Kenyataan

2.4K 104 5
                                    

Mobil lamborghini keluaran terbatas berhenti di penthouse dua tingkat di wilayah elit. Rere keluar dan bertemu pandang dengan Ferro yang entah sejak kapan berdiri di depan pagar dengan lengan kemeja digulung hingga siku, bersedekap dada. Ia berjalan perlahan mendekati mobil, mengetuk kaca jendela.

“ Keluar. ”

Tidak perlu disuruh dua kali, Arthur membuka pintunya dan keluar. Saat keduanya berdiri saling berhadapan, tinggi mereka sama dengan momentum yang sama kuatnya sehingga tidak ada yang tahu siapa yang lebih unggul di antara keduanya. Melihat situasi yang tidak mengenakkan, Rere buru-buru berdiri di antara keduanya, mendorong dada Ferro mundur.

“ Tunggu, lo salah paham, Fer, dia cuma bantuin gue dan nganterin balik. Kita nggak ada hubungan apa-apa. ” Rere menjelaskan dengan panik.

Ferro menyipitkan matanya pada Arthur, menunduk menatap Rere dan menepuk kepalanya ringan. “ Masuk. Gue mau bicara sama dia sebentar. ”

Rere menatapnya ragu. Ferro terkekeh, “ Gue nggak akan mukul dia, percaya deh sama gue. ” setelah diyakinkan oleh Ferro beberapa kalimat lagi, barulah Rere masuk.

Ferro mengalihkan tatapannya kembali pada pria yang ia tebak usianya lebih muda darinya. “ Saya tidakh tau apa tujuan Anda mendekati Rere, tapi saya harap Anda bukan mau menjadikan dia tawanan untuk kesepakatan antar perusahaan. Sedangkan untuk yang lainnya saya tidak peduli. ” Ferro menepuk bahunya dua kali sebelum berbalik mengikuti langkah Rere masuk ke rumah.

Arthur menatap kepergiannya dengan dingin, mengangkat ponselnya menelepon asisten kepercayaannya. “ Cari informasi tentang wanita bernama Balresta Amalia. Terutama hubungan antara dia dan Presiden FR Group.” lalu menutup sambungan telepon.

Sementara di ujung sana, Andrea menatap kosong ponsel di tangannya. Hari ini bosnya benar-benar aneh, dari memintanya membeli sup mabuk, sarapan, dan baju wanita hingga sekarang memintanya menyelidiki seorang wanita. Padahal dia tahu sendiri kalau bosnya sama sekali tidak tertarik dengan wanita dan tidak akan mabuk meski minum seribu gelas, juga dia jarang sarapan di rumah.

“ Jangan-jangan... ” wajah Andrea memucat seolah menemukan rahasia negara. Buru-buru dia berjalan ke ruangannya bersiap mengomando bawahanya untuk mengumpulkan informasi mengenai wanita yang dikatakan bosnya sebelum pikirannya melayang ke tempat yang jauh dan sulit digapai kembali.

“ Lo udah makan malam? ” Ferro melihat Rere membuka lemari es begitu melewati dapur hendak ke atas.

Rere tersentak, memutar kepalanya, “ Lo udah selese? Cepet amat. ” komentarnya, mengambil soda di pintu kulkas dan menenggaknya.

Ferro bersandar pada pintu dapur, “ Lo mau lebih lama? ” tatapannya menyapu leher Rere secara tidak sengaja menemukan kissmark disana. Matanya menyipit berbahaya ketika ia maju dan berdiri menjulang di depan Rere, “ Jadi semalem lo nggak pulang gara-gara buka kamar sama pria tadi? ”

Rere mengangguk tidak menyangkal sama sekali. Lagipula bekasnya saja masih sangat mencolok jadi meskipun dia memberikan penyangkalan pun tidak akan ada bedanya. Rere sedikit mundur agar bisa melihat wajah Ferro, tubuhnya sedikit bersandar di pintu kulkas.

“ Semalem lo di rumah? Bukannya lo ada pertemuan di AS? ” matanya memicing menatap Ferro.

Ferro mendengus, menumpu telapak tangannya di kedua sisi kepala Rere. Menunduk menatap mata jernih wanita dalam kurungannya. “ Rapat batal. ” ucapnya dengan suara rendah, “ Dan kalo bukan karena pembatalan pertemuan yang tiba-tiba mana tau gue kalo lo pergi ke bar, masih tidur sama pria asing lagi. ” lanjutnya dengan wajah dingin.

Rere diam-diam merasa bersalah di dalam hatinya. Tapi kalau bukan karena ia nekad menyelinap ke bar, dia mungkin tidak akan bertemu Arthur dan melupakan rasa bersalahnya pada Crystal. Rere menundukkan kepalanya tidak berani menatap mata Ferro. Tingkahnya seperti anak kecil yang tahu apa kesalahannya membuat hati Ferro melembut.

Ferro menghela napas tidak berdaya. Dia benar-benar tidak bisa memarahi Rere bahkan setelah melakukan kesalahan seperti itu. Ferro memindahkan tangannya ke atas kepala Rere, mengelusnya lembut, “ Kalo udah tau salah naik ke atas, bersih-bersih terus tidur. Besok lo masih sekolah. ”

Rere mengangkat kepalanya segera setelah mendengar perkataan Ferro. Melihat mata pria itu menatapnya dengan jujur dan lembut seperti biasa, ia lega. Buru-buru Rere mengangguk, “ Oke! ” dan segera berlari ke tangga kala Ferro menarik tangannya dari sisi kepala.

Ferro menggelengkan kepalanya dan tertawa kecil, “ Gue harap lo bisa terus bahagia dan semoga lo bisa ketemu pria yang bisa ngisi sisa kekosongan hati lo setelah Reno pergi. ” desahnya sambil menatap tangga sendu meski bibirnya masih tersenyum hangat.

☆☆☆

PLUKK...

Setumpuk kertas beserta map cokelat jatuh di atas lantai. Lembaran kertas menyebar menutupi rupa lantai marmer di bawah kaki berbalut celana kain hitam formal. Dilihat ke atas akan tampak wajah akrab tengah menatap serakan kertas dengan tidak percaya. Benar, dia adalah Vino. Vino baru saja membaca berkas hasil penyelidikan tentang Crystal dan Rere. Setelah menunggu lebih dari sebulan akhirnya investigasi selesai. Tapi hasilnya persis sama seperti yang ia pikirkan setelah kalimat terakhir Rere malam itu.

Kaki Vino terhuyung mundur selangkah hingga ia perlu memegang tepi meja agar tidak jatuh. Satu tangannya yang lain memegangi kepalanya sambil terus-menerus bergumam ‘ nggak mungkin ’ berkali-kali.

Kalimat terakhir yang ia baca di halaman terakhir masih terngiang di pikirannya.

Kehidupan Balresta yang sudah kedinginan sejak saudari kembarnya, Crystal Amelia (nama asli) menghilang menjadi semakin terpuruk ketika kedua orang tuanya meninggal dalam perjalanan bisnis sehingga dia harus melanjutkan sekolah di Indonesia dengan diasuh adik dari ayahnya, Vivi Anastasya.

“ Gu-gue yang ngambil darah keperawanan Crystal sama Rere? Dan ternyata mereka kembar? ” gumamnya tak percaya. Vino benar-benar merasa dirinya adalah iblis saat ini. Bagaimana bisa dia sebagai pasangan kakaknya menarik adik iparnya ke jurang gairah?

Vino merasa kepalanya sangat pusing karena informasi yang mendadak diketahuinya. Kakinya kehilangan tenaga untuk menopang tubuh membuatnya memperkuat cengkeramannya pada tepi meja.

Wajah Crystal dan Rere silih berganti melintas di benaknya  satu demi satu. Baru kali ini dia sadar betapa mirip wajah mereka. Ia juga ingat alasan awal dirinya mendekati Rere, apalagi kalau bukan karena wajahnya yang mirip dengan Crystal? Tapi sekarang dia sadar, Rere sudah bukan lagi pengganti, dia memang selalu menganggap Rere sebagai Crystal sehingga cintanya tanpa sadar berpaling pada Rere. Vino menunduk, menjambak keras rambutnya, dia benar-benar tidak mau. Dia sudah pernah kehilangan Crystal, dan jika Rere benar-benar menjauhinya dia jadi merasa dunia sangat tidak adil terhadapnya.

Sekelebat pikiran tiba-tiba melintasi kepalanya. Vino mengangkat kepalanya dengan mata berkilau, “ Ya. Meskipun gue tau mereka saudara kan baru sekarang bukan waktu gue mau ngedeketin dia. Dan kalau Rere tau Leo juga pernah tidur sama Crystal bukannya dia nggak akan ngerasa benci sama gue lagi dan berganti jadi benci Leo? ” bibir Vino yang sudah lama membeku tanpa senyuman tersenyum miring. Ia merasa berenergi lagi, buru-buru ia membereskan serakan kertas di lantai lalu kembali ke kamar istirahat. Dia sudah tidak sabar menunggu hari esok dan menjelaskan pada Rere.

Vino menjilat bibirnya, ia benar-benar rindu pada vagina hangat Rere yang memeluk penisnya penuh kerinduan.

.

.

.

To be continued

BALRESTA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang