Dapur(1)

2.6K 60 2
                                    

Masih inget gak sih sama cerita ini?

.............................

Arthur melihat siluet tubuh Rere dari pintu dapur. Dengan mengendap-endap ia mendekati cewek itu. Setelah tiba di belakangnya, lengannya perlahan melingkari pinggang kecilnya. Ia menyejajarkan bibirnya di telinga Rere, meniupnya pelan.

“ Fuuhhh baby... ”

Rere nyaris saja memotong jarinya karena kaget. Ia menoleh, memelototi pria sembrono itu.

“ Lo ngapain, sih!  Jauh-jauh sana, gue masih masak tau! ”

“ Nggak mau. ” suara Arthur semakin serak, ia menggosok selangkangannya yang setengah keras di pantat Rere.

“ Ar-thur, gue masih masak... ” Kok bisa berdiri sih? Emang dasar sangean... Batin Rere meratap.

Arthur menjilat daun telinga Rere, “ Gapapa. ” ciumannya turun ke tengkuk Rere, menghirup aroma manis cewek itu, “ Kita belom pernah ngelakuin di dapur, kan. ”

Mata Rere membulat tak percaya, “ Lo mau...? ” ia tak sanggup melanjutkan kalimatnya, namun wajah merahnya sudah memberitahu apa yang akan ditanyakannya.

Arthur tertawa rendah, “ Hmm, gue pengen nyoba. ”

“ Lo gila?! Gue gamau! Lepasin! ” Rere meronta. Tapi apa daya, kekuatannya lebih lemah dari Arthur. “ Arthur, ” panggilnya lemah.

“ Hm? Kenapa sayang? ”

“ Jangan, ya? ” mohonnya.

Arthur menggigit tengkuk Rere hingga cewek itu menjerit. “ Tapi gue pengen, ” ia menggesekkan selangkangannya lagi, “ Lihat, Arthur junior juga udah siap. ” bisiknya dengan suara semakin serak.

Rere menggigit bibir bawahnya kuat-kuat agar tidak mengeluarkan erangan memalukan.

“ Lo juga mau kan hm? ” ia mengulurkan jarinya ke bawah rok seragam Rere, celananya sudah basah kuyup.

Wajah Rere semakin memerah karena malu dan nafsu di saat bersamaan. “ Um, tapi lo kan masih—— ”

“ Sshh... ” Arthur menempelkan telunjuknya di bibir Rere, “ Gue luka bukan berarti gue ga bisa bikin lo bahagia. ” dengan kalimat itu Arthur membalik tubuh Rere dan mengangkatnya duduk di meja marmer tepat di sebelah talenan dan tomat yang belum selesai ia potong.

Wajah Rere memanas. Warna merah menjalari wajahnya bahkan telinga dan lehernya ikut memerah. “ Lo-lo ngomong apa sih?! ” ia mendorong dada Arthur dengan sedikit kekuatan karena takut lukanya akan terbuka.

Arthur memajukan kepalanya, menggigit ujung daun telinga Rere dan mengisapnya seperti permen. “ Lihat, adik gue udah bangun. ” bisiknya dengan suara semakin serak. Refleks Rere menunduk melihat tenda didirikan di antara selangkangan pria itu. Rere membuang muka ke samping dengan tampilan tidak peduli.
“ Apa hubungannya adik lo sama gue? Mau bangun kek tidur kek, gue ga ngerasa ada masalah sama gue! ”

Arthur terkekeh geli, ia menangkap tangan Rere, menuntunnya ke penisnya yang masih di balik celana.

“ Ucapan lo bikin adik gue sedih. Kerasa kan? ” tanyanya sambil menggosok telapak tangan mungil dan lembut itu pada penisnya.

Tekstur celana bahan yang dipakai Arthur, meskipun tidak tipis tapi juga tidak terlalu tebal membuat Rere bisa merasakan betapa bersemangatnya penis pria itu. Urat-urat menonjol membuat ia ingin segera menarik tangannya jika tidak ditahan tangan Arthur.

“ Lo gak pake cd? ” gumam Rere gusar ketika menyadari tidak ada tekstur lain saat tangannya menggosok diluar.

Mata Arthur berkilat licik. “ Lo penasaran? ” ia mengecup ringan bibir Rere, “ Masuk dan rasain sendiri. ” ucapnya di depan bibir Rere.

BALRESTA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang