Balresta Amalia. Gadis albino bermata biru itu berjongkok di depan makam kedua orangtuanya. Matanya sangat merah dengan derai air mata yang tak kunjung habis.
“ Udah, Re, ayo balik. Lo gak boleh terus sedih gini, tar Papa Mama lo sedih disana. ” Leo berjongkok di sebelah sepupunya, mengelus punggung kecilnya lembut. Ia ikut merasa tertekan melihat adik sepupu kesayangannya sedih karena kedua orang tuanya baru saja meninggal karena kecelakaan pesawat.
Rere mengerutkan bibirnya tak berbicara. Ia sedikit menoleh pada Leo dan tidak bisa lagi menahan isakan. “ Hiks hiks huuu Kak Leo hiks Papa Mama Rere hiks hiks huuu... ” isaknya membuat Leo semakin tertekan.
Leo menarik tubuh mungil Rere ke dalam pelukannya, menepuk-nepuk punggungnya nyaman dan lembut seolah takut menyakiti gadis itu. “ Ssttt... Udah ya Re, lo kan kuat. Lo harus tetep senyum biar Papa Mama seneng disana. ” hiburnya tanpa henti.
“ Hiks hiks huu tapi Kak hiks kenapa Rere nggak pergi sama Papa sama Mama aja hiks... ” tanyanya dengan putus asa.
Leo mengencangkan tinjunya, ia memeluk Rere semakin erat seolah tidak akan pernah mau melepaskannya. “ Sstt... Udah dong Re nangisnya. Abis ini kan Rere bakal tinggal sama Kakak di rumah Om sama Tante, jadi Rere nggak bakal sendiri nanti. Jangan mikir gitu lagi ya? ” bujuknya selembut yang ia bisa.
Tangis Rere secara bertahap mereda menyisakan cegukan kecil. “ Hik beneran, Kak? ” tanyanya dengan mata berbinar penuh harapan.
Leo mengangguk, “ Iya, ”
“ Sekarang pulang ya? ” ajak Leo untuk ke sekian kalinya.
Rere menatap Leo, mengangguk patuh. Ia berdiri dibantu Leo dan dipapah menuju mobil. Bukannya Rere Manja, tapi kakinya memang mati rasa karena terlalu lama berjongkok.
Pertama-tama Leo membawa Rere ke rumah sakit. Tak menunggu protes gadis itu ia langsung menggendongnya di belakang punggungnya dan masuk ke dalam.
Saat diperiksa hingga selesai pun Leo memelototi Rere, melarangnya bicara maupun protes membuat gadis itu jadi kesal dan bosan sendiri.
“ Lo besok masuk ke sekolah yang sama kayak gue. ” ucap Leo begitu mereka memasuki mobil. Lebih tepatnya setelah ia duduk di belakang kemudi.
Rere mengernyit, “ Terus sekolah gue yang dulu gimana? Masa pindah gitu aja? ”
Leo mengedikkan bahu, “ Ya mau gimana lagi? Emang lo mau tinggal di Amsterdam sendiri? Gue sih bakal ngelarang lo. ” jawabnya penuh ancaman dalam nada suaranya.
Rere melihat kekhawatiran di mata Leo dan tidak bisa tidak merasa hangat di hatinya. Ini adalah momen lain yang paling ia sukai saat bersama kakak sepupunya ini. Ia berkedip, mengangguk, “ Oke. ”
Mobil melaju keluar dari rumah sakit dengan kecepatan konstan.
Leo merogoh-rogoh sakunya dan mengeluarkan lima buah permen yupi. “ Nih, lo makan aja biar gak sepet tu mulut. ” ia menyodorkannya di depan Rere.
Rere mengambilnya, menyisakan satu. “ Empat aja cukup, lo juga makan. ” ucapnya lembut.
“ Gue lagi nyetir. ” ucap Leo tanpa memalingkan wajahnya seolah benar-benar fokus ke jalan di depan.
Rere mendengus geli, “ Bilang aja lo pengen gue suapin. ” ejeknya. Ia mengambil permen di tangan Leo, membukanya lalu memasukkan ke dalam mulut pria di sampingnya.
Leo mengunyah permen tanpa berkomentar.
Rere juga tidak berbicara lagi. Ia mengambil potret cetak keluarganya dan mendesah berat. Padahal Rere baru aja pergi dari makam kalian, kenapa sekarang udah kangen lagi, sih? Pa, Ma, bahagia ya disana, tunggu Rere...
KAMU SEDANG MEMBACA
BALRESTA ✔
RomanceKehidupannya sejak masih kecil hingga kedua orangtuanya meninggal selalu tanpa kasih sayang keluarga. Hanya Reno, teman masa kecil dan pacarnya yang membuatnya mampu bertahan. Tapi sayangnya Reno harus pergi ke tempat yang jauh, jauh sebelum kedua o...