Treng, teng, teng, teng.
Aku memacu kimba dengan kecepatan tinggi, selama perjalanan menuju ke Kota Pendidikan. Jalanan yang sangat sepi membuatku lebih mudah untuk mengendalikan kimba dan melaju dengan kencangnya.
Aku tidak perduli dengan angin malam dan hawa dingin yang mulai menyerangku. Aku sudah gak sabar untuk segera sampai ketempat tujuanku dan memastikan Mba Denok dalam keadaan baik – baik saja. Aku sudah meninggalkan sahabatku Joko Purnomo, di saat dia benar – benar membutuhkanku. Aku sangat berharap sekali, kepergianku malam ini membuahkan hasil yang sangat baik. Kalau tidak baik, bukan hanya Joko yang akan menggila. Aku juga akan benar – benar menggila dan aku akan membantai siapapun malam ini. Bajingaann.
Seharian ini emosiku seolah dipermainkan saja. Mulai dari kabar kematian kedua orang tua Joko, bertemu dengan Bapak dan dibawa kebawah alam sadarku. Bertemu dengan Pakde Sanjaya yang ternyata beliau sudah meninggal beberapa hari yang lalu, bertemu mahluk yang sangat misterius dikuburan, sampai segala petunjuk tentang Mba Denok, kematian Intan dan juga Mas Hendra. Seluruh emosiku sekarang mengerucut diatas kepala dan siap untuk diledakkan.
Hiuffttt, huuuu.
Aku terus memacu kimba dengan kencangnya dan tiba – tiba,
Trekk, tek, tek, tek.
"Cuukkkk." Makiku dengan jengkelnya dan laju kimba mulai melambat.
"Habis ya bensinnya.?" Tanya Pak Jarot dibelakangku.
"Iya Pak." Jawabku dan sekarang Kimba telah berhenti.
"Aku tadi kan sudah bilang waktu dikota sebelah, isi bensin dulu." Ucap Pak Jarot lalu beliau turun dari kimba. Akupun hanya meliriknya dan aku juga turun dari kimba.
Bajingann. Pakai acara kehabisan bensin lagi. Asuu, asuuu.
Akupun mulai mendorong kimba di jalan yang datar ini. Tidak jauh didepan sana, tampak pom bensin yang masih buka ditengah malam ini. Aku terus mendorong kimba dengan keringat yang mulai membasahi seluruh tubuhku, sedangkan Pak Jarot berjalan disebelahku sambil menghisap rokoknya. Bajingaann.
"Habis isi bensin, saya kekamar mandi dulu ya Pak." Ucapku kepada Pak Jarot, sambil mendorong kimba memasuki wilayah pom bensin.
"Untuk mempersingkat waktu, kamu kekamar mandi aja. Biar aku yang isi bensinnya." Ucap Pak Jarot sambil membuang batang rokoknya, ke arah jalan raya.
"Oh iya Pak." Ucapku dan Pak Jarot langsung mengambil alih mendorong kimba.
Aku pun langsung berjalan ke arah kamar mandi yang berada dibelakang area pom bensin ini.
Hiuuffttt, huuu.
Semoga saja kami tidak telat dan tidak terjadi apa – apa dengan Mba Denok.
Oh iya, Pak Jarot tadi sempat memberitahuku tempat biasa Pak Danang melakukan pesta bersama anak buahnya. Kami berdua berencana akan ketempat yang lokasinya masih lumayan agak jauh dari pom bensin ini dan tempat ini letaknya diperbatasan Kota Pendidikan.
Tapi ngomong – ngomong, kenapa perut ini pakai acara mules segala ya.? Padahal mulai siang sampai larut malam ini, perutku belum terisi makanan bahkan minuman. Hanya tadi pagi saja aku sempat makan nasi dan minum segelas kopi. Jadi kok bisa mules seperti ini ya.? Masa masuk angin sih.? Assuu.
Akupun masuk kedalam kamar mandi yang agak gelap, bau dan sangat kotor sekali ini. Perut yang terasa sangat mules, membuatku tidak menghiraukan kondisi kamar mandi yang sangat tidak layak ini.
Setelah menyelesaikan urusanku didalam ruangan yang pengap ini, aku langsung keluar dan bersiap mendatangi Pak Jarot di tempat pengisian bahan bakar.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPIAN (TAMAT)
General FictionTidak ada yang namanya kesempatan kecil atau besar. Semua kesempatan itu sama saja dan semua tergantung dari diri kita masing - masing untuk mewujudkannya. Dan kesempatan untuk mencapai suatu tujuan, bukan hanya bagi mereka yang beruntung. Tapi juga...