BAGIAN 16 CINTA YANG SEJATI

1.6K 46 3
                                    


Intan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Intan

"Kamu itu kenapa sih.?" Tanya Intan kepadaku dan aku hanya meliriknya sebentar, lalu mengaitkan kancing kemejaku lagi.

"Lang, sudah seminggu ini kamu mendiamkan aku dan kamu gak mau menjawab setiap aku mengajak ngobrol. Kamu itu kenapa.?" Tanya Intan lagi dan aku tetap diam.

Aku mengambil minyak rambut orang – aring milikku, lalu meneteskan ditelapak tanganku dan mengusapkannya dirambutku.

"Lang." Panggil Intan lagi dan aku tetap berkaca, sambil mengusap rambutku yang sudah tumbuh ini. Walaupun tidak panjang, aku tetap memberinya minyak rambut.

"Hiuufftt, huuu. Ternyata orang pintar itu, gak semuanya bijak. Percuma pintar, tapi melihat suatu permasalahan cuman dari kulitnya aja." Ucap Intan dengan sinisnya.

Akupun langsung melihat kearah Intan, dengan tatapan yang dingin kearah matanya. Intan membalas tatapanku dengan tatapan yang sangat marah, sambil melipatkan kedua tangannya didada.

"Aku bukan orang pintar, apalagi bijak." Ucapku dengan cueknya, lalu aku berjalan kearah tasku dan memakainya. Setelah itu aku berjalan kearah pintu kamarku.

"Berhenti dan kita bahas masalah ini sampai selesai." Ucap Intan dengan jengkelnya, ketika aku berjalan melewatinya.

"Apa yang mau dibahas.? Masalah cintaku.? Kamu dengar baik – baik ya. Jangan pernah bahas ini lagi, karena cintaku sudah mati dan terkubur dibagian hatiku yang terdalam." Ucapku sambil menoleh kearahnya dan wajah Intan langsung terlihat sedih, dengan mata yang berkaca – kaca.

Akupun langsung keluar kamar dan menutup pintu kamarku.

Aku tau Intan pasti ingin membahas masalah Gendhis, seperti selama seminggu kemarin. Tapi aku selalu mendiamkannya dan baru hari ini aku berbicara kepada Intan, itupun dengan nada yang gak enak banget.

Sebenarnya aku merasa bersalah sekali dengan Intan, karena aku melampiaskan kejengkelanku ini kepadanya. Tapi apa mau dikata, itu semua aku lakukan karena dia selalu menyebut nama Gendhis dan membuat telingaku sakit mendengarnya.

Aku sudah cukup sakit melihat Gendhis dimalam itu dan aku ingin melupakannya. Tapi Intan selalu saja mengingatkannya. Gila. Apa dia sengaja memancing kemarahanku.? Apa dia mau menguji aku.? kenapa dia ingin sekali aku jadian dengan Gendhis.? Apa dia tidak tau kalau Gendhis sudah berduaan dengan Dani.? Sudahlah, aku malas untuk membahasnya. Aku mau konsentrasi dengan Impianku saja.

"Koen iku lapo muring – muring ae.?" (Kamu itu kenapa marah – marah aja.?) Tanya Joko yang keluar kamar dan masih menggunakan celana kolor serta bertelanjang dada.

"Seng muring – muring sopo cok.?" (Yang yang marah – marah siapa cok.?) Tanyaku balik, sambil mengambil sepatuku dan mengenakannya.

"Lambemu mecucu ngono kok gak muring – muring. Jiancok." (Bibirmu maju begitu kok gak marah – marah. Jiancok.) Ucap Joko lalu dia membakar rokoknya.

IMPIAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang