BAGIAN 12 BONGKO (MAMPUS)

1.5K 47 2
                                    


Hari ini adalah hari kelima pelaksanaan ospek dikampus teknik kita, dan wajahku yang ganteng ini sudah gak berbentuk lagi. Pelipis kanan dan kiriku sobek, jidatku benjol, kelopak mataku biru, pipi kananku dan bibir bagian atasku bengkak. Betisku keras banget, pahaku rasanya ngilu, terus seluruh tubuhku rasanya remuk redam.

Hiuufftt, huuu.

Apa ini.? kok bisa seperti ini ya.? bongko sebongko – bongkonya aku.

Tiga hari pertama kami terus dihajar oleh panitia keamanan, hari keempat dikurangi kekerasannya, dan pagi tadi digenjot lagi. Gila.

Selama lima hari inipun, otak kami serasa dicuci dan kami cuman mendengarkan apa kata panitia. Tidak ada yang kami pikirkan selain ospek, ospek, dan ospek, walaupun ada sih sedikit pikiranku tentang wanita – wanita yang berada dilingkaranku. Gak lama gila aku ini.

"Cukimai." Gerutu Bung Toni disebelahku, sambil memegang pipinya yang bengkak.

"Anjing." Wawan juga menggerutu sambil menutupi wajahnya yang lebih bonyok dari pada wajahku.

Mereka berdua ini tadi pagi dihajar sampai tertidur dijalanan. Bung Toni dihajar Bang Ramos dan Wawan dihabisi Bli Oka. Aku tidak tau kenapa mereka itu diberlakukan lebih special daripada seluruh peserta ospek, termasuk aku. Bung Toni, Wawan, terus ditambah Rendi dan Bendu, dihajar lebih gila dari pada kami semua.

Kenapa bisa begitu ya.? aku yang dihajar seperti ini aja, sakitnya luar biasa. Apalagi mereka berempat.? Apa gak lebih menyakitkan.? Tapi walaupun mereka berempat dihajar bertubi – tubi, mereka tetap lebih kuat dari pada kami semua. Fisik mereka seperti tidak ada lelahnya, menerima hantaman demi hantaman dari para panitia keamanan. Terutama Rendi si bule. Fisiknya sangat gila bule satu itu. Setiap pagi selalu dapat sarapan kepalan tangan dari Mas Pandu, makan siang dengan tendangan kaki Mas Pandu, dan diakhiri makanan penutup sore hari, dengan pukulan dan injakan dari Mas Pandu. Huuu.

Sekali lagi pertanyaanku, kenapa mereka berempat diberlakukan special seperti itu.? apa mereka ingin dijadikan keluarga besar pondok merah, seperti ucapan Intan waktu itu.? harusnya kalau mau dijadikan keluarga besar, mereka dirangkul dan disayang. Bukannya dihadiahi dengan kepalan tangan terus menerus. Untungnya aku menolak ditawari kos dipondok merah. Kalau aku menerimanya, mungkin nasibku sama seperti mereka berempat, atau malah lebih menyedihkan lagi.

"Kenapa kita dihajar terus ya Bung.?" Tanya Wawan yang ikut – ikutan aku memanggil Toni dengan sebutan Bung Toni.

Bung Toni hanya menggeleng pelan sambil menatap lurus kedepan.

"ngehe." Maki Wawan.

Oh ya, kami bertiga sekarang beristirahat sejenak setelah makan siang. Kami bertiga beristirahat dibelakang aula utama, bersama puluhan maba lain yang duduknya agak jauh dari kami.

"Sudahlah, dinikmatin aja." Ucapku menenangkan mereka berdua.

"Anjing. Dari kemarin loe bilang dinikmatin aja, apanya yang dinikmatin.? Ngewe tu dinikmatin, dihajar kok dinikmatin." Ucap Wawan dengan kesalnya.

Kurang ajar jawabnya Wawan ini, dia belum tau rasanya habis enak – enak terus dihantam sama panitia keamanan. Hehe.

"Eh Lang, loe udah mandi belum.?" Tiba – tiba Wawan bertanya kepadaku, sambil melihat kearahku.

"Kenapa.? Kok kamu perhatian sama aku sih.? Kamu suka sama aku ya.?" tanyaku dengan cueknya.

"Cuih. Najis." Ucap Wawan sambil meludah dan memalingkan wajahnya, melihat kearah yang lain.

"Ko sudah gilakah Lang.?" Tanya Bung Toni yang mendengar pertanyaanku ke Wawan barusan.

"kamu cemburu Bung.?" Tanyaku ke Bung Toni.

IMPIAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang