BAGIAN 42 I M P I A N

3.7K 110 58
                                    

Pop Gilang.

"Huaaammm, nyam, nyam, nyam, nyam."

Aku bangun dari tidurku dan istriku masih tertidur disebelahku dengan nyeyaknya. Wajahnya terlihat sangat keletihan, karena aktifitas yang sangat padat beberapa minggu ini.

Kami berdua disibukkan dengan tugas akhir dan belum lagi dia merawatku karena sakit yang kuderita ini semakin menjadi.

Wajah cantik istriku terlihat agak memucat dan aku membelai rambutnya perlahan. Aku dekatkan wajahku dikeningnya, lalu aku kecup dengan sangat lembutnya.

Cuuppp.

"Hemmmm." Gumam istriku, lalu dia menggeliatkan tubuhnya dan matanya tetap terpejam.

Ratna tetap tertidur dan dengkuran halusnya, menandakan kalau dia benar – benar sangat letih sekali.

Aku benarkan letak selimut ditubuhnya, setelah itu aku bangun dan berjalan ke arah jendela kamarku.

Aku buka jendela kamarku dan udara pagi langsung masuk kedalam kamarku. Dingin dan sangat segar aroma yang aku hirup. Aku memandang ke arah timur dan mentari pagi masih malu – malu untuk memancarkan sinarnya.

Aku lalu berjalan ke arah lemari, setelah itu aku bercermin disana.

Dikeremangan cahaya pagi ini, aku melihat pantulan wajah dan tubuhku dicermin.

Tubuhku mengurus dan terlihat sangat menyedihkan sekali. Daging dan lemak yang berada diseluruh tubuhku hilang entah kemana, meninggalkan tulang – tulang yang terbungkus kulitku.

Aku sering kali mual, lalu memuntahkan apa saja yang ada didalam perutku. Tidak ada nafsu makan sama sekali, bahkan meminum air saja aku jarang melakukannya.

Bola mataku menguning dan disekitar area mataku cekung kedalam. Pipiku kempes dan kulit wajahku terlihat agak keriput.

Gila. Empat puluh hari sudah aku mengetahui penyakitku dan selama itu perubahan drastis terjadi pada tubuh ini.

Hilang sudah tubuhku yang tegap dan digantikan dengan tubuh yang kering kerontang. Hilang sudah kepalan tanganku yang kuat dan digantikan dengan tulang – tulang yang sangat lemah. Hilang sudah kesegaran diwajahku dan digantikan dengan wajah yang sayu dan memucat.

Waktu yang sangat singkat untuk mengubah diriku seperti ini dan aku tidak mampu berjuang melawannya. Ternyata aku sangat lemah dan tidak ada apa – apanya.

Aku tidak menyesali semua ini, bahkan aku tidak meratapi nasibku. Aku hanya terenyuh ketika orang lain menatapku dengan tatapan kesedihan. Mereka mencoba menyembunyikan dari aku, tapi perasaanku terlalu dalam menyambutnya. Mereka mencoba menutupi dari aku, tapi hatiku terlalu tanggap menerimanya. Mereka mencoba membohongi aku, tapi pikiranku terlalu peka melihatnya.

Hiuufftt, huuuu.

Sudahlah. Hatiku pasti akan menjerit kalau harus membahas itu. Aku tau mereka melakukan itu karena besarnya sayang dan perhatian mereka kepadaku. Lebih baik aku berpura – pura buta dan tuli, sama seperti yang mereka lakukan. Bukan karena tidak perduli, tapi karena besarnya rasa sayang dan perhatian yang juga aku miliki.

Aku lalu melihat ke arah istriku dan dia tetap tertidur dengan nyenyaknya. Akupun langsung berjalan ke arah dapur, untuk membuatkan teh yang biasanya dia minum setiap pagi. Dia biasa membuat sendiri dan dia juga membuatkan aku minuman. Tapi untuk hari ini, aku ingin dia yang beristirahat dan aku yang akan melayaninya, seperti dia melayani aku setiap harinya.

Belum ada aktifitas dikosanku yang juga befungsi sebagai kantor kami ini. Joko, Mas Candra dan Mas Jago, masih beristirahat dikamar masing – masing. Mereka bertiga semalam lembur, mengerjakan laporan proyek – proyek yang sedang berjalan. Sebenarnya aku ingin membantu, tapi sekali lagi kondisiku tidak mendukung dan mereka bertiga beserta istriku melarang keras aku untuk memikirkan masalah kantor.

IMPIAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang