Origami Hati

762 20 6
                                    

Di depan SMA Nusantara.

Di dalam mobil, Rere bersandar di dada Arthur dengan pikiran yang mulai tenang. Suara degup jantung Arthur sangat cepat membuat
pikirannya jernih. Ditambah usapan Arthur di kepala yang membuatnya mengantuk. Mata Rere menyipit nyaman.

“ Jalan. ” ucap Arthur melihat Rere tertidur di pelukannya.

Tangan Arthur tak berhenti membelai kepala wanita di pelukannya. Rambutnya sangat lembut dan wangi. Tanpa sadar ia mengendus aroma rambut Rere, rasa vanila, putih dan sederhana seperti yang memakainya.

Arthur menghirup napas dalam-dalam. Memenuhi rongga dadanya dengan aroma manis wanita itu. “ Entah kenapa semenjak gue kenal lo,tanpa sadar gue terpikat dan ingin selalu ada di depan lo, ngelindungin lo dari segala hal yang mungkin nyakitin lo. Gue cuma pengen liat lo bahagia dan benci banget sama air mata lo. ” gumamnya lembut.

“ Lo kasih gue mantra sihir apasih, hm? ” bisiknya di telinga Rere, “ Apapun mantra sihirnya nggak masalah selama gue bisa selalu ada di sisi lo. ” lanjutnya, menggigit ujung telinga lembut Rere.

Karena Rere tidur,mobil berjalan agak lambat sehingga baru tiba satu jam kemudian. Kali ini tidak seperti terakhir kali dimana Ferro berdiri menunggu di depan pagar selayaknya penagih hutang, pent house sepi. Yah, memang seharusnya sepi karena masih pukul enam.

Arthur saja seharusnya masih berada di belakang meja kerjanya tapi karena insiden tak terduga dia belum kembali ke kantor hingga saat ini.

Arthur mengusap pipi Rere lembut, membangunkannya dengan terpaksa karena ingat masih belum bisa beraktivitas berlebihan agar luka di perutnya tidak terbuka lagi.

“ Re, bangun, yuk, kita udah nyampe. ” bisiknya lembut.

“ Emmm? ” Rere melenguh sedikit menggerakkan tubuhnya mencari posisi nyaman dan kembali tidur.

“ ...Re? ” Arthur dibuat tak berdaya oleh tingkah Rere. Ia mengusap pipi Rere lagi, kali ini dengan cubitan ringan, “ Re, bangun, kalau nggak bangun gue cium ya. ”

Rere masih tidak bergeming. Ia malah menepis tangan Arthur dari wajahnya dengan risih. Melihatnya masih tidur lelap, Arthur menghela napas. Dia menangkap bibir merahnya langsung, menghisap dan melumatnya. Sangat lembut. Sangat manis.

“ Mmphhh... ” Rere terpaksa membuka matanya karena kesal ada yang mengganggu tidurnya. Ia memelototi pria yang mencuri ciumannya hingga ia kehabisan napas.

Tangan kecilnya mendorong dada Arthur,memberontak dari ciuman panasnya. “ Mmpphh!!! ” wajahnya merah karena malu, marah, dan kehabisan oksigen. Ingin rasanya ia menampar wajah tampan Arthur jika saja ia tidak merasa tidak tega merusak wajah tampannya.

Dengan putus asa Rere berjuang dan akhirnya karena tidak ada pilihan lain, ia menggigit bibir Arthur keras.
“ Ukhh... ” Arthur benar-benar melepas ciumannya kali ini. Awalnya ia hanya ingin menggoda saat melihat wajah merah Rere ternyata sangat menggemaskan, tidak disangka Rere malah menggigit bibirnya.

Arthur menyeka sudut bibirnya dan mengetahui punggung tangannya memiliki bercak darah. Dia melihat kearah Rere yang dibalas pelototan oleh wanita itu.

“ Maaf—— ” sebelum Arthur bisa menyelesaikan perkataannya, ponselnya bergetar. “ Sebentar, ” ia sedikit menjauh sebelum menjawab telepon.

Rere mengalihkan pandangannya keluar mobil, melihat sudah tiba di rumahnya ia tiba-tiba paham. Saat Rere menoleh menatap Arthur lagi, Arthur mengakhiri panggilannya, ia bisa melihat mata Arthur sedikit dingin. Arthur berkedip, “ Lo masuk dulu, gue masih ada beberapa berkas yang harus diurus. Oh iya, ” ia merogoh saku celananya mengeluarkan origami yang telah dilipat membentuk hati berwarna merah, “ ...ini buat lo. Maaf kalau terlalu sederhana, gue nggak tau hadiah apa yang lo suka jadi gue cuma bisa ngasih ini untuk saat ini. ”

Mata Rere berbinar, menerima ‘hati’ Arthur. Ia menggeleng, “Nggak. Makasih! Ini bagus banget! Gue suka! ” kepalanya mendongak menatap Arthur dengan senyum lebar.

Melihat wajah bahagianya, mata Arthur juga melengkung, rasa dingin di matanya berkurang banyak. Arthur mengangkat tangannya membelai rambut lembut Rere.

“ Bagus kalau lo suka. ” Arthur menarik tangannya kembali, “ Dah, masuk gih, ”

Rere mengangguk, “ Lo juga semangat kerjanya, jangan kecapekan nanti sakit, ” ia membuka pintu di sampingnya. “ Bye. ” keluar lalu menutup pintu. Rere melambai.

Arthur membalas lambaian tangannya dengan senyum menggantung di bibir tipisnya.

Mobil kembali berjalan, meninggalkan Rere yang menatap kepergiannya dengan senyum kecil. Setelah memastikan Arthur sudah hilang dari pandangan barulah Rere masuk sambil bersenandung, beberapa kali mencuri pandang pada ‘hati’ di tangannya.

Hari ini benar-benar tidak terduga. Terutama——

“ OH IYA GUE LUPA! ” Rere menepuk dahinya keras hingga tercetak warna merah cerah di dahi putihnya, “ Gue lupa nanya apa maksudnya ngakuin gue sebagai calon istrinya!”

☆☆☆

Rere dibuat tak bisa berkata-kata keesokan paginya ketika turun dari lantai atas. Di ruang tamu duduk Ferro, Arthur dan dua pasang paruh baya yang salah satunya adalah orangtua Leo dan yang lainnya merupakan orangtua Arthur.

“ Nah anaknya sudah bangun. Sini Re turun, salim ke Om sama Tante. ” Ferro melambai ke arahnya dengan wajah bahagia bak menang lotre ratusan milyar.

Rere yang masih dengan muka cengonya dengan patuh turun dan menyalami orangtua Leo maupun Arthur kemudian duduk di sebelah Arthur atau di antara Arthur dan Mama Arthur setelah diberi isyarat.

“ I-ini... Ada apa ya? ”

Mama Arthur tertawa hingga matanya menyipit, sungguh lucu sekali ekspresi bingung calon menantunya ini. Ia pun mengambil tangan Rere ke dalam genggamannya, “ Ini Mama sama Papa kesini mau lamar kamu sayang jadi istri Arthur, kamu mau kan? ”

Rere langsung membeku... “ I-ini... ” dia menoleh menatap Arthur, Arthur tersenyum lembut. Rere kembali menatap Mama Arthur kemudian menjawab dengan terbata, “ Iya, M-ma Rere mau... ”

“ Syukurlahhhh... ” semua orang yang duduk saling melempar senyum satu sama lain sementara Rere menunduk menyembunyikan muka merahnya di balik rambut panjangnya.















END

BALRESTA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang