"Piye cok.?" (Gimana cok.?) Tanya Joko sambil berjalan dan memegang gitar yang talinya dikalungkan dipundaknya.
"Ojo emboh jawabanmu tel. Ta tapok cangkemu koen engko." (Jangan gak tau jawabanmu. Kutampar mulutmu nanti.) Ucap Joko lagi, ketika aku akan menjawab pertanyaannya.
"Assuuig." (Anjingg.) Gerutuku, lalu aku menghisap rokokku.
"Musuh kita itu berat, jadi jangan dianggap remeh." Ucap Joko dengan nada yang sangat serius sekali. Dan kalau dia sudah memakai bahasa negeri ini, berarti dia lagi gak bercanda.
"Iya aku mengerti. Musuh kita itu pasti sangat kuat, jadi kita harus waspada dan mencari siapa dalang dari semua ini." Jawabku.
"Ya itu dia. Biasanya kita bisa mendeteksi kalau ada hal – hal ghaib yang akan mengganggu disekitar kita. Tapi ini sama sekali tidak bisa dan kita buta dengan kekuatan lawan kita." Sahut Joko dan aku hanya menghisap rokokku, sambil menatap kearah jalan dihadapanku.
"Waktu kamu masuk kedalam kamarmu dua hari yang lalu, terus tiba – tiba Intan keluar dengan terpaksa, aku sudah curiga kalau mahluk bermata putih yang menjelma menjadi Intan itu, akan menyakiti dirimu. Mahluk itu kuat dan hebat cok. Buktinya Kamu gak sadar tiba – tiba Intan terusir dari hadapanmu."
"Kamu gak sadar dan kamu bisa terbunuh waktu itu. Dan yang lebih gila, mahluk sejenis Intan saja, sempat tidak bisa menembus pintu kamarmu. Dia sampai mengeluarkan semua tenaganya, untuk masuk kedalam kamar. Itupun karena nyawamu sedang terancam "
"Apa gak luar biasa musuh kita ini.?" Tanya Joko, mengakhiri ucapannya yang panjang tadi.
"Kamu yakin kalau mahluk bermata putih itu, mahluk lain yang menjelma sebagai Intan.?" Tanyaku ke Joko.
"Maksudmu.?" Joko bertanya balik dengan herannya.
"Kalau menurutku, Intan itu mempunyai dua jiwa yang berbeda didalam tubuhnya. Satu jiwa aslinya yang sangat baik, dan satu jiwa lainnya yang jahat karena kematiannya yang tidak wajar." Ucapku.
"Mungkin saja jiwa jahatnya lahir, ketika dia tersakiti karena kematiannya itu." Ucapku lagi.
"Kamu yakin.?" Tanya Joko.
"Gak tau, karena buta dengan semua ini." Jawabku.
"Cok. susah kalau begini. Kelihatannya kita harus balik kedesa dan melakukan ritual di sumber mata air desa kita." Ucap Joko lagi dan aku langsung melihat kearahnya.
"Jangan cok, gak perlu kita melakukan itu. Mahluk bermata putih yang menyerangku memang kuat, tapi kita harus segera menemukan siapa dalang dibalik kematian Intan. Mahluk bermata putih itu pasti akan hilang dengan sendirinya, kalau dalangnya kita temukan dan kita bantai terlebih dahulu."Jawabku.
"Iya kalau dalangnya itu lemah, kalau lebih hebat bagaimana.? Bisa mati konyol kita cok.?" Ucap Joko dengan nada yang terdengar ngotot.
"Sebaiknya kita melakukan ritual dulu didesa kita, setelah itu baru kita mencari para bajingan itu. Aku yakin dengan kekuatan yang kita miliki setelah melakukan ritual, kita akan dengan mudah menemukan mereka dan menghancurkan mereka sampai ke akarnya. Kita hancurkan semuanya, termasuk mahluk dari alam ghaib yang mungkin saja membantu mereka." Ucap Joko dengan emosi yang tertahan.
"Mereka sudah berani mengganggu orang Desa Sumber Banyu, padahal kita tidak pernah mengusik siapapun yang ada disini. Mereka sudah berurusan dengan orang yang salah." Ucap Joko lagi.
"Sabar cok, sabar. Ritual itu gak mudah dan taruhannya nyawa kita." Ucapku menenangkan Joko.
"Terus kita harus menunggu sampai kapan.? Sampai kamu yang menjadi korban.?" Ucap Joko sambil menghentikan langkahnya dan aku juga menghentikan langkahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPIAN (TAMAT)
General FictionTidak ada yang namanya kesempatan kecil atau besar. Semua kesempatan itu sama saja dan semua tergantung dari diri kita masing - masing untuk mewujudkannya. Dan kesempatan untuk mencapai suatu tujuan, bukan hanya bagi mereka yang beruntung. Tapi juga...