Bag 33 - Last Moment

79 29 0
                                    

AUTHOR POV

Selasa, 28 November 2023.

Dua hari lagi, rasanya seperti menunggu kapan kiamat akan datang.

Didik sudah berdiam diri di teras samping rumah Ruli sejak pagi. Meskipun ia dimanjakan oleh pemandangan desa yang indah, seharusnya itu bisa menghibur dirinya. Namun karena jiwanya sudah jatuh ke jurang yang amat dalam, mustahil akan kembali dalam waktu singkat.

Sekarang Ruli sedang tidak di rumah. Dia punya pekerjaan sebagai karyawan toko perabot rumah. Didik merasa iri dengan pemuda itu, mudah sekali menemukan sumber penghasil uang hanya dalam waktu beberapa hari. Mungkin dia masih punya kenalan di desa ini sehingga menjadi perkara mudah untuknya. Didik pun bisa saja sepertinya, punya orang yang menawarkan tempat kerja untuknya. Namun jika membandingkan kemampuannya sendiri, tidak ada yang cocok dengan tawaran itu.

Berlama-lama melihat pemandangan membuat Didik tidak betah. Akhirnya ia ingin beranjak keluar untuk berkeliling. Namun baru dua langkah, ada yang muncul di hadapannya. Dan dia sangat tidak suka.

Seseorang berpakaian tebal dan tertutup berdiri dekat pojok depan rumah, menghadap kepadanya.

"Ah... aku tak menyangka akan bertemu lagi dengan kau, Didik," sapa orang itu.

Kedua tangan Didik mulai mengepal. "Kau... siapa?"

"Eh, kau lupa siapa aku? Gimana ya harus menjelaskannya?"

"Ada apa datang kemari?" tanya Didik tenang.

"Ya... pulang sebentar ke rumah. Aku 'kan tinggal disini."

"Ini rumah Ruli, bukan rumahmu."

"Ruli tidak punya rumah sendiri—hanya menumpang tempat tinggal. Dia itu keponakan aku. Oh, aku pikir kau tidak percaya." Orang itu mengangguk pelan. "Em... iya, Ruli itu anak titipan dari temanku—ayahnya Ruli—yang tewas dulu sekali."

"Kau tahu mengapa orang tua Ruli mati?"

"Tau, tapi tak akan aku ceritakan. Kau sendiri bukan anggota keluarga dia."

"Kau sendiri juga bukan. Aneh sekali!"

"Nah, kau juga aneh. Mengapa protes padaku malahan?" Orang itu menarik napas. "Kau tidak mau pergi dari desa ini?"

Didik menggeleng tegas. "Aku pasrah, tidak masalah jika aku akan mati sebentar lagi."

"Jadi, kau sudah menyerah untuk hidup?" Orang yang tidak disukai Didik mulai berjalan mendekat. "Tidak ada orang yang membujukmu untuk menyerangku lagi?"

"Tidak, aku sudah menduga kau lolos dari eksekusi mati. Dan siapa lagi orang yang sama seperti pak Yanto?" Didik tersenyum getir. "Aku menyesal akan menyeret anak titipan kau lagi dalam kutukan aneh yang akan terjadi tiga hari besok."

Ketika orang itu sudah berhenti di depan Didik, suaranya merendah namun penuh emosi. "Kalau begitu menjauh dari Ruli sekarang juga!"

"Apa? Maaf aku tidak bisa. Dia sendiri yang meminta."

"Atau aku akan memaksa kau untuk diusir dari desa ini juga."

"Aku... tidak... mau!" ucap Didik penuh penekanan. "Aku siap untuk mati. Siapa lagi yang tersisa selain aku, ibu jahat itu dan putrinya?"

"Hanya si ibu jahat yang tersisa selain kau. Asal kau tau, putrinya sudah mati sebelum waktunya."

Kedua mata Didik melebar. "Apa? Kok bisa?"

"Entah, aku bersumpah tidak berurusan dengan perempuan itu. Pasti terjadi sesuatu dengan pak Yanto yang kau kenal itu. Tapi aku tidak peduli."

"Jadi sekarang itu lebih mudah untukmu, sudah jelas hanya dua orang. Aku targetnya, ibu jahat itu yang menabrak aku, dan Ruli yang menyeret aku ke tempat kematianku."

Didi(k) Everything is RegretfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang