Dapur(2)

2.1K 49 4
                                    

Suara tamparan daging dan erangan wanita menggema tanpa henti di dapur. Tampak sang wanita menggenggam erat-erat tepi meja marmer dengan pantat terangkat tinggi melayani raksasa di antara selangkangan pria berkulit tan itu.

Batang besi panas berwarna merah keunguan bergerak keluar masuk dari lubang bundar merah cerah memberikan dampak visual yang sangat menggoda dan bergairah.

“ Udahh yahh ah ahh I'm tired Arthh... ” desis Rere untuk kesekian kalinya.

Matahari sudah tenggelam di ufuk barat sejak dua jam lalu tapi Arthur tidak memiliki tanda-tanda kelelahan srdikit pun padahal ia merasa sudah dilumat habis oleh pria itu.

Arthur membungkuk menciumi punggung Rere ke pinggang membuat tubuhnya gemetar. Lidahnya ikut menari di sepanjang jalan sambil membuat tanda satu demi satu.

“ Tunggu sampai gue berhasil memberi makan rahim lo dengan susu kental. ” Arthur terus menggerakkan pinggangnya maju mundur tanpa henti. Kedua tangannya juga meremas-remas bukit kembar yang sudah kemerahan.

“ Arth... Yah ahangg hahh ah ahh... ”

Together baby. ”

Kepala penis ditekan masuk ke pintu rahim yang sangat sempit lalu esensi putih kental menyembur bak air mancur memenuhi rahim Rere membuat perutnya seperti tengah mengandung 3 bulan. Cahaya putih melintasi mata Rere dan ia pingsan setelah klimaks yang menegangkan.

Arthur tersenyum tak berdaya melihat wanita di pelukannya pingsan. Benar-benar perlu memaksamu olahraga agar daya tahanmu lebih lama. Arthur mengeluarkan penisnya, mengambil dildo yang ia sembunyikan di saku celananya dan menyumbat lubang vagina Rere. Arthur mengangkat Rere gaya pengantin dan mengecup dahinya.

“ Gue bakal berusaha keras supaya lo bisa hamil. ” bisiknya lembut.

Arthur membawa Rere ke kamar mandi untuk pembersihan sederhana kemudian membawanya ke tempat tidur dan tidur sambil memeluk wanita itu.

☆☆☆

“ Nghhh... ”

Rere menggerakkan pinggangnya yang remuk redam bak ditabrak truk. Ditambah rasa mengganjal di bagian bawah membuatnya meringis sakit.

“ Bangun? ” suara serak Arthur terdengar dari belakang bersamaan dengan lengan di sekitar pinggangnya mengencang.

Rere menoleh dengan susah payah, “ Gue sekolah Arth. ”

Arthur mematuk bibir bengkak Rere, “ Emang masih sanggup bangun? ”

Rere menggeleng, “ Capek... ” keluhnya dengan mata berkaca-kaca.

Arthur terkekeh, mencium dahi Rere lembut, “ Gue gendong ke kamar mandi, ya. ” Rere mengangguk lemah. “ Hehe mau gue mandiin sekalian gak? ” tanyanya jail.

Rere segera melotot marah pada pria itu, “ Gue udah kayak gini pikiran lo isinya masih itu terus. ”

“ Hahahaha... Iya-iya, nggak kok. Yuk. ”

Arthur bangun mengangkat tubuh Rere namun tiba-tiba meringis kesakitan. Saat ia menunduk, luka di perutnya kembali robek. Rere dengan sigap mendorong tubuh Arthur agar tubuhnya tidak menekan perut pria itu.

“ Tuh kan! Udah dibilangin jangan dulu! ” Rere segera membantu Arthur melepas kain yang menempel di perutnya perlahan-lahan. Setelah terbuka darah mengucur tanpa penghalang. Rere merasa akan menangis tapi ditahannya ia segera mencari ponsel Arthur dan menghubungi dokter pribadinya.

“ Ha-lo, dok, tolong datang ke apartemen saya. Luka Arthur terbuka la-gi. “ ucapnya terbata menahan tangis. Setelah mendapat respon positif dari seberang telepon dia menangis.

BALRESTA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang