Part 8

64 52 0
                                    

Orang tuaku tak pernah bangga padaku atas turnamen yang aku menangkan. Disaat orang tua yang lain memberi selamat kepada anaknya dan bangga. Orang tuaku bahkan tak pernah datang dan meskipun tahu aku menang pun mereka acuh tak acuh. Jujur aku benar benar tak punya motivasi dan merasa down kalau melihat wajah mereka. Wajah wajah yang aku benci. Satu satunya hal yang membuatku termotivasi adalah persaingan antar teman temanku. Mereka selalu menginginkan lebih dan lebih. Asal mereka tahu, aku bukan robot yang hebat dalam segala hal. Aku hanyalah seorang anak yang memeliki kelebihan dan kekurangan.

Tapi mereka hanya melihatku sebagai kekurangan dan tak pernah mau melihat kelebihan yang kupunya. Aku tidak menyesal telah memberikan kesempatan yang ternyata adalah kesempatan terakhirku kepada Travis. Aku hanya marah pada orang tuaku yang tak pernah mendengarkanku. Ketika mereka tidak menginginkanku dan tidak menginginkan anak seperti aku, orang-orang yang lainnya malah ingin menjadi aku, padahal aku sendiri ingin menjadi orang lain yang mempunyai kehidupan yang lebih daripada aku.

Flash On

“Kamu kan sudah disekolahkan! Diberi makan! Kamu kan harusnya menjaga toko ibumu! Kamu jangan jadi anak cuek! Ibu kan sudah berapa kali bilang kepada kamu tanggung jawab kalau jaga toko! Ada temanmu yang menjaga tokonya saja kerjanya becus tidak seperti kamu! Dulu aku tidak seperti kamu saat aku bekerja. Ibu saja menjaga toko orang tuaku dengan sangat teliti, tidak cuek seperti kamu. Ini bukan yang pertama kali kamu melakukan hal ini. Kamu tidak kasihan pada orangtuamu, dasar anak durhaka! Kalau rugi dan bangkrut mau bagaimana kamu? Kamu tidak akan bisa sekolah! Kamu mau makan darimana?”

Aku benci sekali disuruh-suruh dan diperlakukan seperti budak.

“Keluarga Han saja yang berkurangan, dia anaknya baik-baik, dia peduli, dia bantu pekerjaan rumah tangga. Kamu bisanya malas malasan mau jadi apa kamu besar nanti?!”

Itu karena keluarganya harmonis tidak seperti aku. Aku sangat iri padanya ketika Han selalu diterima banyak orang. Tidak sepertiku yang selalu tidak diterima. Aku sampai bingung mau menyalahkan diri sendiri atau orang lain.

“Kalau kamu yang menjaga tokonya, aku tidak akan mendapatkan uang! Kau hanya membuat toko ini bangkrut dan membuatku susah saja!”

Ini kan bukan salahku! Aku kan tidak bisa menghafal wajah orang-orang random yang berkunjung ke tokomu! Aku juga bukan pegawai disini! Digaji saja tidak! Dan kamu menganggap aku apa?! Kau anggap aku sebagai budakmu hah?!

Kamu memaksaku untuk menjaga tokomu! Dan aku melakukannya karena terpaksa dan sangat berat hati! Jadi bukan salahku kalau aku tidak bisa menghafal daftar harga yang banyak itu! Asal kamu tahu! Cita citaku juga bukan menjaga toko atau menjadi pegawai toko!

Aku punya cita cita lain yang lebih baik tapi kamu bahkan tidak peduli sama sekali! Kau lebih mementingkan Kenzo! Lalu mukaku mau ditaruh dimana?! Apakah kamu menilaiku segitu rendahnya hingga kamu pikir kamu tidak bisa apa apa dan menyuruhku jaga kasir tokomu?! Maaf, tapi aku tidak  mau dikasihani karena aku tidak mau menjaga tokomu. Aku punya impian lain tapi kamu bahkan tidak meliriknya, kamu selalu saja menghakimiku. Aku punya hobi dan bakat lain tapi kamu menginginkan lebih. Kalian tidak pernah mendukungku atau menyemangatiku secara sederajat dengan kenzo, yang ada yang kudapat hanyalah ancaman, penghakiman, dan menuntutku lebih.

Bukan salahku jika aku bodoh karena aku bukan kenzo. Aku sudah belajar mati-matian tapi nilaiku tidak bisa sebagus kenzo dan tidak bisa membuat kalian bangga. Meskipun aku mendapatkan nilai setinggi Kenzo pun, aku tetap saja diperlakukan seperti sampah. Jadi demi apa aku terus melakukan ini semua? Kalian tidak perlu begini padaku. Apa kalian pernah memikirkan perasaanku? Rasanya sakit bahkan sampai selama ini pun masih saja sakit.

The Cursed ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang