"Kate nangdi awakmu iku.?" (Mau kemana kamu itu.?) Tanya Joko ketika aku melangkah ke arah pintu kosan, dengan berpakaian rapi.
"Kate asistensi tugas akhirku." (Mau asistensi tugas akhirku.) Jawabku sambil menghentikan langkahku dan aku langsung menoleh ke arah Joko.
"Tak terno." (Aku antar.) Jawab Joko sambil berjalan ke arahku.
"Awakmu durung ados cok." (Kamu belum mandi cok.) Sahutku.
"Ra ngurus. Gak no seng kate ngambung aku og." (Gak urus. Gak ada yang mau cium aku kok.) Jawab Joko dan dia bersikukuh ingin mengantarkan aku kekampus.
"Aku iso budal dewe cok." (Aku bisa berangkat sendiri cok.) Ucapku.
"Lek aku kate ngeterno, koen kate lapo.?" (Kalau aku mau ngantarkan, kamu mau apa.?) Tanya Joko.
"Emoh cok, emoh. Awakmu durung ados ngono loh. Ngisin – ngisini ae." (Gak mau cok, gak mau. Kamu belum mandi gitu loh. Malu – maluin aja.) Ucapku dan sengaja aku mengatakan itu, agar Joko tidak mengantarkan aku kekampus. Joko harus berkonsentrasi kepada tugas akhirnya dan dia tidak perlu terlalu mengkhawatirkan aku.
Oh iya, semenjak kejadian aku masuk rumah sakit waktu itu, semua orang dikosan ini jadi perhatian banget sama aku. Mulai dari Mas Candra, Mas Jago, Joko dan juga Zaky yang tidak tinggal disini.
Mereka semua memperlakukan aku, seperti orang yang sedang menderita penyakit yang sangat parah. Aku sendiri tidak tau aku ini sakit apa dan mereka juga tidak memberitahuku, hasil dari pemeriksaan dokter dihari itu.
Tapi yang jelas, perhatian yang mereka berikan sangat luar biasa. Aku tidak boleh kelelahan, aku tidak boleh telat makan, aku tidak boleh bergadang, bahkan aku tidak boleh rokokkan. Djiancok.
Aku sangat curiga dengan perlakuan yang sangat istimewa ini. Tapi ketika aku bertanya dan mendesak mereka satu – persatu, mereka kompak mengalihkan pembicaraan.
Aku pun akhirnya menyerah dan tidak bertanya lagi, karena jujur sekarang aku merasa ada yang berbeda dengan diriku. Aku gampang letih, fisikku melemah, dadaku sesekali sesak dan akhirnya semua itu membuatku banyak berdiam diri.
Hiuufftt, huuuu.
Malam itu ketika aku tersadar dari pingsan ku, aku terkejut karena ada beberapa selang yang menancap ditanganku dan selang oksigen yang membantu pernafasanku. Akupun langsung bertanya kepada suster, dimana Joko dan Zaky yang mengantarkanku kerumah sakit.
Suster lalu keluar dan mencari dua sahabatku itu. Tapi ketika balik lagi, suster itu justru datang bersama Mas Candra. Mas Candra memberitahuku, bahwa Joko dan juga Zaky kembali kekosan untuk mengganti pakaian mereka yang basah.
Dengan sisa – sisa tenagaku yang terkuras habis akibat penyakit misteriusku, aku meminta tolong ke Mas Candra untuk kekosanku dan mengambilkan ramuan yang ada dikamarku.
Setelah Mas Candra kembali kerumah sakit dan menyerahkan ramuan buatan Eyang Putri, aku langsung meminum ramuan itu dan perlahan sakitku mulai sedikit berkurang. Tubuhku juga mulai bertenaga, walaupun tidak pulih seutuhnya.
Dokter dan suster yang ada di ruang UGD, langsung bingung dengan perubahan yang ada didiriku. Mereka seakan tidak percaya kalau aku bisa cepat pulih, setelah sempat tidak sadarkan diri.
Malam itu juga, aku memaksakan diri untuk pulang kekosan, bersama Mas Candra dan Mas Jago yang ternyata menungguku diluar ruang UGD. Dokter sempat melarangku, tapi karena aku berkeras, akhirnya dokter mengijinkan aku pulang dengan terpaksa.
Itulah cerita singkatku, ketika aku dirumah sakit. Dan semenjak hari itu sampai hari ini, perlakuan istimewa ini yang kudapat.
Sebenarnya aku sangat malu dengan teman – temanku, karena aku terlalu banyak merepotkan mereka semua. Tapi apa mau dikata, kondisi fisikku yang lemah ini hanya bisa membuatku pasrah dan aku mengerjakan tugas akhirku dengan pengawalan ketat dari mereka semua.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPIAN (TAMAT)
General FictionTidak ada yang namanya kesempatan kecil atau besar. Semua kesempatan itu sama saja dan semua tergantung dari diri kita masing - masing untuk mewujudkannya. Dan kesempatan untuk mencapai suatu tujuan, bukan hanya bagi mereka yang beruntung. Tapi juga...