Epilog

127 36 11
                                    

AUTHOR POV

Setelah sekian waktu yang panjang, Satyo diperbolehkan pulang ke rumah. Kondisinya sudah mulai membaik. Walaupun tubuhnya masih dipenuhi jahitan dan bekas luka, tetapi sebagian perban sudah terlepas. Ia juga sudah bisa leluasa menggerakkan kedua tangan, kepala dan punggung. Namun dia masih kesulitan menggerakkan kedua kakinya.

Malam hari, Satyo sendirian di kamarnya yang sepi. Ia membuka buku tua yang dititipkan Wijaya dulu. Sekarang buku itu—entah bagaimana sudah berubah—tidak berbau, tidak kotor, dan tidak lagi mengundang makhluk pengganggu. Mengingat ada halaman kosong di paling belakang, maka dari itu ia harus mengisinya untuk menggenapi isi buku itu.

====================

Waktu : Kamis, 30 November 2023

Target (Awal) ; Didik Bramantyo (22)

Kelompok Target: Ajeng

Kesayangan Target : Manusia

Nama kesayangan : Ari Setyo (22)

Penabrak Target : Manti (42)

Media : Mobil

Status : Berhasil

Keterangan : Target dan penabrak terbunuh, kesayangan masih hidup.

Kemajuan Total : 100%

.....

Ditulis pada Kamis, 02 Mei 2024

====================

Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu, dan Satyo mengizinkan orang itu masuk.

Dan ternyata yang datang adalah Caca.

Gadis itu berjalan menundukkan kepala lalu duduk di samping tempat tidurnya.

"Ari, Bagaimana kondisimu hari ini? Apa kamu... sudah minum obat?" tanya Caca.

Satyo tersenyum lembut. "Seperti yang kamu lihat. Aku bisa menggerakkan tangan dan kepala, namun tidak di kaki." Dia mengayunkan tangannya untuk ditunjukkan kepada gadis itu.

"Tapi kulit kamu masih banyak luka. Pasti sakit rasanya waktu ditabrak mobil untuk... kedua kali?"

"Iya, tidak masalah jika aku harus kembali merasakan sakit ini lagi. Tapi," ucap Satyo, "aku masih tidak bisa memberikan yang layak untuk Didik. Dia sudah memberikan semua miliknya padaku."

"Apa yang dia berikan padamu sebelumnya?"

"Darah... nyawa. Aku akhirnya tahu bahwa waktu aku dulu juga mengalami seperti ini, dia yang donor darah untukku." Satyo mulai lesu. "Seharusnya aku juga memberikan nyawaku atau darahku sendiri padanya. Seharusnya dia yang tetap hidup, dan aku...,"

"Ari, membalas kebaikan tidak harus dengan barang yang sama. Meskipun keadaan sudah berbeda, kamu tetap bisa menunjukkan sesuatu yang setidaknya membuat mendiang Didik bahagia." Caca memberi jeda sejenak. "Jujur aku tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi padamu. Waktu kita bertemu di luar kota yang sama—kamu kuliah dan aku bekerja—aku melihat banyak perubahan padamu.

"Juga... aku juga tidak mengerti apa yang kamu pikirkan waktu itu? Sampai-sampai kamu sempat marah padaku. Mengapa kamu tidak ceritakan semua masalah yang kamu punya pada teman kuliahmu? Atau kak Bono? Atau aku? Memendam masalah tidak akan membantumu menyelesaikannya."

Satyo kembali mengingat kejadian terakhir di halte waktu itu. Ia hanya menarik nafas dalam.

"Tapi aku sudah tahu alasannya tanpa kamu jelaskan padaku. Iya, kamu barusan bilang bahwa kamu punya hutang pada teman sekolahmu dulu yang namanya Didi. Selain itu aku baru tahu kalau kamu juga terlibat masalah yang melibatkan temanmu itu, iya termasuk mimpi buruk dan diserang orang tak dikenal entah siapa. Mengingat kejadian di pengadilan beberapa tahun lalu, aku khawatir kamu akan terlibat lagi pada orang yang bersalah itu."

Didi(k) Everything is RegretfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang