Part 9

61 52 0
                                    

Hanya dalam beberapa hari saja, Hiro sudah kembali ke Hollow Lavador subuh ini, diantar oleh sopir Phillip. Sedangkan, Zane, Phillip, Miles, Rocky, dan Daniel masih berada di Los Angeles untuk urusan mereka. Kenapa Hiro tidak menetap di LA saja? Itu karena hari pertama sekolahnya dimulai hari ini. Yup, Hiro sudah malas untuk masuk di hari pertama sekolah. Dia hanya ingin kembali ke sekolah lamanya dulu. Dia rindu club kungfunya, dia rindu teman-teman lamanya. Ditambah lagi, dia kini tinggal di rumah sendirian, orang tua dan kakaknya mungkin akan kembali beberapa hari lagi. Dia pasti akan sangat kesepian tanpa teman-temannya yang biasa menemaninya di Hollow Lavador. Apalagi cuaca pagi yang mendung, dan daerah jalan menuju sekolah yang sepi membuatnya sedikit merinding mengingat mimpi-mimpi buruk yang menghantuinya setiap kali dia tidur. Karena itu, Ia pun memutuskan untuk menelfon teman-teman lamanya agar mengurangi rasa paranoidnya, sambil berjalan serta menyandang tasnya untuk berangkat ke sekolah di pagi yang mendung, dingin, ditambah dengan jalanan yang kotor beserta beberapa pohon yang sudah mati disana.

“Apa kabar, bung?” Tanya Travis dari balik telefon.

“Hiro! Aku kira kau sudah mati karena tak mengirimkanku kabar sekian lamanya?” Canda Kai

“Ada apa, bos?” Kata Han

“Sudah lama, ya? Kau baik-baik saja?” Tanya Sharon

“Tidak ada, hanya ingin menanyakan kabar kalian.” Kata Hiro yang saat ini memakai hoodie, jeans, dan sepatu hitam sambil terus mengambil langkah untuk berjalan melewati rumah-rumah yang sedikit menyeramkan yang berada di sana.

“Kabarku baik, tak terlalu banyak yang berubah. Hampir semuanya seperti dulu disini.” Kata Travis

“Hanya saja Kai mengambil semua posisimu disini.” Kata Han

“Maaf, aku tak memberitahukan ini kepadamu sebelumnya. Kau tak keberatan, kan?” Tanya Kai

“Tidak sama sekali, aku senang kau yang mengambil posisiku dan mempertahankannya.” Jawab Hiro

“Tapi, bagaimana dengan mimpimu? Bukannya kau mau menguasai seni bela diri sabuk hitam?” Tanya Sharon

“Entahlah, saat aku disini… ada banyak impian yang kucapai. Terutama saat bersama teman-temanku yang disini seperti Zane yang menjadi actor sukses atau seperti Phillip sang pengusaha atau mungkin ikut dalam band seperti Rocky, Louise, Miles, dan Daniel. Entahlah, ada banyak hal yang ingin kucapai.”

“Apapun itu aku berharap yang terbaik untukmu Hiro, asal kau bahagia dengan pilihanmu.” Kata Sharon

“Wuhohohohoho, pasangan burung lovebird sedang pacaran!” Kata Kai

“Aku tunggu undangannya pernikahannya!” Kata Travis

“Sialan! Mau kupukul kalian, hah?!”

“Kemari! Terbanglah ke China dan pukul kami, hahahahahaha!” Kata Kai dan Travis disertai tawa Han.

“Tapi, ada hal apa sampai kau menelfon kami?” Tanya Han yang terdengar masih saja tertawa dari balik telefon.

“Sebenarnya kota ini sangat menyeramkan, ditambah lagi jalan yang sekarang. Silahkan anggap aku gila atau apa, tapi aku melihat hal yang seharusnya orang lain tidak lihat.”

“Kau melihat film porno?” Tanya Kai sambil tertawa.

“Sialan! Bukan itu bego! Yang kumaksud adalah makhluk mistis dan gaib seperti jiwa mengerikan orang yang sudah meninggal atau makhluk lain. Ditambah lagi jalan menuju hari pertama sekolahku terasa menyeramkan.” Kata Hiro

“Pffftttt, aku tak percaya. Kau pasti membual.” Kata Kai sambil tertawa.

Hiro langsung memberhentikan langkahnya dan mengambil beberapa potret di jalan menuju skeolahnya yang sepi meskipun berbagai perumahan ada di sana, tapi beberapa rumah terlihat usang. Setelah itu, Ia mengirimkannya salah satu foto  rumah yang kelihatannya tidak terlalu terawat dengan satu seluncuran kecil dengan halaman yang terlihat kotor kepada teman-temannya.

“Tidak percaya, huh? Aku bukan tipe orang yang suka membual untuk mempermalukan diriku sendiri.”

“Kau terlalu paranoid, memang kotamu terlihat menyeramkan. Tapi cobalah berfikir positif.” Kata Han

“Bagaimana aku bisa berfikir positif kalau aku dikejar oleh makhluk-makhluk menyeramkan itu bekali-kali?” Balas Hiro

“Jeezz! Menyeramkan sekali. Jika aku jadi kamu, mungkin aku lebih baik sekolah di selokan.” Canda Kai

“Aku tahu! Ditambah lagi dengan hutan dan kastil yang menyeramkan.” Kata Travis

“Kastil apa?” Tanya Sharon

“Kastil milik keluarga Agravain, aku mencarinya di internet tentang kota Hiro, memang beberapa orang bilang daerah itu berhantu. Apalagi jalan menuju kastilnya terlihat horror.” Kata Travis

“Dimana keluarga itu sekarang, apa mereka tinggal disana?” Tanya Sharon

“Ada yang bilang mereka sudah mati, ada yang bilang mereka menghilang. Tapi yang pasti tidak semua dari mereka sudah mati, karena ada salah satu keturunan mereka yag membayar pajak tanah mereka sampai saat ini. Yang jelas salah satu keturunan Agravain itu tidak tinggal disana.” Kata Travis

“Niat sekali kamu mencarinya sampai sedetail itu?” Kata Kai

“Informasi yang kucari tidak terlalu detail, itu hanya sebagian kecilnya saja.” Kata Travis

“Kenapa kau tak bertanya pada mereka saja, Hiro?” Tanya Han

“Mereka siapa?’ Tanya Hiro

“Mereka, ya tentu saja penduduk disana atau teman-temanmu yang kau bilang tinggal disana?” Kata Kai

“Satu-satunya temanku yang paling banyak mengetahui kota ini adalah Zane, karena dia berasal darisini dan tinggal disini selama beberapa tahun. Tapi, dia bilang akan menceritakannya saat malam Halloween. Kalau penduduk disini… aku tak yakin. Karena Zane bilang penduduk disini sedikit tidak waras dan sinting. Mereka sedikit senditif pada pendatang baru seperi aku. Aku tentu saja mempercayainya, karena saat pertama kali aku keluar rumah, para tetangga menatapku dengan pandangan aneh. Belum lagi, aku berurusan dengan gang Caesar di kota ini, aku tak bisa mengalahkannya begitu saja karena ayahku akan membunuhku jika aku ketahuan terlibat dalam perkelahian atau masalah.” Jelas Hiro

“Dimana teman-temanmu sekarang? Apa mereka tak pernah bergaul dengan penduduk disini?” Tanya Sharon

“Mereka semua di Los Angeles untuk bekerja. Jadi, aku sendirian di kota ini untuk beberapa hari karena kakak sialan dan orang tua bajinganku tidak ada di rumah. Setidaknya, dikejar makhluk-makhluk itu lebih baik daripada dihadapkan oleh monster sesungguhnya yang tak lain adalah orang tuaku.” Kata Hiro

“Oh iya! Aku harus pergi, aku sudah sampai ke gedung sekolah. Ditambah lagi, gang Caesar berada tidak jauh dariku.” Kata Hiro yang langsung menutup ponselnya.

Mereka tak terlalu percaya atau menganggap ucapanku serius tentang melihat makhluk itu.

Setelah itu, Ia memasuki gedung sekolahnya yang disana sudah terdapat adik-adik kelasnya sedang asik bermain di berbagai wahana taman bermain yang sudah usang. Bahkan beberapa dari wahana iu sudah rusak. Ia juga melihat ada pesawat tua terbengkalai dengan tulisan pilok di badan pesawatnya, dan di atas pesawat itu, ada beberapa anak sedang berdiri di atas sana.

Hiro langsung melanjutkan langkahnya mendekati gedung sekolah itu, sambil melihat ke bagian-bagian jendela gedung sekolah itu. Dari atas gedung sekolah terdapat beberapa jendela kelas yang terbuka, terdapat beberapa siswa yang sedang berbincang-bincang dan bergurau. Tiba-tiba pandangan Hiro berubah menjadi terkejut, ketika dia melihat ke salah satu jendela kelas yang terbuka, menampakkan salah satu anak kecil perempuan sedang tersenyum ke arahnya. Satu anak kecil di sebelahnya sedang menatap ke arahnya dengan ekspresi datar, dan diantara kedua anak kecil itu terdapat seorang wanita dengan tubuh hitam pekat seperti korban kebakaran, dan mata putihnya melotot ke arah Hiro yang membuat Hiro tak bisa mengalihkan pandnagannya terhadap penampakan itu.

Tiba-tiba datanglah seorang remaja senior berambut pirang kecoklatan yang langsung menubruk Hiro dengan sengaja sampai Ia terjatuh, orang itu tak lain adalah Caesar. Hiro pun langsung bangkit, dan berusaha sabar.

“Pecundang!” Kata Caesar sambil meninju pipi Hiro. Tubuhnya tetap berdiri meskipun Ia menerima pukulan hook kanan yang keras itu yang membuat Caesar langsung terkejut, karena biasa setiap anak yang menerima pukulan hook kanan langsung terjatuh. Apalaagi seorang adik kelas seperti Hiro yang tubuhnya lebih kecil daripadanya. Hiro pun langsung menghela nafas pasrah, dan berjalan pergi menuju kelasnya dan tak menghiraukan Caesar yang mengancamnya seolah-olah hook kanan itu tidak menyakitkan sama sekali karena dirinya sudah biasa menerima pukulan.

Sesampai di kelas, Ia langsung disambut oleh tatapan beberapa anak di kelasnya yang menatapnya dengan aneh. Hiro pun mencoba tidak mempedulikan mereka, dan duduk di salah satu kursi kosong di sana. Tapi, baru saja Ia meletakkan tasnya, perhatiannya langsung teralihkan ke sebuah kursi di depannya yang sedang di duduki oleh seorang anak di depannya bertuliskan “Disini terletak pikiran yang tersiksa dari para remaja yang nilai dan nilai ujiannya lebih dihargai daripada kebahagiaan mereka.”

Tepat pada saat itu, wali kelas mereka masuk dan langsung mengajar pelajaran sejarah yang membosankan. Bahkan guru itu tidak menyuruh murid-muridnya memperkenalkan diri di hari pertama masuk sekolah. Ditambah lagi, setelah Ia mengajar pelajaran sejarah yang banyak dan membosankan, Ia langsung memberikan murid-murid yang berada di sana sebuah latihan soal di hari pertama sekolah. Hiro sudah merasa sekolah ini adalah sekolah yang terburuk di dunia, karena di hari pertama sekolah yang buruk ini, Ia sudah merasa tidak niat bersekolah lagi dengan berbagai kesialan yang Ia dapat. Tepat setelah Ia dan murid-murid lain menyelesaikan latihan soal dan mengumpulkannya ke depan. Guru sejarah sekaligus wali kelasnya itu langsung menilai latihan soal mereka. Dan, Hiro mendapatkan nilai tertinggi di sekolah. Hiro sebetulnya tidak terlalu peduli dengan nilainya lagi, karena itu Ia hanya acuh tak acuh dan makin malas sehingga dia kini memilih mengeluarkan buku novelnya dari dalam tas, lalu membacanya diam-diam. Tak lama kemudian, Ia mulai mengantuk sehingga Ia meletakkan buku tersebut di atas mejanya. Lalu, Ia memejamkan matanya sekilas dan membukanya lagi sambil menengok ke langit-langit kelas di belakangnya. Ia baru saja bahwa di langit-langit kelas itu, terdapat salah satu plafon kotak yang hilang sehingga langit-langit kelas itu nampak berlubang.

Ia pun mengusap matanya yang kini mengantuk itu. Kemudian, sekilas Ia melihat ke depan wali kelasnya yang sedang menuliskan materi baru di papan tulis. Setelah itu, Ia menatap ke salah satu plaffon yang hilang tadi, dan Ia langsung membulatkan matanya ketika Ia melihat seorang wanita berambut panjang dengan kulit yang sangat pucat serta matanya yang bulat kehitaman menatap ke arahnya, seakan-akan Ia akan merangkak keluar dari atas sana.

“Hiro!” Panggil gurunya yang langsung mengagetkan Hiro hingga hampir terjatuh dari kursinya.

“I-iya, ada pak?” Kata Hiro sambil menoleh kembali ke arah depan dan menatap gurunya itu.

“Bisa tolong bawakan berkas ini, ke ruang guru? Aku ingin kau memasukkannya di suatu lemari dengan tulisan semua berkas harus ditandatangani.” Kata guru sejarah yang sekaligus wali kelasnya itu sambil meletakkan berkasnya ke depan mejanya.

“Baik, pak.” Ucap Hiro dengan cepat sambil berjalan ke depan dan mengambil berkas tersebut dan langsung melangkah keluar dari kelas sampai Ia lupa menanyakan dimana letak ruang guru sangking merindingnya dengan penampakan yang Ia lihat tadi.

Sambil terus memegangi setumpuk berkas itu, Hiro pun akhirnya bejalan mengelilingi gedung sekolah itu untuk mencari ruang guru tersebut hingga tibalah Ia ke lantai gedung sekolah paling bawah. Ruangan itu ternyata adalah gudang sekolah yang kotor, tidak terawatt, lumayan gelap, dan ada tulisan besar di beberapa dinding dan alas ruangan itu bertuliskan “Tolong bangunlah, kau mengalami mimpi buruk lagi.”

Hiro sudah merinding melihat hal ruangan itu, ketika Ia baru saja mau berbalik pergi, Ia langsung dikejutkan oleh Caesar yang sudah berada di depannya. Dengan cepat Caesar melayangkan tinjuan-tinjuannya, tapi Hiro dengan gesit menghindari serangannya dan langsung pergi berlari sambil masih membawa setumpuk berkas tersebut. Setelah berlari cukup jauh, Ia kini terus berjalan entah menuju ke ruangan apa. Saat ini Ia tiba, di sebuah koridor ruangan kotor serta sangat tidak terawat yang penuh dengan bekas coretan pilok, air yang sedikit menggenang di seluruh keramik lantai. Disana, juga terdapat beberapa bagian dari banguan tersebut yang terlepas tergeletak di seluruh koridor beserta cairan hitan yang menggenang di beberapa tempat. Seakan-akan koridor tersebut sudah dihancurkan dan belum diperbaiki selama bertahun-tahun. Tiba-tiba pintu yang berada di depannya terbuka sedikit.

Hiro pun langsung terpatung menatap pintu itu, hingga seorang kakek tua petugas sekolah memegang pundak Hiro yang lantas membuat Hiro menoleh ke belakang.

“Kau tak seharusnya berada disini, bel sekolah sudah berbunyi daritadi.” Kata kakek tua itu.

“Maaf, tapi aku tersesat. Aku sedang mencari ruang guru tapi aku tak menemukannya. Aku harus mengumpulkan berkas ini ke ruang guru.” Kata Hiro yang masih memegang setumpuk berkas itu.

“Kau pasti baru disini, hingga tersesat, ya? Mari ikuti aku. Akan kuantar kau ke ruang guru.” Kata petugas kebersihan itu sambil memutar tubuh dan melangkah pergi.

Hiro pun langsung mengikuti langkah petugas tersebut hingga tak lama kemudian mereka tiba di ruang guru yang sangat sepi dan sama sekali tidak ada orang disana dengan berbagai berkas dan computer yang dibiarkan masih menyala. Kakek petugas kebersihan itu langsung melangkah pergi meninggalkan Hiro di ruangan itu sendirian. Ia pun menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari emari bertuliskan semua file harus ditandatangani. Pandangannya malah teralihkan kepada sebuah lukisan menyeramkan, di lukisan tersebut terdapat beberapa orang sedang duduk berkumpul seperti sedang menatap ke atas dengan pakaian formal mereka, namun wajah mereka berwarna putih tak bermata, tak memiliki hidung dan mulut yang jelas.

Tak lama setelah Ia mengamati lukisan itu sebentar, Hiro pun akhirnya menemukan sebuah lemari yang tertempel sebuah kertas bertuliskan “Semua berkas harus ditandangani.” Karena jarak lemari tersebut tak terlalu jauh, Ia pun segera mendekati lemari tersebut. Tetapi nyalinya menciut untuk membuka lemari itu ketika Ia melihat ada sebuah lubang di atas langit-langit ruangan tersebut, dan terdapat sosok yang mengintipnya dengan rambut panjang hitamnya serta wajah yang pucat disertai mata bulat kehitaman yang Ia lihat saat di ruang kelasnya tadi.

Tak lama setelah mereka saling menatap, sosok wanita itu mengulurkan tangannya yang pucat pasi itu ke bawah yang lantas membuat Hiro mundur beberapa langkah. Tiba-tiba pintu ruangan tersebut terbuka dan menampakkan wali kelasnya, Mr. Frank berjalan memasuki ruang guru tersebut.

“Kenapa kamu baru disini? Dan kenapa kamu tidak kembali ke kelas?” Tany guru sejarahnya itu.

“Saya sedikit tersesat dalam mencari ruangan ini tadi, tapi aku sudah menemukannya berkat bantuan kakek petugas kebersihan sekolah yang mengantarkanku.” Kata Hiro sambil langsung menaruh berkat tersebut ke dalam lemari dengan cepat.

“Hah? Kakek petugas kebersihan?”

“Iya, apa ada yang salah? Saya bertemu dengannya di salah satu koridor sekolah ini yang hancur.” Jawab Hiro

“Kami tidak memperkerjakan orang yang lanjut usia menjadi petugas kebersihan disini.” Kata Mr. Frank

“A-apa? Lalu yang tadi mengantarku itu siapa?” Tanya Hiro tak pecaya.

“Jangan membual, nak. Lebih baik kau segera ambil tas dan bukumu yang masih tertinggal di meja kelas dan segeralah pulang.” Kata Mr. Frank

Hiro pun langsung keluar dari ruangan itu, dan berjalan kembali menuju ruang kelasnya.

“Kai benar, lebih baik aku sekolah di selokan daripada disini.” Gumam Hiro sambil melangkah menuju kelas.

Sesampai di kelas yang kosong itu, Hiro sedikit kaget karena semua meja dan kursi di ruang kelasnya berantakan bahkan di pojok belakang ada meja yang dinaikkan ke meja lain, lalu ditumpuk oleh satu kursi diatasnya. Hiro pun memilih untuk tidak peduli dan membenarkan meja dan kursinya yang ikut berantakan. Setelah itu, Ia pun kembali ke bangkunya untuk memasukkan peralatan tulisnya ke dalam tasnya. Dan Ia pun mengambil buku novelnya yang entah sejak kapan sudah terjatuh di bawah meja tersebut. Kemudian, Ia menemukan sebuah kertas dengan tulisan “Hai, aku rasa kita belum pernah bertemu, tetapi berdasarkan literature pilihan anda, aku pikir kami akan berteman baik ”

“Apa-apaan ini? Siapa sih anak-anak yang iseng seperti ini? Sudah jelas-jelas kalau berteman denganku dia pasti terlibat masalah dengan Caesar, ditambah lagi benar-benar aneh kalo ada yang mau berteman denganku di sekolah ini karena aku sepertinya tidak disukai oleh murid-murid disini.” Kata Hiro sambil memasukkan buku novelnya ke dalam tasnya. Tiba-tiba, meja dan kursinya disekitarnya langsung bergeser dengan sangat keras dan cepat, tapi tidak ada orang pun yang berada di sana selain dirinya. Setelah itu, meja dan kursi tersebut mulai melayang ke atas. Seketika itu juga Hiro langsung berlari keluar kelas sambil menyandang tas sekolahnya. Ia terus berlari dengan cepat, melompati beberapa anak tangga yang ada di sekolahnya sampai Ia akhirnya berhasil keluar dari gedung sekolah itu.

Tak lama kemudian, muncullah seekor gagak mengepakan sayap di dekatnya, dan hinggap di salah satu bird fontain yang berada di taman jalan di sekitar pepohonan yang sudah mati  bersama dengan beberapa burung gagak lainnya.

Satu per satu gagak mulai terbang dan hinggap di bird fontain dan beberapa diantara mereka lagi terbang mengelilingi tempat itu, dan beberapa diantaranya lagi hinggap di ranting-ranting pohon itu. Jumlah gagak-gagak itu makin bertambah banyak dan banyak. Hiro mendengar masing-masing gagak itu berbincang tentang sesuatu yang sedikit menyeramkan dan Ia sama sekali tak mengerti. Ia merinding mendengar perkataan mereka, tapi rasanya kakinya tak bisa digerakkan untuk lari.

“Dibutuhkan tiga orang untuk mengambil jiwa seorang lelaki.”

“Membawanya ke puncak kemaluan dan kemuliaan.”

“Membebaskan dirinya dari kehidupan dan mengantarnya ke liang kubur.

“Semua dilakukan agar terlepas dari berhala-hala karena setiap jiwa yang dibebaskan akan menambah kesucian.”

“Lapar itu abadi. Membunuh itu tugas. Memakan mayat dari dalam tubuh yang sudah membeku adalah kewajiban.”

“Karena kami bertiga tidak sependapat bersemayam dalam satu tubuh, menjadi satu jiwa—karena takut disebut sebagai Tritunggal; Bapa, Putra, dan Roh Kudus—maka kami memutuskan bersemayam dalam diri burung gagak, dengan mata sehitam pekat, darah semerah saga—sedarah, semata—,atau sebening langit biru, akan melakukan penyucian diri demi memuliakan nama kami sebagai utusan dari langit, dari laut, mewakili pohon, batu, angin. Kami adalah Malaikat sekaligus Setan sekaligus Tuhan, tabib sekaligus cenayang.”

“Bersemayam dalam jiwa kami adalah kudus dan tercela. Mulia dan hina.”

“Tugas suci kami kali ini adalah membunuh seorang lelaki sombong, yang telah merusak dan merongrong jiwa kami sebagai penguasa; pembunuh yang paling keji dan biadab, yang tak mengenal belas kasih dan pengampunan. “

“Kami membunuh karena iri. Kami membunuh karena mencintai.”

“Setiap iri yang lahir dari jiwa yang paling latah akan membakar hasrat, mendorong dan memaksa kami melakukan apa pun, dengan cara apa pun, bahkan anak dan istri atau suami atau pun diri kami menjadi jaminan bahwa kelak akan menghuni kerak neraka, atau jika kelak kami tidak tercatat dalam daftar orang-orang yang dibangkitkan kembali. Siapa tahu kami yang telanjur dilabeli sebagai laknat yang paling jahanam, atau lebih halusnya Setan, dipercayakan memegang kunci surga.”

“Kami percaya bahwa kitab yang ditulis para nabi adalah sejenis upaya pembohongan agar orang-orang lari dari kehidupan Setan dan memercayai malaikat sebagai pendamping. Cuih!! Karena, sebetulnya, Setan dan Malaikat adalah anak-anak Allah yang diberkahi. Sebab sejak awal mula, Setan atau Malaikat diberkahi dengan berkat yang berkelimpahan hingga amin tak lagi didaraskan.”

“Suci. Ya, hanya kesucian. Tanpa laknat, tanpa biadab, tanpa amarah dan dendam. Jahanam. Ya, hanya jahanam. Tanpa kesucian, tanpa kemurnian, dan tanpa kemuliaan.”

“Masih sucikah Malaikat? Masih muliakah Malaikat?”

“Laknatkah Iblis atau Setan? Jahanamkah Iblis atau Setan?”

“Apa kau akan samakan saya sebagai Yudas Iskariot, yang menjual Sang Guru dengan 30 keping perak? Pikirkan kembali, jika tidak ada Yudas, yang memang sedari awal ditakdirkan menjadi perantara, tidak dipilih, apa akan ada keselamatan umat manusia? Pikirkan, yang digariskan sebagai laknat jahanam tidak selamanya membawa orang pada kebinasaan. Di matamu, Yudas adalah seorang jahanam tapi, perlu kautahu, seorang jahanam yang membawamu pada keselamatan.”

“Hidup itu bedebah dan kebatilan, kawan. Kini, tugas suci ini harus saya selesaikan untuk meningkatkan kemurniaan jiwa saya. Karena, pada akhirnya, saya akan setingkat dengan para Malaikat. Karena saya, oleh teman-teman, dipercayakan mewakili bangsa malaikat. Sedang dua sahabat saya, seorang kami dipercayakan mewakili iblis yang paling jahanam, dan seorang yang lain akan menjadi Tuhan yang Mahamurka dan Mahaadil.”

“Begitulah. Riwayat perjalanan kami pun dimulai ketika seorang sahabat dengan kegeraman, mata mendelik semerah saga, mulut disepahi sirih pinang, liur yang telah berubah merah tertiris di sudut bibir, mewangsitkan kepada saya agar dalam beberapa hari jiwa lelaki jahanam dan suci itu berpelesir dari raganya. Kami harus menggiringnya ke liang kubur karena batas toleransi hidupnya telah kedaluwarsa.”

The Cursed ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang