53. Sahabat Baru

936 150 42
                                    

"Okay, pelajaran kali ini cukup ya! Inget kalo mau menang, kalian harus latihan yang tekun. Ngerti?"

"MENGERTI, KAK!"

"Good! Nah, sekarang boleh pulang ya..."

Seulgi tersenyum manis kala anak anak didiknya berpamitan satu persatu. Ia merebahkan tubuh lelah penuh peluh di atas lantai studio tari tercintanya ini begitu anak anaknya pulang.

Ia menghempaskan napasnya yang terasa berat. Menatap langit langit studio dengan pandangan kosong, sedangkan otaknya sibuk bergelut dengan berbagai masalah yang akhir akhir ini menghantuinya.

Membuka ponselnya yang seharian ia acuhkan, Seulgi kembali meringis pedih saat membaca pesan dari teman sekaligus rekan kerjanya, Joy dan Yeri, yang dua hari lalu memberi tahu bahwa sang pemilik studio menaikkan harga sewa. Padahal, sudah dua bulan studionya sepi, karena hampir separuh anak didiknya mengundurkan diri. Juga, banyak yang menunggak uang bulanan karena ekononi memang sedang lemah.

Sebenarnya Seulgi bisa saja keluar dan mencari pekerjaan lain yang menjamin masa depannya, hanya saja ia tak ingin. Menjadi dancer sekaligus guru tari profesional adalah impiannya sejak kecil. Dan ketika ia sudah hampir meraih impiannya, ia tak ingin menyerah begitu saja.

Bibir Seulgi mengerut turun. Rasanya stress karena mau tak mau ia harus mencari pekerjaan sampingan lain untuk menutup biaya sewa studio yang tak murah. Ia tak bisa menceritakan keluh kesahnya pada siapapun, termasuk orang tuanya yang sedari awal menentang cita citanya.

"Apapun yang terjadi, ku kan slalu' ada untukmu~ janganlah kau bersedih, cause everything is gonna be okay~~."

Seulgi bersenandung kecil. Mencoba menyugestikan dirinya sendiri jika semua akan baik baik saja, asalkan ia tak menyerah dan selalu berusaha.

Selanjutnya tetap bernyanyi tanpa iringan musik, menyelesaikan lagu dari Bondan Prakoso tersebut penuh penghayatan. Hingga tak menyadari ketika seseorang masuk ke dalam studionya. Diam diam tersenyum melihat tingkah gadis bermata sipit itu.

"Satu dari sekian kemungkinan, kau jatuh dan tanpa ada harapan. Saat itu kupersembahkan jiwa dan raga~~"

Seulgi berjengit dan langsung mendudukkan dirinya kala mendengar suara berat seseorang memenuhi ruang kedap suara tersebut, melanjutkan lagu yang sedang dimainkannya dengan diiringi tawa kecil.

Ia tersenyum begitu menoleh dan mendapati ternyata Namjoon yang mendatanginya. Lelaki itu tersenyum manis, langsung mendudukkan dirinya di samping Seulgi dan menyodorkan sekotak pizza ukuran medium ke hadapan Seulgi.

"Wihhh pizza nih, buat gue?" tanya Seulgi sembari bertepuk tangan ceria. "Tapi kok satu doang?"

"Kalo beli buat anak anak, duit gue gak cukup. Jadi satu aja deh spesial buat lo," kata Namjoon.

Seulgi tertawa kecil. Segera membuka kotak pizza tersebut dan melahapnya penuh semangat. "Tau aja lo belinya yang medium, hehe. Kalo beli mini pasti gue kurang."

Namjoon terkekeh. Ia tahu benar, walaupun badan Seulgi kecil dan ramping, selera makan gadis itu sangat besar hingga apapun akan muat di perut kecilnya. Entah kemana larinya makanan yang selama ini ia makan.

"Eh iya, tumben lo mampir kesini. Apa apaan?" tanya Seulgi dengan mulut belepotan keju.

Namjoon lagi lagi terkekeh karena tingkah gadis itu. Entahlah, setiap melihat tawa ceria Seulgi, kapan pun ia lelah, pasti langsung terobati.

Seulgiana Karmila memang benar benar vitamin baginya.

"Gak papa sih, cuma mampir aja. Mau ngajak pulang bareng juga siapa tau lo butuh tebengan," jawabnya.

The Absurd Genks ; 94lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang