72. Girl's Talk (II)

310 44 7
                                    

Gadis dengan surai panjang yang dikucir kuda itu menatap ruko dihadapannya dengan sendu. Maniknya berkeliling, mencari sesosok temannya yang ternyata sibuk melayani pembeli.

Seulgi, gadis itu menghela napas entah untuk yang berapa kalinya. Ia hanya berdiri di depan toko alat tulis itu hampir setengah jam. Ingin melangkahkan kaki masuk namun terasa berat.

"Gi, ngapain disana?"

Hingga akhirnya suara Jisoo-lah yang menyapa rungunya. Heran melihat Seulgi berkeliaran di depan tokonya namun tak ada niatan untuk masuk.

Seulgi meringis sesat. Memaksakan laju tungkainya menghampiri Jisoo yang menyapanya dari depan pintu toko.

"Butuh sesuatu?" tanya Jisoo lagi, melihat raut kebingungan Seulgi.

Gadis dengan kelopak mata yang tak memiliki lipatan itu menggeleng kecil. Menyalangkan pandangan kemanapun asal tak bertatapan dengan kedua netra bulat milik Jisoo.

Rasa bersalah itu kembali menggerogotinya, membuatnya tak bisa tidur semalaman.

Ia merasa bersalah. Walaupun sebenarnya semua itu ada diluar kendalinya.

"Gue pengen ngobrol aja sih sama lo," ucap Seulgi pelan, agak salah tingkah.

Jisoo mengerjap heran. Jelas, Seulgiana Karmila yang biasanya ceria dengan mulut selebar toa, pecicilan dan tak bisa diam, kali ini terlihat lemas dan tak bertenaga. Kantung matanya pun terlihat menghitam, tanda ia kurang istirahat.

"Lo sakit, Gi? Muka lo agak pucet, kayaknya kurang tidur juga," kata Jisoo prihatin. Lagi-lagi membuat Seulgi semakin depresi karena rasa bersalah.

"Enggak kok, gue sehat, sehat banget malah. Gue cuma pengen ngobrol sama lo soalnya gabut di kosan, kelas dance gue juga libur."

Jisoo mengangguk-angguk percaya saja. "Yaudah ayok, mau disini atau ke coffe shop sebelah atau mau makan siang sekalian?" tawarnya.

"Ngopi aja yuk!"

"Yaudah bentar, gue titip toko dulu ke anak-anak."








***






"Lo kenapa sih, Gi? Aneh banget liat lo diem aja daritadi."

Entah sudah berapa kali Jisoo bertanya dan beberapa kali itu pula Seulgi hanya menggeleng pelan. Membuat suasana keduanya jadi agak canggung karena kebanyakan diisi oleh keheningan.

Jisoo sendiri kan memang tipikal pendiam yang hanya akan berbicara jika lawannya yang lebih dulu memulai. Biasanya ia nyambung saja bersama Seulgi, karena gadis itu pandai menghidupkan suasana.

Namun kali ini suasananya memang agak berbeda. Seulgi mendadak ikut pendiam, hingga Jisoo jadi sulit memulai pembicaraan.

Kepala Seulgi tertunduk. Ia bingung, juga takut. Apakah keputusannya kali ini untuk bicara pada Jisoo sudah tepat? Atau seharusnya ia diam saja seolah tak terjadi apapun.

Iya, ini tentang dirinya dan Namjoon.

Ketika tanpa sengaja -atau mungkin Namjoon yang memang sengaja dan sudah mempersiapkan diri- tiba-tiba membuat pengakuan yang mengejutkan. Tentang perasaan lelaki itu pada Seulgi, yang tak pernah disangka-sangka.

"Gue gak tau apa gue boleh ngomongin ini sama lo, Jis. Tapi jujur gue kepikiran terus dan ngerasa bersalah." Seulgi masih menunduk, memainkankan buku jarinya gelisah.

"Soal ... apa?"

Melihat Seulgi yang tampak gugup, Jisoo jadi ikut gugup. Menebak-tebak urusan penting apa yang ingin Seulgi sampaikan sampai harus menemuinya di tempat kerja.

The Absurd Genks ; 94lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang