Rere duduk di depan meja bartender dengan segelas anggur di tangannya. Ini sudah ke lima belas kalinya ia meminum anggur. Malam ini ia memutuskan diam-diam pergi ke bar ketika Ferro harus ke Amerika untuk melakukan rapat dengan petinggi perusahaan. Sejak permintaan pindah kelasnya yang tidak terpenuhi dengan alasan sebentar lagi lulus oleh pihak sekolah, dia sering mengambil cuti dan pergi menemani Ferro ke perusahaan dengan status adik. Kadang saat di perusahaan ia bisa mengobrol bersama tunangan Ferro, Aletta. Aletta adalah wanita lembut dan terbuka pada siapa saja membuatnya sangat nyaman bercerita padanya. Aletta juga tidak cemburu akan kedekatannya bersama Ferro karena Ferro sudah menjelaskan sejak awal agar tidak terjadi salah paham.
“ Permisi nona, apa saya bisa duduk disini? ” seorang pria dengan kemeja dan jas menunjuk kursi di sampingnya. Rere meliriknya sekilas, tak menanggapi.
Arthur melihatnya tidak peduli pada dirinya sendiri membuatnya semakin tertarik pada wanita di depannya. Dia duduk di sampingnya seolah sudah diperbolehkan.
“ Vodka satu. ” ucapnya pada bartender sebelum memiringkan tubuhnya menghadap Rere.
“ Kamu masih SMA? Apa kamu kesini sendiri? Perkenalkan nama saya Arthur Fedelian, nama kamu siapa? ” tanyanya beruntun tak membiarkan Rere membantah.
Rere menatapnya bingung, dia sudah sangat pusing dan tak bisa memikirkan yang berat-berat. Menopang dagunya di atas telapak tangannya.
“ Pake lo gue aja... ” gumam Rere dengan mata membuka dan menutup karena pusing. “ Hmm gue Balresta Amalia, panggil gue... Rere. ” ia merasa kepalanya semakin berat tidak bisa ditopang lagi dan...
BRUKKK
☆☆☆
“ Enghhh... ” Rere meringis merasakan kepalanya berdenyut kesakitan. Kelopak matanya perlahan terbuka lalu menutup kembali karena cahaya terang menerpanya.
Setelah membiasakan matanya, Rere beranjak duduk melihat seluruh ruangan. Ini bukan kamarnya. Tentu saja juga bukan hotel tapi seperti kamar seorang pria elegan. Interiornya hitam dan putih yang tidak memberikan perasaan suram dan kesepian, melainkan perasaan elegan dan mewah seperti kerajaan di zaman kuno.
“ Sudah bangun? ” pria tinggi dengan kemeja putih dan celana kain hitam masuk membawa nampan. Aura yang dipancarkan tidak sombong seperti putra bangsawan tapi sehangat matahari.
Rere memiringkan kepalanya mengingat apakah dia mengenal pria ini. “ Hmm... Lo... ”
“ Arthur Fedelian. Panggil aku Arthur. ” sambungnya meletakkan nampan di nakas dan menyerahkan semangkuk sup pereda mabuk. “ Minum biar kepala kamu nggak terlalu pusing lagi. ”
Rere mengangguk, dengan patuh menerima mangkuk dan menenggak sampai habis. Ia menurunkan mangkuk, memunduk menatap mangkuk kosong dengan malu, “ Makasih. Lo... Kamu bisa manggil aku Rere. ”
Arthur mengangguk. “ Aku tahu. Lapar? ” tanyanya.
Rere mengangguk malu, pipinya merah, “ Sedikit. ” cicitnya.
Arthur mengangguk. “ Aku nggak bisa masak jadi aku minta asisten belikan makanan dulu. Kamu bisa mandi sambil menunggu makanan tiba. ” ia mengeluarkan ponselnya dan menelpon di balkon.
Rere menatap punggunhnya diam-diam. Dia takjub karena baru kali ini ada pria yang tidak tertarik ketika melihat daging empuk di depannya, terutama saat ini dia masih bangun tidur dengan baju berantakan. Gaun malamnya yang sudah pendek setengah paha naik hingga celana dalam rendanya terlihat, kerah gaun juga terbuka menampilkan setengah dari payudaranya. Dia tidak mungkin gay, kan? Jika ya, maka akan sayang sekali pria setampan dan seperhatian itu tidak bisa mencicipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BALRESTA ✔
RomansaKehidupannya sejak masih kecil hingga kedua orangtuanya meninggal selalu tanpa kasih sayang keluarga. Hanya Reno, teman masa kecil dan pacarnya yang membuatnya mampu bertahan. Tapi sayangnya Reno harus pergi ke tempat yang jauh, jauh sebelum kedua o...