BAGIAN 23 SEMANGAT NGANTI BONGKO

2.2K 71 27
                                    


"Piye cok.?" (Gimana cok.?) Tanyaku kepada Joko, yang wajahnya terlihat gelisah sekali.

"Iku kata – kataku cok, lapo koen gawe.? Huppp, iiihhhhh." (Itu kata – kataku cok, kenapa kamu pakai.? Huppp, iiihhh.) Protes Joko yang sedang duduk, lalu terlihat dia sangat gelisah sekali. Wajahnya seperti sedang menahan sesuatu dan dia sangat kebingungan.

"Kate neseng ta awakmu.?" (Mau buang air besar kah kamu.?) Tanyaku.

"Anu Lang, anu. Uhhhhhh." Jawabnya, lalu mengeluarkan hembusan nafas yang agak panjang.

DUTTT, DUTTT, DUTTT.

Kentutnya terdengar keras dan baunya langsung menyengat.

"Cok, kari ngomong iyo ae mbulet." (Tinggal ngomong iya aja berputar – putar.) Ucapku lalu berjalan kearahnya.

"Hehehe." Joko tertawa malu – malu.

Aku berjalan kebelakangnya, lalu aku membungkukkan tubuhku dan memegang kedua ketiaknya dari arah bawah. Aku angkat tubuhnya keatas dan Joko berdiri perlahan, dengan punggung yang bertumpu pada dadaku.

"Huuppp." Gumam Joko pelan sambil berdiri, lalu kami berdua jalan kearah kamar mandi.

Oh iya, pertempuran seminggu yang lalu digudang satu, mengakibatkan Joko cidera yang sangat parah sekali. Kedua lengannya patah dan wajahnya babak belur. Untung saja Pakde Irawan cepat membawanya ke tukang pijat yang sangat sakti. Kalau enggak, bisa saja Joko akan kehilangan kedua tangannya dan Joko pasti akan cacat seumur hidupnya.

Kedua tangan Joko masih bisa diperbaiki, tapi butuh waktu untuk bisa beraktifitas seperti biasa. Untuk saat ini, pergelangan tangannya masih terlihat bengkak dan sulit untuk digerakkan. Jadi segala aktifitasnya selalu aku bantu. Mulai menyuapi makan, memandikan, mengganti pakaian, sampai urusan buang air besar dan buang air kecil, aku yang membantu membersihkannya. Mba Denok juga sering datang kemari ketika sudah pulang kerja. Dia selalu memasakkan makan malam buat kami dan kalau ada Mba Denok, dia yang akan menyuapi makan Joko.

"Suwon Lang." (Terimakasih Lang.) Ucap Joko ketika aku baru selesai mencebokinya dan memakaian celananya.

"Ngomong suwon maneh, tak slentek endokmu." (Ngomong terimakasih lagi, kusentil bijimu.) Ucapku sambil membalikkan tubuhku dan keluar dari kamar mandi.

"Jiancok." Maki Joko lalu dia keluar dari kamar mandi juga.

Aku lalu menyalakan tv diruang tengah, setelah itu duduk dan Joko juga duduk disebelahku.

Aku mengambil rokokku dikantong belakang, lalu mengambilnya sebatang, setelah itu membakarnya. Aku lalu mengambil rokokku yang menyelip dibibir ini dan aku selipkan dibibir Joko. Aku mengambil sebatang lagi dan membakarnya untukku.

Joko menghisap dalam – dalam rokoknya, lalu dia mengambilnya dengan tangan yang sangat kaku sekali. Aku sengaja membiarkannya, agar Joko bisa melatih menggerakkan tangannya itu.

"Kate nangdi rencanamu isuk iki.?" (Mau kemana rencanamu pagi ini.?) Tanya Joko sambil melihat televisi yang menayangkan acara tentang pelajaran anak – anak SMP.

"Nang omae Bu Har, kate mbahas masalah duwe kosan." (Kerumahnya Bu Har, mau bahas masalah uang kosan.) Jawabku.

"Terus.?" Tanyanya lagi.

"Nang kampus, terus marani Satria." (Ke kampus, terus datangi Satria.) Jawabku.

"Ooo." Ucap Joko singkat.

"Lapo seh.?" (Kenapa sih.?) Tanyaku sambil melihat kearah Joko, yang berusaha mengangkat lengan kanannya untuk menghisap rokok dijemarinya.

"Ahhhh." Joko menyandarkan lengannya dipaha, sebelum rokok itu sampai dibibirnya.

IMPIAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang