63. Tentang Kejujuran

369 64 10
                                    


BRAK!!

"Awwww!!"

Sepeda motor tak bersalah itu menjadi pelampiasan kekesalan Jisoo. Rodanya ditendang cukup keras, walaupun pada akhirnya kakinya sendiri yang kesakitan.

"Ish! Males banget! Kenapa mesti mogok segala sih!!" geramnya sembari mengomel.

Ia mengaduh sekali lagi karena ujung jari kakinya terasa berdenyut ngilu akibat emosinya. Sekarang sudah pukul sepuluh siang dan ia belum buka toko, kasihan karyawannya pasti sedang menunggu karena kunci toko ia yang pegang.

"Kenapa, Jis?" Sebuah suara menginterupsinya, dan Jisoo sudah hafal suara berat itu bahkan tanpa perlu menoleh.

Suara itu terdengar horror kali ini. Padahal dulu selalu terdengar merdu dan mengundang rasa rindu.

Sudahlah, Jisoo jadi mellow lagi. Padahal mati-matian ia menghindari lelaki itu sepulang mereka dari Jogja.

"Mogok nih, biasa namanya juga motor tua."

"Biar gue cek dulu sini."

Jisoo diam saja, memundurkan langkah dan membiarkan Namjoon memeriksa motornya. Memang ya, perasaan manusia tak bisa hilang dalam sekejap sekeras apapun mencoba.

Nyatanya, hanya melihat punggung lelaki itu saja sanggup membuat ulu hati Jisoo nyeri. Seandainya ia punya banyak keberanian, mungkin ia tak akan sesakit ini. Setidaknya hatinya sedikit lega.

"Duh udah parah ya motor lo. Harus dibawa ke bengkel ini soalnya udah kena mesin," kata Namjoon, membuat Jisoo bangun dari lamunannya.

"D-duh gimana dong ini?"

Jisoo jadi salah tingkah, takut jika Namjoon memergoki ia yang sedang memandangi lelaki itu.

"Nebeng gue aja dulu, gak papa gue anterin. Lagian kalo lo tungguin di bengkel juga bakal lama jadinya."

Duh, cobaan gini amat.

Jisoo bimbang. Ia sedang menghindari Namjoon, tapi ia harus segera ke toko dan anak kos lain sudah pergi kerja semua. Akhirnya mau tak mau ia mengangguk.

"Yaudah, gue nebeng deh."


***


Namjoon tahu jika Jisoo termasuk pendiam jika dibandingkan anak kosan lain. Tapi diamnya gadis itu kali ini berbeda, terasa mengganggunya.

Lelaki itu berusaha keras mengingat-ingat mungkinkah ia secara tak sengaja pernah menyinggung atau berbuat salah pada Jisoo. Karena entah mengapa Namjoon bisa merasakan bahwa Jisoo hanya mendiamkannya tapi tidak dengan anak-anak lain.

"Jis, gue boleh nanya gak?" Lelaki itu memulai percakapan setelah lima belas menit lebih hanya saling diam dengan Namjoon fokus pada jalanan dan Jisoo yang anteng mengamati pengendara lain.

"Kenapa?" Walau lirih karena setengah suaranya terbang terbawa angin, ternyata Jisoo masih bisa mendengarnya.

Maklum, cewek kalau diajak ngomong pas lagi dimotor itu kebanyakan telinganya seperti ditutupi setan budeg alias mendadak tuli.

"Gue punya salah ya sama lo?"

"Enggak kok." Setelah menjawabnya, Jisoo mendadak termenung. Jangan-jangan Namjoon merasa lagi jika ia sedang menghindarinya.

"Tapi lo kayak lagi ngejauhin gue, Jis." Namjoon terkekeh kecil, entah apa arti dibaliknya.

"Harus gue jawab alesannya gak?"

"Gue pengen tau sih, tapi kalo emang lo gak mau ngomong sih yaudah gapapa."

Tuhkan, emang hati Jisoo tuh lemah. Sikap dewasa dan selalu ngalahnya Namjoon tuh yang selalu membuat gadis itu lagi-lagi gagal move on.

The Absurd Genks ; 94lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang