Part 24

48 49 0
                                    

Hiro masuk ke ruang perpustakaan yang lumayan besar di sekolahnya itu, dan berjalan-jalan di lorong lemari-lemari yang penuh buku itu. Tanpa sengaja, Ia melihat salah satu buku di perpustakan yang bertuliskan Hollow Lavador History. Ia pun mengambilnya, dan membawanya. Setelah itu, Ia memilih duduk di salah satu bangku di perpustakan untuk membaca buku tersebut.

Ia pun membuka buku tersebut, dan membolak balik buku itu, lumayan banyak berita pembunuhan beserta kematian yang terjadi di kota ini. Tampaklah pada tahun 1700-an dimana banyak pembunuhan terjadi disana. Begitu banyak foto-foto orang dewasa dan anak-anak yang mati dengan mengerikan dan mengenaskan. Terlalu banyak lembar yang langsung dibalik oleh Hiro karena Ia tak sanggup melihatnya. Lalu, tibalah Ia pada halaman terakhir dengan catatan keluarga Agravain.

"Pendiri pendiri Lavador menyadari adanya kehadiran iblis diantara mereka. Sejak kelahiran putera pertama dari Henry Rothwell Agravain dan Marry Charlotte Agravain yang bernama Sullyvan Agravain. Putera sulung yang diduga menderita Achromasia albinism. Pada masa itu para warga percaya bahwa manusia albino dianggap sebagai pembawa keburukan dan juga kesialan, jika dibiarkan hidup. Oleh karenanya, manusia albino sering diserang dan dibunuh atas nama kemakmuran, kekayaan, dan kekuatan yang lebih besar. Namun keluarga Agravain masih saja menyembunyikan putera sulung dari Henry Agravain dari para warga. Lalu kecurigaan para warga makin bertambah ketika putera kedua Henry Agravain lahir. Ia lahir saat kota mengalami badai petir yang mengerikan. Saat itu Hector dianggap pembawa sial dan kutukan bagi kota Lavador."

"Sullyvan adalah seorang pria muda albino yang dianggap menjijikkan bagi keluarganya karena kondisinya yang tidak normal. Dari dulu keluarganya akhirnya menguncinya di sebuah ruangan dan beberapa keluarganya menyiksanya. Sampai akhirnya, ketika beberapa orang di kota itu bunuh diri. Dia dituduh melakukan kejahatan. Ia pun akhirnya ditangkap dan ditenggelamkan di dekat wilayah kastil Agravain."

"Mereka menyidangkannya dan membakarnya hidup hidup. Tapi penyihir yang dendam mengutuk semua orang yang ada di desa itu kecuali untuk anak-anak yang dibiarkan hidup untuk menceritakannya kepada keturunan mereka. Mereka mati dengan cara yang kejam dan mengerikan. Jiwa mereka dikutuk untuk menderita dalam keabadian."

"Ketika keesokan harinya datang seseorang yang berkunjung ke kastil itu dengan membawa abu Hector ke gereja ketika tiba-tiba seorang pria datang dengan kondisi mengenaskan dan mengakui kejahatan yang dia lakukan dan dihukum penjara dan eksekusi. Pada saat itu sosok yang membawa abu itu pun menguburkan tubuh anak laki laki itu dengan benar sehingga membuatnya beristirahat dengan damai. Sosok yang membawa abu itu adalah sepupunya sendiri yaitu George Agravain. Setelah Ia menguburkan sepupunya, Ia mengunci kastil itu dan meninggalkan kastil itu begitu saja. Namun Ia sama sekali tidak memperbolehkan siapapun masuk, membeli, menerobos, atau bahkan menginjakkan kakinya di kastil Agravain. Agar tidak ada yang mengganggu para arwah yang berada di dalam kastil. "

"Beberapa orang curiga pada George karena hanya dia yang satu satunya keluarga Agravain yang masih hidup dan tak menghilang. Tapi pada saat itu George sedang menempuh pendidikan di German pada waktu yang lumayan lama, jadi semuanya menjadi masuk akal bahwa dia tak membunuh satupun warga di Hollow Lavador."

Hiro langsung membolak-balik halamannya.

"Beberapa orang dewasa mati keracunan dan ditenggalamkan di danau."

"Kepala anak-anak ditemukan tersangkut di ranting-ranting pohon mati, sedangkan tubuh mereka dipajang di rumah mereka."

"Organ tubuh beberapa warga keluar dari tubuhnya, dan mata mereka telah menjadi putih dengan urat-urat mereka yang menonjol keluarga."

"Ini menjijikkan, aku tak sanggup melihat semuanya lagi." Gumam Hiro sambil menutup buku tersebut.

Tiba-tiba, Hiro melihat seekor gagak terbang melayang terbang pergi ke gudang perpustakaan. Hiro pun, segera bangkit dari kursinya, dan segera mengikuti gagak itu dengan berjalan menuju gudang perpustakaan juga.

Ketika, Ia menuruni tangga gudang perpustakan, Ia melihat sebuah sebuah bercak darah, dan bulu burung gagak di tangga yang terus menuju ke bawah.

Dengan langkah demi langkah, Ia mengikuti bercak-bercak darah itu hingga sampai ke titik terakhir dari jejak darah ang menggenang semakin banyak di gudang lorong terakhir itu. Tak lama kemudian, Ia mendengar suara langkah kaki seseorang yang menuruni tangga pula, Hiro segera bersembunyi di balik rak buku yang terletak di gudang tersebut. Tak, lama kemudian, di dekat tangga depan Hiro, nampaklah tubuh dan kaki sosok itu, yang memegang seekor burung gagak yang mati. Hiro tak dapat melihat wajah ataupun kepalanya, karena tertutup oleh dinding yang berada di atasnya. Sosok itu tetap berdiri terpatung di anak tangga. Dari pakaiannya, Ia terlihat aneh, pakaiannya yang sedang hitam compang camping, entah pakaian dari jaman tahun berapa.

Tiba-tiba, sosok itu menjatuhkan burung gagak yang mati itu, dan segera menuruni tangga, kemudian langkahnya mendekat kea rah Hiro, Ia melihat bahwa sosok itu sama sekali tak memliki kepala. Hiro pun tetap terdiam disaana, karena berfikir sosok itu tak dapat melihatnya, sekaligus juga berharap agar sosok itu tak melihatnya bersembunyi disana. Dari lehernya yang tanpa kepala, keluarlah sebuah asap.

Tapi sosok berkepala bunting itu, tahu dimana Hiro sehingga, Ia langsung menuju tempat Hiro bersembunyi dan mengejarnya, Hiro pun segera berlari berbelok ke arah lorong rak lain, hingga sebuah kepala mayat mengerikan dengan senyum lebar hingga menampakkan giginya yang tajam, dan matanya yang seakan-akan mau keluar dari kepalanya melayang terbang di atasnya. Dengan spontan, Hiro langsung menendang kepala tersebut ke belakang, lalu terus berlari hingga Ia menabrak Mr. Frank hingga pria itu menjatuhkan berkas-berkasnya. Hiro yang panik masih melihat kebelakang, tapi Ia tak melihat apa-apa, seakan-akan semuanya menghilang begitu cepat.

Bel pulang sekolah sudah berbunyi, para teman-teman di kelasnya langsung meninggalkan ruangan gelap yang hanya diterangi oleh layar proyektor yang masih dibiarkan menyala. Tapi, beberapa dari mereka yang merupakan geng Caesar berjalan memukul kepala Hiro terlebih dahulu baru mereka meninggalkan ruangan. Hiro langsung menghela nafas, mengaktifkan headphonenya dan mulai memasukkan buku sekolahnya, dan membuka buku gambarnya untuk mulai menggambar.

Tak lama kemudian, Ia melihat sebuah bayangan sosok tinggi dengan tangan dan kaki yang panjang di belakangnya. Hiro tersontak kaget, dan segera menoleh ke belakang. Ternyata itu hanya teman sekelasnya yang bertubuh tinggi, dengan potongan baldnya.

"Woah! Aku minta maaf karena membuatmu terkejut. Aku tak bermaksud melakukannya, bung!" Katanya sambil menghisap rokoknya.

"Tidak apa-apa, Tovey." Kata Hiro sambil melanjutkan gambarnya.

"Ngomong-ngomong, ini pertama kalinya kita berbincang satu sama lain, ya? Selama ini kau sangat pendiam, dan bicara jika diperlukan."

"Ya, begitulah." Balas Hiro acuh tak acuh yang membuat Tovey terkekeh.

"Pantas saja kau tidak punya teman. Ditambah lagi, gang Caesar macam-macam denganmu. Kau sangat peduli setan, dan Caesar sangat benci jika Ia dikalahkan atau tak dipedulikan. Kurasa dia tersinggung karenamu." Kata Tovey.

"Dengar, aku bukan anak yang tidak punya teman, dan sangat kesepian. Aku punya beberapa teman." Balas Hiro

"Oh ya! Tentu saja, Zane, Rocky, Daniel, Phillip, Louise, dan Miles, bukan?"

"Kau mengenal mereka?" Tanya Hiro sambil berhenti menggambar dan menatap serius kearah Tovey yang berada di sampinya.

"Tentu saja, siapa yang tak mengenal mereka. Phillip adalah orang yang paling kaya di kota ini, Zane adalah satu-satunya pengecut yang selamat dari kebakaran yang menimpa keluarganya, Louise memilih untuk lari daripada menolong orangtuanya hingga akhirnya mereka mati dalam kebakaran di mobil, Miles adalah orang yang menipulatif, Rocky adalah pembunuh, dan Daniel memilih seorang pembunuh yang membesarkannya untuk menjadi seorang pembunuh daripada keluarga aslinya.

"Bagaimana kau bisa tahu soal itu? Kau bicara omong kosong." Kata Hiro sambil memasukkan buku gambarnya ke dalam tasnya.

"Apa kau masih berfikir mereka adalah teman yang nyata? Pendosa seperti mereka pasti punya maksud untuk berteman denganmu yang bukan siapa-siapa." Suara Tovey lama-kelamaan berubah menjadi suarah seperti iblis.

Hiro langsung menyadari bahwa Tovey yang asli adalah anak yang pertama keluar kelas daritadi, kalau saja Hiro lebih memperhatikan, mungkin hal ini tidak terjadi. Kini, Ia masih dalam posisi masih fokus menatap tasnya, Ia tak berani melihat ke sosok yang sedang mengatakan hal-hal yang tak masuk akal di belakangnya.

"Kalau ada orang berbicara sebaiknya kau melihat wajah orang yang sedang berbicara, bukannya memalingkan wajahmu!"

Entah apa yang difikirkan oleh Hiro, tiba-tiba saja Ia berani menoleh ke sosok dengan suara menyeramkan itu.

Hiro langsung terkejut ketika melihat seluruh kulitnya yang hitam karena terbakar. Makhluk itu memliki tangan dan kaki yang sangat panjang. Wajahnya yang mirip dengan korban kebakaran, ditambah lagi mulutnya sobek yang melebar sampai ke area mata. Hiro segera bangkit berdiri dari kursinya. Lalu, Ia segera pergi berlari meninggalkan kelasnya. Makhluk itu juga ikut mengejarnya. Hiro segera melompat dan berlari kea rah pintu keluar sekolaah, tapi pintu itu terkunci dan dirantai, sedangkan Hiro dapat mendengar suara langkah kaki milik makhluk itu beberapa meter, di belakangnya. Hiro pun segera berlari ke lorong lain, dan menuju loker kelasnya, dan bersembunyi di sana.

Hiro megintip keluar dari celah-celah loker, tapi Ia tak menemukan tanda-tanda dari makhluk itu. Tiba-tiba, Ia merasakan hembusan nafas dibelakangnya, ketika Hiro menoleh ke belakang makhluk itu tepat berada di belakangnya. Hiro langsung berteriak karena terkejut, dan dengan cepat membuka lokernya hingga Ia terjatuh ke lantai.

Dalam keadaan yang masih tersungkur di lantai, Ia berbalik menatap loker terbuka yang gelap itu. Dan, seketika itu juga terdengarlah suara tawa mengerikan dari dalam loker. Lalu, dari dalam loker keluarlah kedua tangan dan jari-jari yang sangat panjang berwarna hitam, dan kepala berwarna pucat tanpa wajah keluar dari sana. Tiba-tiba makhluk itu membentuk mulut yang sangat lebar, dan mendekati Hiro dengan mulutnya yang lebar beserta giginya yang setajam pisau untuk memakannya. Dengan cepat, Hiro langsung bangkit berlari, tapi sebuah pintu di depannya, terbuka dan Ia langsung menabrak Mr. Frank.

Hiro berbalik melihat ke belakang, tapi makhluk itu sudah tiada.

***

Rocky terbangun, dan berada di kamar lamanya, dengan sebuah foto saudara kembarnya, Rook disebelahnya. Ia, pun bangkit berdiri dan menjuju kamar milik Rook dengan lampu yang masih menyala, Ia melihat sebuah tongkat, sarung tangan, dan bola baseball terlegetak di meja Rook. Ia mengambil bola baseball itu dan duduk di tempat tidur Rook sambil melamun mengamati bola baseball itu.

Raut wajah bersalah terukir di wajahnya, Ia tak bisa melupakan dimana hari dia mendorong Rook yang sedang sedang bersepeda di sampingnya, hingga Rook terjatuh, lalu sebuah mobil langsung melaju dengan cepat dan menabrak Rook sebelum anak itu sempat bangkit berdiri.

Jika saja mereka tak bergurang saling dorong saat bersepeda di jalanan, tidak... jika saja Rocky tak mendorong Rook hingga terjatuh, maka mungkin Rook masih hidup.

Ketika Rocky masih melamun mengamati bola baseball itu, nampaklah sebuah bayangan anak kecil di balik pintu kamar milik Rook, ketika Rocky melihatnya, bayangan itu langsung berlari pergi. Rocky segera bangkit berdiri dari tempat tidur Rook sambil masih memegang bola baseball itu, dan berjalan keluar kamar.

Ketika Ia sudah keluar dari kamar, Ia melihat sebuah jejak kaki sepatu kecil yang berlumpur di lantai. Perlahan, Rocky mengikuti jejak kaki kecil yang berlumpur itu.

Jejak kaki itu nampak mnuruni tangga, hingga sampai berenti di ruang tamu. Tiba-tiba Ia melihat saudara kembarnya yang berumur lima tahun yang memakai topi dan pakaian baseball yang sama di hari Ia mati, sosok itu langsung segera berlari pergi ke basement hingga membuat Rocky sangat terkejut hingga Ia menjatuhkan bola baseball yang Ia pegang dari tangannya.

Rocky perlahan berjalan menuruni tangga basement tersebut, dan Ia melihat sebuah air menggenang penuh di dalam basementnya, Ia melihat saudara kembarnya yang, masih berumur 5 tahun sedang berdiri di sudut basement.

"Sepedaku rusak, Rocky... tolong jangan marah karena kita tak bisa bermain sepeda lagi." Kata Rook

Bibir Rocky bergtar, bahkan tubuhnya juga ikut bergetar.

"A-aku tak marah padamu. Kau bisa gunakan sepedaku... aku juga bisa membelikanmu sepeda baru kalau kau mau." Kata Rocky

"Sepeda itu hancur." Kata Rook yang kini disertai seringai menyeramkan.

"Tapi, Rocky, Jika kau ikut denganku, Kau akan hancur juga."

"Sama seperti saat kau berkali-kali menghancurkan kita... Tunggu, tidak... kau menghancurkanku Rocky."

"Semua ini salahmu. Kalau bukan karenamu, aku tidak akan mati! Seharusnya kau yang mati! Kita berdua tahu bahwa itu benar! Semua ini adalah salahmu!"

"Kupikir kita sudah mengucapkan salam perpisahan saat arwahmu mengunjungiku saat aku masih kecil?"

"Ya! Tapi aku tak mau mati secepat itu! Semua yang kau miliki seharusnya adalah milikku!"

"Rook..." Ucap Rocky sambil menelan salivanya.

"Kau juga akan mati." Kata Rook sambil tertawa.

"Kau juga akan mati."

"Kau juga akan mati!"

"Kau juga akan mati!" Perkataan Rook makin keras dan keras. Tak hanya itu, kulit-kulitnya mulai membusuk, dan matanya muai menjadi putih.

"Kau juga akan mati!" Kata makhluk yang muncul bermata kuning, mirip sekali dengan mata kucing, dan juga memliki mulut sobek yang lebar bergigi tajam.

Makhluk itu menenggelamkan Rook, dan mulai membuka mulutnya lebar-lebar untuk memakan Rocky yang masih berdiri terpatung di anak tangga basement. Ketika Rocky melihat makhluk itu mulai mengejarnya, Ia langsung berlari menaiki anak tangga ke atas, dan mengunci pintu basementnya. Setelah itu, Ia langsung pergi menjauh dari rumah lamanya. Entah dia pergi menuju mana, yang penting dia tak kembal ke rumah lamanya lagi.

Rocky duduk di bangku taman sambil menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Tiba-tiba Ia mendengar suara iblis. Ia pun segera melihat ke depan, tapi Ia tak menemukan apapun, patung besar yang ada di depannya menghilang. Ketika Ia menoleh ke samping patung itu, berada tepat di sampingnya sambil membuka mulutnya yang lebar yang mengeluarkan sekumpulan gagak. Setelah itu, patung tersebut langsung mengayunkan pedangnya ke arah Rocky, dan dengan cepat Rocky berlari pergi sehingga pedang besarnya tersebut hanya membelah bangku kursi taman yang ada disana. Patung kesatria itu menyeret pedangnya ke depan, hingga hampir mengenai kaki Rocky yang masih berlari. Patung itu mengayunkan pedangnya lagi, hingga mengenai pohon yang berada di sebelah Rocky. Setelah itu, patung tersebut menusukkan pedangnya berkali-kali ke bawah hingga nyaris mengenai Rocky. Hingga tusukan terakhir yang sangat nyaris hampir mengenai Rocky, membuat pria tersebut tersandung dan terjatuh ke tanah berumput.

Patung kesatria itu, melayangkan pedangnya ke atas dan, Rocky menutup matanya sambil berteriak, "Ini tidak nyata! Ini tidak nyata! Ini tidak nyata!"

Tepat ketika Ia membuka matanya Sebuah kepala mayat dengan mata yang seakan-akan mau keluar tepat berada di depan matanya dan kepala itu berteriak menakutinya, Rocky pun lantas bangkit pergi dan berlari entah kemana sambil berteriak ketakutan.

***

Zane sedang asik berjalan berbincang sambil menelfon kekasihnya, hingga saat Ia melihat sebuah mobil Caesar datang Ia langsung mematikan telefonnya dan berlari ke arah gang. Ia pun bersembunyi di dekat tong sampah besar saat Ia melihat mobil Caesar beserta kawan-kawannya melintasinya. Tepat pada saat mereka pergi melintas, Zane langsung menyalakan ponselnya lagi, dan hendak menelfon kekasihnya kembali. Tapi, sebuah pintu berantai di depannya langsung terdengar ada seseorang yang sedang membuka beberapa kunci dari dalam, sehingga Zane langsung terpatung menatap pintu itu. Pintu itu perlahan terbuka, namun hanya bisa terbuka sedikit karena masih ada rantai dari luar yang mengunci pintu tersebut. Perlahan sebuah tangan hitam keluar dari pintu itu, tangan hitam yang keluar dari sana semakin banyak dan banyak, dan dari balik pintu tersebut nampaklah sebuah cahaya api beserta asap yang disertai bau gosong yang sangat menyengat dari sana. Zane yang terpatung dengan pintu itu, dengan jelas dapat mendengar suara keluarganya minta tolong dari balik pintu karena api yang terus-terusan memakan anggota tubuh mereka, persis seperti saat dulu Ia masih kecil.

Tiba-tiba pintu tersebut langsung tertutup, dan rantai di depannya langsung terlepas dengan sendirinya. Setelah itu, pintu terbuka, dan menampakkan sesosok wendigo di kegelapan sedang memakan tubuh seseorang. Zane sangat mengenal anak itu, dia adalah teman masa kecilnya yang bernama Rico. Tepat pada saat itu, juga sosok wendigo itu langsung menoleh berhenti memakan tubuh anak itu, dan menoleh ke arah Zane dengan mata kuningnya yang menyala menyeramkan di kegelapan. Zane terus terpatung memandang makhluk itu dari kejauhan, hingga Ia tak mendengar suara deru mobil yang kencang dari sampingnya.

Bruak!

Mobil mustang tua yang dikendarai Caesar langsung menabrak Zane, sampai pria itu terlempar dan akhirnya terjatuh dan terguling ke trotoar.

"Itu balasannya karena macam-macam dengan kami berengsek!" Kata Caesar sambil melempar Zane yang terluka dengan sebuah kaleng beer ke kepalanya.

Setelah kejadian itu, Zane langsung memilih pulang ke rumahnya, dan mengistirahatkan tubuhnya di bathtub yang berada di kamar mandinya.

Tak lama semenjak Zane menutup matanya, Ia mendengar suara seseorang yang memanggilnya. Seingatnya, tak ada seorang pun di rumahnya. Zane, terus berfikir dirinya gila atau berhalusinasi karena terus mendengar suara itu dari dalam wastafel. Tapi, dia memang tak berhausinasi karena suara itu semakin keras.

Zane mengeluarkan meterannya dan terus memanjangkannya untuk mengukur ke dalaman wastafel itu.

Setelah Ia merasakan bahwa meteran tersebut sudah mentok, Ia pun menarik meteran itu kembali, namun raut wajahnya berubah menjadi jijik ketika Ia melihat di beberapa bagian ujung meteran tersebut terdapat lendir berwarna merah, dan Ia melihat ada sebuah rambut panjang yang masih melekat di meterannya ke bawah.

Tiba-tiba sekumpulan rambut keluar dari balik selokan dan mengikat tangan kiri Zane, dan menariknya ke lubang wastafel, tapi Zane menahannya. Kemudian, rambut-rambut panjang lainnya keluar dari dalam selokan dan mengikat tangan kanannya lagi sehingga Zane langsung menarik kedua tangannya agar tidak ditarik masuk ke dalam lubang. Rambut-rambut panjang itu semakin banyak, dan mulai beralih pada leher, wajah, dan kaki Zane. Pria tersebut terus menahan anggota tubuhnya agar tak tertarik ke lubang wastafel. Kini kepalanya sudah hampir mendekati lubang selokan itu, dan pada saat itu juga, darah kental langsung menyembur keluar dari sana hingga membahasahi seluruh kepala hingga kaki Zane, dan bahkan membahasahi seluruh ruangan kamar mandi itu. Tiba-tiba saja rambut itu melepaskan ikatannya pada Zane dan kembali masuk ke dalam lubang wastafel itu.

Zane segera menjauh dari lubang wastafel itu dan pergi dari rumahnya menuju hutan untuk merilekskan diri.

Tak lama, saat Ia berjalan di tengah hutan tersebut. Ia mendengar suara lagi.

Suara itu kini berasal dari dalam lubang pohon yang besar.

"Zane jangan pergi!"

"Apa ada orang di dalam sana?" Zane langsung mendekati lubang pohon tersebut.

"Zane! Tolong aku!"

"Aku masih terkurung disini!"

Zane menatap ke arah lubang pohon yang sangat gelap itu.

"Rico?" Kata Zane sambil mengulurkan tangannya ke dalam lubang pohon tersebut.

Kedua tangan Rico sudah terbuka, tapi Zane yang memasukkan tangan kanannya lebih dalam tak cukup untuk meraih Rico.

"Raih tanganku Rico!"

"Zane cepat! Dia datang!"

"Raih tanganku Rico!"

"Zane! Tolong!"

Tiba-tiba sebuah tangan-tangan mayat menyambar tangan Zane, disertai sekumpulan tangan-tangan mayat yang lain. Sekumpulan tangan itu merambat menarik tangan Zane. Pria itu segera menarik tangannya sekuat tenaga, sedangkan tangan-tangan itu sudah merambat meraih tangan-tangannya. Beruntungnya, Ia bisa kembali menarik tangannya keluar dari lubang pohon itu, dan segera menjauhi pohon berlubang itu. Ketika Ia membuka tangan kanannya, terdapat gelang persahabatan milik Rico.

Zane pun bangkit berdiri dan berteriak di sekitar hutan itu.

"Dari puluhan anak di kota ini... kenapa dia?!"

"Kenapa kau ambil dia?!"

"Kenapa?! Kenapa?!" Zane berteriak dengan kemarahan.

Tak lama kemudian, terdengar suara serak yang jahat di sekitar hutan itu.

"Kenapa?"

"Karena kau tidak disana Zane! Hahahahahaha!"

Ia melihat ke belakang asal suara itu, di kejauhan terdapat beberapa pepohonan yang disertai kabut, Ia melihat bayangan tanduk wendigo dengan jemari disertai kuku yang tajam sedang mencakari pepohonan. Tepat saat Ia melihat kedua mata kuning yang menyala itu, Zane pun segera bangkit berlari meninggalkan hutan itu.

***

Louise menghabiskan dirinya membaca alkitab di gereja, dan ketika Ia sudah bosan membacanya. Ia langsung menutup alkitabnya, dan pergi ke rak ruangan dengan penuh buku. Ia pun berjalan melewati lukisan menyeramkanseorang gadis dengan kedua bola mata berwarana putih yang seakan-akan mau lepas, dengan ekspresi berteriak hingga menampakkan giginya yang tajam seperti silet itu. Louise berpura-pura tak melihat lukisan itu, dan terus saja berjalan untuk meletakkan alkitabnya di salah satu rak buku itu.

Baru, saja Ia mengembalikan alkitab itu, Ia mendengar suara bingkai lukisan itu jatuh. Sambil memberanikan diri, Ia mendekati lukisan yang terjatuh itu, dan meletakkannya kembali di tempatnya, tetapi betapa terkejutnya dia ketika Ia melihat bahwa lukisan tersebut kosong, tidak ada gadis yang menyeramkan dengan gigi-giginya yang setajam silet itu.

Bruk!

Ia mendengar sebuah buku tebal terjatuh dari raknya, Louise menebak bahwa buku tersebut adalah alkitabnya. Dengan, memberanikan diri, Ia menoleh ke belakang, dan betapa terkejutnya dia bahwa gadis menyeramkan yang berada di dalam lukisan itu berdiri disana sambil menyeringai dan tertawa menampakkan gigi-giginya yang setajam silet itu, kedua bola mata putihnya seakan-akan mau lepas. Gadis itu langsung mengejar Louise, dan dengan cepat Louise segera berlari pergi dan menutup pintu di ruangan tersebut.

The Cursed ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang