Halo, readers... Maaf ya karena updatenya sangat-sangat telat, abisnya author lagi nggak mood nerusin ceritanya. Bukan ini aja yang berhenti, empat lainnya juga yang seri. Buat yang baca ‹My Daisy› itu memang update sesuai jadwal soalnya partnya tinggal dipublish. Sekali lagi maaf, ya...
.............................
Rere mengambil beberapa ikat sayuran, paprika, dan bahan masak lainnya ke troli yang didorong Vino. Kakinya masih sedikit tidak stabil tapi ia masih bersemangat mengambil berbagai jenis bahan makanan di jajaran rak. Vino dengan sabar mendorong troli di belakangnya.
Setelah troli terisi tiga per empatnya barulah Rere berhenti mencomot barang di rak. Rere menoleh menghitung isi troli, “ Segini cukup buat sebulan, kan... Harusnya cukup. ” ia mengangguk menjawab gumamannya sendiri. Rere menjentikkan jarinya, “ Oke, ayo ke kasir! ”
“ Buat apa lo beli kondom sekotak? ” Rere memandang sekotak kondom di kantong brlanja yang dipegangnya lalu mendongak ke arah Vino.
Vino menyeringai, “ Buat persediaan seminggu ke depan. ” ucapnya tanpa malu.
Mata Rere melebar tak percaya. Bibir mungilnya terbuka dan menutup beberapa kali tapi tak sepatah kata pun keluar. Gue sendiri yang bilang tadi. Desah Rere kesal pada dirinya sendiri. Dia tidak menyesal tapi sedikit kesal karena berbicara tanpa berpikir seperti tadi terutama ketika dia sedang di tengah gairah.
Rere menghela napas, “ Serah, deh. ” ia memasukkan kantong belanja ke kursi tengah lalu duduk di kopilot.
Vino juga masuk mobil, menyalakan mesin dan melaju ke jalan raya yang penuh alat transportasi. Rere memandang keluar jendela. “ Lulus SMA lo mau kemana? ” tanyanya memecah keheningan.
Vino menjawab tanpa menoleh, “ Ke UI, jurusan keuangan, lo? ”
“ Gue? ” Rere merenung, “ Gue mau balik ke Amsterdam ngelanjutin kuliah disana sekaligus ngambil alih perusahaan dari Om Edward, tangan kanan Papa. ”
CKIITTTT
Mobil berhenti mendadak mengeluarkan suara decitan memekakkan telinga. Rere tersentak ke depan nyaris membentur kaca mobil jika tidak dihalangi oleh sabuk pengaman. Suhu jatuh ke titik beku pada detik berikutnya.
“ VINO! Lo kalo mau mati jangan ajak-ajak gue, dong! Untung daerah sini sepi, coba ada kendaraan lain kan bisa-bisa ada korban tabrakan! ” Rere menatap Vino tajam.
Vino tak bergeming terhadap omelannya. Telunjuknya mengetuk kemudi. “ Lo bilang apa tadi? Balik ke Amsterdam? ” mata elangnya menatap Rere tajam mengintimidasi.
Bibir Rere terkatup tak bisa berkata-kata. Merasakan suhu rendah di mobil menguatkan firasatnya jika sesuatu yang buruk akan terjadi di saat berikutnya jika ia menjawab Vino.
Vino menatap Rere yang tidak menjawab, suhu di sekitarnya menjadi lebih dingin dari biasanya. “ Lepas. ” ucapnya pelan.
Rere menatap Vino bingung. Ia memiringkan kepalanya, “ Apa? Apanya yang dilepas? Ngomong yang jelas. ”
“ Heh. ” ujung bibirnya melengkung mengejek. “ Lepas baju lo sampe nggak ada satu helai pun di badan lo. ”
Rere tercengang. “ Lo becanda kan? ” melihat tatapan serius Vino mau tak mau punggungnya terasa dingin seolah tengah ditatap binatang buas.
“ Lo liat gue becanda? ” suara Vino tanpa suhu sampai ke telinganya.
Rere tidak bergerak. Matanya tanpa sadar melirik pintu tapi sayangnya terkunci. Ia menggigit bibir bawahnya. Ragu-ragu tangannya mulai menarik resleting blousnya dan melucutinya perlahan hingga benar-benar telanjang tanpa sehelai kain pun.
KAMU SEDANG MEMBACA
BALRESTA ✔
RomansaKehidupannya sejak masih kecil hingga kedua orangtuanya meninggal selalu tanpa kasih sayang keluarga. Hanya Reno, teman masa kecil dan pacarnya yang membuatnya mampu bertahan. Tapi sayangnya Reno harus pergi ke tempat yang jauh, jauh sebelum kedua o...