BAGIAN 35 MENGURANGI ATAU MENAMBAH MASALAH.?

2.3K 74 18
                                    


"Mau kemana kamu Rah.?" Tanyaku kepada Sarah.

"Mau balik ke kotaku Lang." Jawab Sarah yang langsung mengejutkanku.

"Kok baru sekarang kamu ngomong, kalau mau balik ke kotamu.?" Tanyaku dengan nada suara yang agak panik.

"Aku tadi sore kekosanmu, tapi gak ada orang." Jawab Sarah sambil melihat kearah yang lain.

"Ya, ya, ya memang gak ada orang. Tapi kenapa mendadak seperti ini.?" Tanyaku lagi dengan terbata.

"Aku sudah wisuda Lang, jadi buat apa lagi aku di kota ini.? Aku juga gak mau terlalu lama menjadi bebanmu." Jawab Sarah dengan mata yang berkaca – kaca dan tetap tidak melihat kearahku.

Cuukkk. Memang selama ini aku selalu memberi uang kepada Sarah, setiap akhir pekan. Sudah beberapa bulan ini aku memberinya, tepatnya setelah kejadian di diskotik waktu itu. Tapi bagiku itu bukan sebagai beban dan aku tidak pernah mengharap dia mengembalikan pemberianku itu. Aku ikhlas membantu, karena memang dia sangat membutuhkannya. Arrgghhhh.

"Rah, aku sudah bilang berkali – kali sama kamu, kalau kamu itu tidak pernah kuanggap sebagai bebanku. Jadi kenapa kamu ngomong seperti itu terus.?" Tanyaku dengan nada yang agak meninggi.

"Bagimu mungkin aku ini bukan bebanmu, tapi bagiku.? Aku punya perasaan Lang, aku punya perasaan." Ucap Sarah sambil melihat kearahku dan menatap kearah mataku.

"Kita tidak punya hubungan darah atau ikatan apapun, tapi kamu terus membantuku Lang." Ucap Sarah lagi dan perlahan tetesan air matanya mulai turun membasahi pipinya.

"Apa membantu orang lain itu harus mempunyai hubungan atau ikatan tertentu.?" Tanyaku dengan suara yang pelan.

"Terus aku harus bagaimana.? Apa aku tetap tinggal di kota ini dan berdiam diri sambil menikmati semua pemberianmu.? Ayolah Lang, pikirkan perasaanku juga." Ucap Sarah dengan suara yang bergetar dan aku hanya menatapnya saja.

"Tolong biarkan aku pergi Lang." Ucap Sarah lagi, lalu perlahan dia menundukan kepalanya. Sempat terlihat kesedihan yang mendalam ditatapan matanya, sebelum menunduk tadi.

"Aku tidak punya niat, apalagi hak untuk menghalangi kepergianmu Rah. Tapi sebelum kamu pergi, aku hanya ingin kamu pamit kepadaku, itu saja. Cukup sudah satu orang saja yang pergi dari hidupku tanpa pamit." Ucapku dan Sarah langsung mengangkat wajahnya pelan dan menatapku lagi.

"Bukannya aku tidak mau pamit denganmu Lang, bukan. Tapi jujur aku malu untuk menemuimu, setelah semua yang kamu lakukan kepadaku. Selain malu, aku takut ketika aku menemui kamu, aku justru mengurungkan niatku untuk pergi." Ucap Sarah dan wajahnya semakin terlihat sangat sedih.

"Kenapa.?" Tanyaku.

Sarah tidak menjawab pertanyaanku, tapi dia langsung memeluk tubuhku dengan erat dan menangis didadaku.

"Hiks, hiks, hiks." Sarah menangis sesenggukan dan aku langsung membalas pelukan wanita ini.

Pelukannya sangat erat dan aku langsung membelai rambut belakangnya.

Pelukan Sarah terasa sangat berbeda dan langsung menggetarkan hatiku. Rasa sedih dan rasa takut kehilangan, menyatu dipelukannya. Cinta, sayang, rindu, marah dan benci, juga ikut terasa didalam pelukan ini. Rasa cinta yang tak terucap, sayang yang terpendam, rindu yang terbelenggu, marah yang tersimpan dan benci karena situasi.

Aku merasakan semua itu didalam pelukan Sarah dan jujur didalam hatikupun sama seperti itu.

Cuukkk. Aku menyayangi wanita ini. Aku tidak ingin dia meninggalkan aku secepat ini dan aku ingin dia lebih lama lagi disini. Tapi apa bisa seperti itu.? Apa hakku untuk melarangnya pergi.? Kalaupun seandainya dia mau tetap berada dikota ini, apa aku bisa menjamin kalau cintaku seutuhnya hanya untuk dirinya.? Apa aku benar - benar tidak akan membagi cintaku kepada wanita – wanita yang lain.? Gendhis dan Ratna. Arrggghhh.

IMPIAN (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang