60. Cupcake Untuk Mamah

469 99 20
                                    

"Emang mau buat cupcake untuk siapa?"

Gadis berambut pendek sebahu itu menelusuri jajaran rak berisi macam-macam bahan untuk membuat kue. Memilah dan memilih mana yang akan ia beli untuk selusin cupcake permintaan Mark.

"Ada. Buat orang spesial, pokoknya. Nanti kamu juga tau."

Mark hanya tersenyum samar, mendorong troli belanjaannya, menatap punggung kecil Wendy dengan teduh.

"Kenapa gak pesen atau beli aja di toko roti? Kan udah pasti enak," kata Wendy lagi.

"Udah biasa. Kan kali ini maunya yang spesial dibuatin kamu."

Langkah Wendy terhenti, badannya berputar dan langsung menghujani Mark tatapan tajam. Ada ada saja memang kelakuan si lelaki blasteran itu yang sama sekali tak bisa ia pahami.

Mereka belum lama kenal, dan Mark selalu bersikap manis padanya. Membuat ketakutan pada diri Wendy jadi bangkit kembali. Bahwasanya ia sadar, ia terlalu cepat menjatuhkan hati pada setiap lelaki yang baik kepadanya.

Wendy gampang jatuh hati, namun sulit melupakan.

Ia sadar betul akan kelemahannya. Hingga harus terjebak beberapa kali pada hubungan menyakitkan akibat mulut manis lelaki.

Dan kini, ketika hatinya perlahan pulih, tiba-tiba datanglah seorang Mark dengan segala tingkah dan ucapan manisnya. Dan Wendy takut, bahwa ia biaa saja kembali menjatuhkan hati pada lelaki yang salah.

"Gak usah gombal! Gue capek denger kata-kata manis cowok yang gak bermakna." Wendy mendesah panjang, kembali meluruskan atensi pada rak tempat pewarna makanan.

"Siapa yang gombal sih, kan kamu emang udah aku anggep spesial, Wen."

Wendy berdecak kecil, menggeleng tak peduli. Bahkan ketika Mark menggodanya dengan memperlihatkan senyum menawannya, Wendy hanya mendengus dan melengos pergi.

"Diem!"

Mark hanya terkekeh manis. Ia terkesan dengan perubahan gadis itu yang awalnya tersipu malu ketika baru kenal, namun mendadak memasang benteng tinggi ketika ia mulai bergerak agresif.

"Kayaknya ini udah cukup, deh. Udah yuk, pulang biar bisa langsung bikin," ajak Wendy ketika dirasa bahan-bahan yang ia butuhkan sudah cukup.

"Percaya deh, Wen, kamu tuh spesial buat aku." Mark masih bersikeras menggombali Wendy meskipun gadis itu tak peduli.

"Diem atau gak jadi dibuatin!" ancam Wendy gemas.

Mendengar ancaman itu yang terdengar serius, Mark akhirnya terdiam. "Iya deh iya, aku diem."





***





"Kenapa gak buat di rumahku aja, sih?"

Wendy menggeleng. "Gak enaklah sama keluargamu, mending di sini. Lagian di sini alat-alatnya gak kalah lengkap kok," ucapnya sambil mengeluarkan bahan roti yang baru saja dibelinya.

Mark mendesah panjang. Rencananya kan ia mau modus bawa Wendy pulang ke rumahnya. Eh yang ada justru Mark yang dibawa ke kosannya.

Mark kan gak nyaman, apalagi ketika ia masuk tadi udah dipelototi oleh beberapa teman Wendy yang keliatan sangar. Yang ia mau kan hanya berdua dengan gadis cantik itu.

"Widihhh.. bikin apa, Mah? Kayaknya bakal enak tuh."

Hyeri nongol, melongok Wendy yang tertawa kecil meresponnya. Gadis bermata lebar itu melirik Mark dengan cengiran lebar.

"Gebetan baru?" bisik Hyeri pada Wendy sembari terkikik. "Lumayan juga tuh."

Hyeri mengambil sebotol jus yang ia simpan di kulkas. Ketika hendak melangkah pergi dari dapur, matanya dengan jahil menatapi Mark dari ujung kepala sampai ujung kaki, membuat lelaki tampan itu merasa risih.

Huft.. teman-teman Wendy emang absurd dan menyeramkan.

"Jangan kaget ya, temen-temenku emang kelakuannya ajaib semua," kekeh Wendy ketika melihat wajah Mark yang tidak nyaman.

"Duhai senangnya punya gebetan baru~ tenonet tenonet~"

Belum saja semenit Wendy ngomong begitu, sudah muncul Jackson dan Ilhoon yang nyanyi sambil joged ala nasidariah ibu-ibu kondangan.

"Bikin kue berdua sambil bermesraan~~." Keduanya bernyanyi dengan nada yang diplesetkan dari lagi pengantin baru yang biasanya ada di hajatan orang nikah.

Mark kembali menganga melihat kelakuan manusia yang lebih absurd lagi daripada si Hyeri. Duh, kembali ia pasang wajah kaku. Sedangkan Wendy tertawa tawa saja karena sudah biasa menhadapi combo duo gila itu.

"Wahhh.. kok kamu tahan sih tiap hari ngadepin mereka, Wen?" tanya Mark begitu Ilhoon dan Jackson akhirnya pergi karena diusir Wendy.

"Loh, kenapa enggak? Justru dengan tingkah mereka aku malah bahagia, kok, ketawa terus. Lagian mereka tuh temen-temen yang baik, cuma ya emang lebih hiperaktif daripada manusia nolmal lain sih," kata Wendy.

Mark terdiam. Ekor matanya melirik ke ruang tengah di mana anak-anak kos sedang berkumpul. Suatu hal yang tak pernah ia dapatkan sebelumnya.

Teman?

Semua hanya akan datang kepadanya jika mereka butuh. Tapi ketika ia merasa kesepian, tak ada satupun dari mereka yang menemani. Bisa dibilang, Mark selalu hidup sendiri.

"Sana ikut kumpul sama yang lain aja daripada nungguin aku di sini," kata Wendy ketika melihat Mark justru melamun.

"Tenang aja, mereka gak gigit kok. Cuma emang agak ganas aja," ujar Wendy sekali lagi. Mendorong pelan tubuh Mark hingga lelaki itu akhirnya mau berkumpul di ruang tengah.

Toh, Wendy lebih suka ditinggal sendiri ketika memasak.





***





Wendy membulatkan bibir ketika mobil Mark justru tiba di sebuah pelataran makam yang cukup luas itu. Tak mengerti mengapa Mark membawanya kesini.

"Ayok turun!" ajak Mark ketika Wendy hanya terdiam menatapi sekelilingnya.

Wendy tak berani bertanya, hanya mengangguk menuruti Mark. Ia turun dari mobil sembari menenteng enam buah cupcake yang ia buat. Sedangkan Mark membawa sebuket bunga yang dibelinya sebelum kemari.

Gadis manis itu mengikuti langkah Mark yang semakin memelan. Hingga tiba di sebuah kuburan dengan nisan berwarna putih bersih bertuliskan nama seorang wanita.

Mark berlutut, mengelus dan mengecup nisan itu dengan lembut. Ia tersenyum hangat. "Halo Mah, Mark dateng lagi."

Sekarang Wendy mengerti. Ia ikut berlutut di sebelah Mark, meletakkan cupcake yang dibawanya di atas gundukan tanah, tepat di sebelah buket bungan yang Mark bawa.

"Kali ini Mark gak sendiri, Mark punya temen buat Mark gandeng ketika ketemu Mamah. Ini namanya Wendy, dan dia bawa cupcake, kue kesukaan Mamah."

Wendy tertegun. Hatinya ikut pilu melihat Mark yang berbicara panjang lebar pada batu nisan ibunya seakan mengajaknya mengobrol.  Bahkan tak sungkan membicarakan kegiatan yang sehari ini ia lakukan.

Wendy tanpa ragu meraih tangan Mark. Tersenyum tulus dan mengeratkan genggamannya. Menyalurkan kehangatan yang sudah lama tidak dirasakan lelaki itu.

"Kamu hebat ya, bisa kuat ngelewatin ini sendiri."

Wendy kembali tersenyum, tak menyadari bahwa ucapannya seketika itu membuat si lelaki blasteran itu, jatuh terlalu dalam ke hatinya.


































Aku datang lagi gaes :D

Sapa mau dobel up??

40 komen dulu ah wkwkwk

The Absurd Genks ; 94lineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang