Halo, Reno

4.7K 92 5
                                    

Ferro memperbaiki letak tas gunung di bahunya berjalan keluar bandara. Rere berjalan di sampingnya nyaris tanpa barang bawaan, hanya tas kecil untuk tempat uang dan ponsel.

“ Tuan muda. Nona muda. ” sosok pria asing menghampiri keduanya dengan seragam sopir.

Ferro mengangguk dengan anggun.

Pria asing itu bertambah hormat, membungkukkan tubuh, “ Mari saya antar ke mobil. ” dia maju mengambil tas dari bahu Ferro lalu berjalan ke tempat mobil terparkir.

“ Tenang, Re, jangan gelisah, oke? ” Ferro membantu Rere memakai sabuk pengaman sambil mengucapkan kalimat penenang.

Rere melirik ke atas lantas mengangguk. Selalu saja seperti ini. Setiap dia akan mengunjungi makam Reno dia tidak akan merasa tenang. Kalau dulu mungkin dia bisa datang setiap hari sehingga tidak terlalu gelisah, tapi sejak pindah ke Indonesia dia sudah tiga bulan tidak datang membuatnya takut Reno akan marah. Terutama Rere masih memilah-milah kata yang tepat untuk membicarakan tentang dia yang memiliki partner ranjang pada Reno nanti.

Mobil berhenti di depan vila mewah satu jam kemudian. Rere menatap bangunan yang dikenalnya kemudian turun. Ferro juga turun dan berjalan mengikutinya.

Ini adalah tempat tinggal Rere saat masih disini. Vila ini tidak dijual jadi sertifikat hak milik dipegang oleh pengacara keluarganya yang baru bisa ia ambil kembali setelah usia dewasa.

Ferro menginstruksikan sopir menaruh tas di atas sofa lalu mengusirnya. Rere hanya melirik sekilas tanpa minat, terus menaiki tangga ke lantai atas tempat kamarnya berada. Bagi Ferro yang sudah hafal tata letak vila langsung ke kamar tamu yang sebelumnya ia tempati bersama Reno untuk menemani Rere yang sendirian lantaran kedua orang tuanya sibuk bekerja.

“ Hmm... ” Ferro menghirup aroma kamar yang masih beraroma eukalyptus seperti terakhir kali datang. Aroma yang sering tercium dari adik semata wayangnya.

Ferro menghirup napas panjang lalu membuangnya perlahan. Ia menormalkan emosi di hatinya lalu masuk dengan mata merah. Padahal udah dua taun sejak kepergian lo, tapi kenapa masih sesek aja, ya? Gumamnya dalam hati.

Mencium aroma sang adik yang dirindukan membuat dia ingat momen kebersamaan mereka bertiga. Hahh... Gue kangen banget sama lo, Ren.

☆☆☆

Rere memasuki aula leluhur keluarga Ferro dan Reno di bawah pengawasan Mama mereka, Tante Ara. Ia menatap foto pria itu penuh kerinduan dan banyak kata-kata di hatinya ingin ia curahkan.

Ferro mengajak sang Mama ke tempat lain membiarkannya berdua dengan kekasihnya tanpa ada yang menginterupsi kebersamaan mereka.

“ Halo, Reno. ” sapanya sambil tersenyum penuh kasih sayang di matanya. “ Kangen ya sama aku? Aku juga kangen banget sama kamu. ” Ia berhenti menatap foto, menunduk menatap lantai marmer, “ Ren, sekarang aku masih sendirian dan sampai seterusnya akan terus begitu karena Papa sama Mama udah pergi. Aku juga pindah ke Indonesia jadi bakal jarang ngunjungin kamu, maaf, ya? ” Rere menjukurkan lidahnya membasahi bibir, “ Selama di Indonesia aku ketemu banyak orang, tapi yang paling berkesan keluarga adik Papa sama Vino. Kamu jangan marah dulu ya, Vino itu bukan siapa-siapa buat aku, dia cuma sebatas temen ranjang. Yah, aku udah nggak perawan, Ren, kamu marah, ya? Maafin aku ya, lagipula meskipun bukan Vino nanti akan ada orang lain yang ngambil ngegantiin kamu karena kamu udah pergi duluan ninggalin aku. ”

“ Aku kangen sama kamu, Ren. Kangennn banget. Bahkan saat aku lagi tidur sama Vino, aku selalu nggak nyaman karena yang sama aku di ranjang bukan kamu. ” Rere menutup matanya mencegah air matanya menetes, “ Kalo pun kita nggak bisa ngelakuin itu di dunia nyata kamu mau nggak datang ke mimpiku? Ah, gausa didengerin, aku ngelantur, nih haha. Udah segitu dulu ya, Ren, sampai ketemu lagi! ” Rere tertawa kecil kemudian berbalik meninggalkan aula leluhur.

Dia mendatangi Ferro dan Tante Ara di taman belakang dimana mereka biasa menunggu dirinya selesai mencurahkan segalanya pada Reno.

“ Udah sayang? Sini minum teh sama Mama, lama banget kita nggak kayak gini. ” Tante Ara mengulurkan tangan menyambut Rere.

Rere mengangguk, menerima uluran tangan Tante Ara lalu duduk di kursi depannya. Dua wanita berbeda umur berbincang dengan hangat membuat Ferro enggan mengganggu keharmonisannya. Dia bangkit dari bangku.

“ Ferro ke kamar, Ma, Re. ”

Tante Ara mengangguk. Rere juga setuju dengan mudah. Mereka kembali membicarakan segalanya bersama tidak peduli kalau matahari perlahan naik.

☆☆☆

Wajah Vino gelap. Sejak kemarin dia sudah tidak baik-baik saja terutama karena Rere tidak datang ke apartemen malam itu. Dan pagi ini guru memberitahu kalau wanita itu sedang ada urusan keluarga hingga tiga hari ke depan.

Awas aja kalo balik gue bikin gak bisa bangun biar nggak masuk sekolah lagi. Batinnya penuh kebencian.

Karena keadaan ini juga Vino terpaksa kembali menyewa jalang untuk memuaskan nafsu binatangnya yang menggila. Ia bahkan tak segan memukul atau mencubit puting jalang yang ia tunggangi dengan wajah menyeramkan, tidak terlihat bergairah sama sekali.

PLAKK! PLAKK!

“ JEPIT YANG BENER JALANG! LONGGAR AMAT, UDAH DIMASUKIN BERAPA KONTOL LO?! ” geramnya tak terkendali memukul pantat bulat wanita di bawahnya. Penis besarnya keluar masuk dengan gila mencari kepuasan dari lubang yang ia singgahi.

“ Eugh enghh ahh ahh tuanhh argh sakithh tuanhh... ” wanita di bawahnya mengerang karena rasa sakit dan nikmat menghantamnya di saat bersamaan semakin membakar gairahnya.

“ Udah bisa ngeluh ya, lo, apa kurang kontol gue? Mau berapa kontol lo? ” tanyanya marah.

Wanita itu menggeleng panik, “ Bukan... Ah tidakhh... Kontol tuan saja sudah cukup uhh ah ahhh... ” erangannya tak tertahan.

“ Bagus. ” puji Vino dengan dingin terus menghujam lubang bunganya yang banjir lebih ganas.

Wanita itu mencengkeram seprai di bawah tubuhnya hingga kusut, erangannya lebih keras, “ ARGGHH AH TUAN AHH AHHH KELUAR NGGHH AGHH... ” vaginanya menyemprot keluar cairan hangat dan lengket membanjiri seprai menetes ke lantai.

Vino belum keluar. Dia tidak melihat ekspresi lelah wanita itu, membalik tubuhnya sedikit miring tanpa melepas penisnya lalu menghujamnya menginginkan pelepasan.

Wanita di bawahnya sudah sangat lelah tapi tetap terus mengerang dengan lantang. Vino tidak menahan dirinya menghancurkan lubang yang sudah sangat bengkak. Memang tidak terlalu rapat karena lama disetubuhi olehnya tapi dia masih membutuhkan pelepasan agar lebih nyaman.

Gerakan keluar masuk penisnya semakin cepat disertai suara tabrakan yang intens. Meski tidak menambah api gairah, itu masih bisa membuatnya menanti pelepasan agar cepat datang karena ia ingin segera membuang jalang di bawah tubuhnya keluar apartemen karena jijik.

“ Gue keluar jalang! ” Vino meraung menyemprotkan jutaan benih di seprai. Mana mau dia meninggalkan benih dalam tubuh wanita yanf akan sering dimasuki dan diisi sperma selain miliknya. Cih, menjijikkan!

Vino mengambil tisu membersihkan sisa cairan di penisnya lalu memakai boxer. Ia merogoh cek, menulis nominal harga lalu ia lempar pada wanita itu.

“ Pergi. ” tanpa perlu disuruh dua kali wanita itu bergegas memunguti pakaiannya dan keluar dengan gemetaran. Kakinya lemas karena takut pada tatapan kejam remaja yang bahkan lebih muda dua tahun darinya membuatnya agak tidak bisa dipercaya. Wanita itu menghela napas kemudian memakai bajunya tanpa membersihkan dan pergi.

Vino mengumpulkan seprai, melemparnya ke keranjang cucian. Setelah beres ia pergi mandi air dingin. Oke, calm down, besok Rere udah balik jadi lo bisa muasin hasrat dan amarah lo besok, Vino... Gumamnya dalam hati menenangkan pikirannya.

Ya. Besok dia akan mengajari Rere bagaimana menjadi teman ranjang yang baik dan bisa memuaskan pria. Bibirnya menyeringai menunggu seperti apa ekspresi Rere besok.

.

.

.

To be continued

BALRESTA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang