Akbar |• Tiga Belas

877 84 2
                                    

"L-lo ngapain di sini Rey?" tanya Akbar hati-hati.

Reyna merasa diantara takut dan malu melihat Akbar dan Dokter Yunus yang menatapnya seperti itu, ia bak seorang pencuri yang tertangkap basah. Gadis itu mulai gelapan dan memainkan jarinya, hingga suara kresek itu membuat ia teringat akan tujuannya ke UKS.

"G-gue cuma mau nganterin ini," ucapnya sambil mengangkat kresek yang di dalamnya berisi bekal dan obat Akbar. "Obat sama makan lo," lanjut nya.

Reyna lalu duduk di salah satu kursi yang ada di sana, rasanya sakit sekali ketika pantatnya itu menyentuh kerasnya kursi kayu.

"Lo ga nguping kan?" tanya Akbar dingin.

"Engga lah," jawab Reyna cepat. "Gue bukan cewek kepo," lanjutnya.

"Terus kenapa kamu bisa jatuh kaya gitu?" tanya Dokter Yunus penasaran.

"Yaaa, kan tadi itu pintunya ga di tutup rapet. Pas ada anak anak cewek sialan itu, aku lagi mau ketuk pintu. Tapi yaa gajadi, aku negok dulu ke mereka yang mau mendekat. Ehh, terus aku malah ke dorong beban pantat mereka sampe jatuh nyusruk kaya gitu," jelas Reyna membuat Dokter Yunus terkekeh tertahan.

Akbar terus menatap gadis itu, ada sedikit rasa tak percaya dan takut yang terselip di hatinya. Meskipun tentang ginjal itu tidak mereka jadikan topik tadi, tapi tetap saja lelaki itu merasa takut. Lalu Dokter Yunus bangkit, mengambil air dari sebuah teko bening yang selalu ia ganti airnya setiap habis. Meminta kresek yang Reyna pegang tanpa berkata, lalu membawanya kepada Akbar.

"Nih makan dulu," ucap Dokter Yunus. Akbar masih diam tak berkutik.

"Ngapain bengong sih? Entar kemasukan setan kita yang repot," celetuk Reyna.

Akbar mengerjap, mencoba menghilangkan pikiran buruknya tentang sosok Reyna. Gadis bermulut cabe level 30, yang pasti tidak akan mungkin menjadi seorang penguntit.

Dokter Yunus membuka kotak bekal berwarna merah yang di dalamnya terbagi tiga bagian itu, lalu pria itu tersenyum miring saat melihat isinya. Wortel rebus, nasi putih yang di atasnya di tambah tumis kangkung, dan roti berselai coklat yang di potong dadu besar. "Kamu yang siapin ini?" tanya nya pada gadis itu.

Reyna menggeleng. "Bukan aku, tapi Azura."

Dokter Yunus lalu menatap Akbar dengan senyum jailnya, sepertinya membuat anak ini kesal seru juga.

"Uhhh tayanggg, ini makan dulu yu," ucapnya sambil hendak menyuapi Akbar dengan satu potong wortel. Akbar mendelik tak minat pada pria itu, membuat Reyna terkekeh pelan.

"Nihhh, pesawat mendaratt. Aaaaaaaaa," ucapnya lagi bak seorang ibu yang tengah menyuapi anaknya. Sambil membuka mulut, pria itu menjadikan wortel tadi sebagai pesawat yang akan mendarat di mulut Akbar.

Lelaki itu membuka mulut, menerima suapan Dokter Yunus. Lalu mengunyah nya dengan mata yang terus menyorot tajam pada Dokter itu.

Dokter Yunus menggigit bibir bawahnya, berusaha mencari akal agar Akbar merasa kesal padanya. "Lagi, lagi. Nihh, ulat meluncurrrr...."

Akbar meneguk salivanya takut, kenapa harus ulat? Hewan yang teramat sangat ia takuti. Lalu lelaki itu menepis tangan Dokter Yunus yang mulai mendekat, di matanya yang di pegang Dokter itu adalah benar-benar seekor ulat besar berwarna jingga. Hal itu jelas saja membuat tawa Yunus pecah, bahkan Reyna yang tidak mengerti pun ikut tertawa.

"Aduhhh, Mas kira kamu udah ga takut lagi sama ulet. Hahaha....." ucap Dokter Yunus sambil sebelah tangannya memegang perutnya yang terasa geli.

Wajah Akbar merengut, memajukan sedikit bibirnya ke depan. Lelaki ini sangat menggemaskan. Dari sini, Reyna dapat melihat kepribadian Akbar yang sebenarnya nya. Ia hanya perlu sedikit mendekat, agar lelaki itu mau menunjukannya. Dapat Reyna simpulkan, bahwa Akbar hanya menjadikan sikap nya selama ini sebagai topeng, untuk menutupi segala lukanya.

My Angel's   [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang