Didik terbangun lagi, di kamarnya, seperti biasa.

Didik sangat membenci mimpi buruknya, akhir-akhir ini mimpi datang hampir setiap hari. Semuanya berhubungan dengan apa yang sudah terjadi di masa lalu, namun dibuat seolah sudah diatur oleh kuasa tak kasat mata. Dirinya mencoba percaya akan seorang pengatur mimpi atau pembajak mimpi, namun apakah itu benar-benar ada?

Mimpi barusan masih membekas di benaknya. Oleh karena itu Didik pukul kepalanya dengan bantal berkali-kali. Masih belum hilang, dia benturkan kepalanya pada tembok meskipun akhirnya ia sangat kesakitan. Setelah itu ia berbaring lagi, menangis tanpa diminta.

"Tolong ampunilah aku... jangan siksa diriku lagi...," ucapnya serak.

Ia terus menangis sampai akhirnya mereda dengan sendirinya. Tidak ada rasa kantuk, tetapi matanya yang sudah bengkak masih membuka. Beberapa lama kemudian, berkumandang panggilan yang dipastikan berasal dari tempat ibadah terdekat dari rumah. Padahal saat ini keadaan masih agak gelap—lampu kamar tidak menyala. Namun Didik seolah tidak peka dan berdiam saja.

----00----

Selasa, 10 Oktober 2023.

Jam sepuluh pagi, Didik sudah mendatangi salah satu rumah di perbukitan.

"Tolong jaga kambing aku disini sebentar. Aku tak cari mobil pickup dulu kemari," kata seorang bapak.

Didik hanya mengangguk dan bersiap menjalankan tugasnya.

"Mukamu itu kok pucat banget, thole? Makan dulu di dalem ya?"

"Ah tidak kok," sahut Didik. "Saya hanya lupa cuci muka karena bangun siang."

Didi(k) Everything is RegretfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang