58. If We

840 133 24
                                    

"Jin, gue masih ngantuk ih!"

Suzy merengek karena pagi buta Jinyoung sudah mengetuk pintu kamarnya dan memaksanya keluar. Membawanya ke sebuah lapangan luas tak jauh dari rumah kost mereka, mendorongnya untuk lari pagi.

"Menurut penelitian, jogging itu bisa menghilangkan stres dan gundah. Membuat mood jadi baik, dan meningkatkan semangat kerja."

Suzy mencibir mendengar ucapan Jinyoung yang terdengar mengada-ada di telinganya.

"Iya, itu kalo emang orangnya seneng olahraga. Kalo yang mageran kayak gue ya jelas bikin makin stres tau gak?"

Jinyoung tertawa, hingga kedua matanya menyipit. Membuat Suzy yang melihatnya tergugu sesaat.

Wajah tampan dan senyum lembut yang sepuluh tahun lebih menemani hari-harinya itu terasa lebih hangat di pagi ini. Suzy tersenyum, mempertanyakan hatinya, apakah masih ada secercah rasa yang tersisa untuk sang sahabat?

Laju gadis itu mengendur, semakin lama semakin pelan hingga akhirnya benar-benar berhenti.

Tidak!

Tidak boleh!

Suzy berusaha menepis pikiran aneh yang mulai menyerang kepalanya. Ia merasa berdosa karena masih sempat memikirkan perasaan untuk lelaki lain padahal hubungannya dengan Sehun sendiri sedang berada di titik terendah.

Iya, mereka akhirnya putus. Setelah satu setengah bulan melalui hari bersama. Sungguh waktu yang amat singkat untuk sebuah hubungan.

Lebih tepatnya Suzy yang memutuskannya secara sepihak, dan Sehun belum mengiyakan keinginannya.

"Heh, kok berhenti?"

Lamunan Suzy buyar ketika Jinyoung sudah berdiri di hadapannya. Ia menggeleng, mencoba tersenyum walaupun bibirnya terasa kaku.

Jinyoung menghembuskan napas berat. Mengulurkan tangannya, mengelus puncak kepala Suzy dengan lembut.

"Zy, lo tau kan, kalo lo bisa cerita apa aja sama gue? Gak usah ditahan, gue udah tau semuanya," kata Jinyoung pelan.

Mendengarnya, membuat mata Suzy memanas. Pelupuk matanya penuh hingga ia tak sanggup menahan air matanya yang turun begitu saja.

Memori menyakitkan tentang malam itu kembali berputar di kepalanya. Masih terngiang dengan jelas ejekan dan hinaan yang dilontarkan kedua orang tua Sehun padanya.

Ia mengakui bahwa hatinya rapuh. Ia tak sanggup menerima hinaan tersebut terutama dari orang tua kekasihnya sendiri. Ia dibesarkan dengan kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya. Ia tak siap dengan kehidupan glamor dan menyakitkan pada keluarga Sehun.

Suzy terisak semakin keras, mengeluarkan segala rasa yang dipendamnya selama beberapa hari ini. Membuatnya menyadari, bahwa sebenarnya ia tak rela berpisah dengan Sehun, hanya saja segalanya terlalu berat.

Jinyoung diam, membiarkan Suzy menumpahkan air matanya sampai puas. Merengkuh gadis itu ke dalam pelukannya, membuat isakan Suzy semakin keras. Ditepuk-tepuk punggung Suzy dengan lembut agar gadis itu merasa nyaman.

"Gapapa, semua bakal baik-baik aja, Zy."



***



"Makan yang banyak, nak. Bunda liat kamu makin kurus aja."

Suzy mengangguk, dengan mulut penuh pudding coklat. Dengan senang hati menyambar cookies yang baru saja dibawakan Bunda, fresh baru keluar dari oven.

"Bunda tau di umur-umur kalian emang lagi sibuk kerja, tapi makannya harus tetep teratur."

Wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan segar itu tersenyum menatap Suzy yang makan dengan lahap. Mengingatkannya pada masa kecil Suzy yang sejak dulu selalu menyantap habis masakan apapun yang dimasaknya.

The Absurd Genks ; 94lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang