BAGIAN 1 PENYEMANGAT

10.1K 147 38
                                    

PRAKKK.. PRAKKK.. PRAKKK..

Bunyi tiga celengan kendi yang terbuat dari tanah liat, yang aku banting dilantai tanah kamarku. Uang logam 500 berwarna emas dan uang logam 1000 yang dipinggirnya berwarna perak serta ditengahnya berwarna emas, berhamburan dilantai tanah ini. Uang kertas 500 bergambar monyet, uang kertas 1000 berwarna biru dan paling besar nominalnya 5000 berwarna coklat tua, tampak tergulung diantara uang – uang logam yang berhamburan. Aku mengumpulkan uang ini semenjak SMP dulu, dari hasil mengamen dan juga kerja serabutan.

Aku lalu mengumpulkan uang tabunganku itu dan aku kumpulkan berdasarkan nominalnya. Aku menumpuknya menjadi beberapa bagian, agar memudahkanku untuk menghitungnya.

Oh iya, namaku Gilang, Gilang Adi Pratama. Aku terlahir dikeluarga kaya, kaya akan cinta dan kasih sayang. Rumahku lumayan besar dan terbagi tiga bagian. Bagian teras yang berfungsi sebagai ruang tamu, bagian tengah yang terdapat dua kamar, dan bagian belakang yang berfungsi sebagai dapur serta ruang penyimpanan padi. Bangunan rumahku ini berbentuk joglo dengan tiang kayu jati, dinding anyaman bambu, dan atap genteng yang terbuat dari tanah liat.

Bapakku seorang petani yang menggarap sebidang sawah, sawah yang menjadi tumpuan kehidupan kami sehari – hari. Sedangkan Ibuku, Ibuku seperti perempuan desa lainnya, mengurus rumah tangga dan sesekali membantu Bapak disawah.

Aku mempunyai dua orang adik, satu laki – laki dan yang satu perempuan. Adik laki – lakiku bernama Damar yang masih bersekolah di SMP, sedangkan yang perempuan bernama Lintang dan masih sekolah dasar.

Aku mengamen dan kerja serabutan, karena hasil dari sawah kedua orang tuaku itu, tidak cukup untuk membiayai sekolahku dan kedua adikku. Aku bekerja keras dan uang hasil keringatku itu, sebagian aku serahkan kepada Ibu dan sebagian lagi aku simpan di celengan kendi.

Aku yang sempat menganggur dua tahun sebelum masuk STM, mempunyai cita – cita ingin melanjutkan pendidikanku keperguran tinggi. Setelah itu aku ingin menaklukkan dunia dengan semua bekal yang aku miliki..

Terdengar sombong ya.? tapi itulah aku dan tentang tekadku.

Hampir semua penduduk desa ini, mencibir niatku yang ingin melanjutkan pendidikanku ini. Tapi aku tidak menghiraukan suara – suara sumbang itu. Dulu saja ketika aku akan melanjutkan jenjang pendidikanku ke STM, banyak orang yang menyepelekan aku dan keluargaku. Mereka selalu bilang, aku pasti tidak akan sampai lulus STM, karena tidak mempunyai biaya. Tapi buktinya.? Aku sekarang sudah lulus dan aku bisa membungkam suara – suara sumbang mereka sejenak. Tapi sejenak saja sih. karena setelah mendengar kabar aku akan melanjutkan pendidikan, suara – suara sumbang mereka terdengar lagi dan lebih keras lagi. Persetanlah, aku tidak pernah meminta uang dari mereka dan aku juga tidak pernah minta makan sama mereka. Jadi buat apa aku ambil pusing.

Itu perkenalan singkat tentang aku dan keluargaku. Aku yang bernama Gilang, seorang pemuda desa yang mempunyai cita – cita setinggi langit dan seluas samudra.

"jadi beneran Gilang mau kuliah?" Tanya Ibuku dari arah belakangku dan mengejutkanku dari lamunan.

Aku lalu menoleh kearah Ibu yang berdiri dipintu kamarku, sambil memegang kelambu usang kamarku.

"iya bu." Jawabku lalu aku tersenyum.

"cukup uang yang ada ditabunganmu?" tanya Ibu dan wajah beliau berubah menjadi sayu.

"cukup Bu." Ucapku berbohong, karena aku belum menghitung uang yang masih aku kumpulkan ini.

"heeemmm," Ibu mengeluarkan nafas panjangnya, lalu membalikkan tubuhnya dan menutup selambu kamarku.

Terdengar langkah Ibu menuju kearah dapur dan aku langsung berdiri, lalu keluar kamarku. Aku ingin berbicara dengan Ibu, karena aku tau Ibu sangat bersedih sekali. Aku berjalan kearah dapur, lalu berdiri tidak jauh dari Ibu yang sedang duduk dan menanak nasi.

IMPIAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang