Akbar |• Tujuh Belas

777 70 2
                                    

HAPPY READING GUYS! 🧡

~•|•~

"Nenek bakalan nginep di sini seminggu," ucap Suci penuh penekanan. "Dan saat Nenek pulang, Akbar bakalan ikut sama Nenek." Lanjutnya.

"Engga!" tukas Bunga cepat, membuat mereka menatapnya bingung.

Bunga yang menyadari di tatap seperti itu pun, sontak meneguk ludah takut. Pasti anak itu akan berbesar kepala, pikirnya.

"Kamu itu kenapa sih?" tanya Suci sinis. "Bukannya kamu ga mau ngurusin cucu saya, lalu kenapa kamu seolah ga mau jauh dari dia?" tanya nya lagi.

Bunga di buat gelapan mendengar pertanyaan mertuanya. Ah, bahkan ia sendiri tidak tau kenapa berucap seperti itu. Kata 'tidak' itu terlontar begitu saja. Apa mungkin karena Bunga sudah merasakan interaksi antara ibu dan anak dengan Akbar? Tapi tidak! Bunga akan menepis jauh-jauh interaksi itu, jika memang itu alasannya.

"Udah waktunya makan siang," ucap Farel tiba-tiba seraya melirik jam tangan hitamnya. "Makan dulu yu," ajak lelaki itu, benar-benar menyelamatkan Bunga.

Tapi tidak dengan Akbar, lelaki itu merasa terjebak oleh ucapan kembarannya. Untuk kesekian kalinya ia akan gagal untuk pergi. Nenek pasti akan mengajaknya, baik dengan lembut atau paksaan.

"Ayo, Akbar. Kamu kan baru pulang dari Rumah Sakit, pasti laper kan?" ajak Suci, membuat Akbar menunduk. Tanpa pikir panjang, Suci menarik tangan Akbar untuk ikut bersamanya, anak itu tidak menolak. Tepat di samping Farel, wanita itu juga menarik tangan Farel. Membawa kedua anak itu ke meja makan yang sudah siap dengan makanan.

Akbar dan Farel mengambil duduk bersebelahan. Sedangkan Suci, wanita itu mencicipi semua makanan agar tau makanan mana yang cocok untuk Akbar. Lidahnya serasa akan terbakar setelah mengicipi semua makanan itu, semuanya pedas!

"Biiii!" teriaknya marah, membuat Akbar yang menunduk pun menatap neneknya. Begitupun dengan Bunga, wanita itu dengan cepat menghampiri ibunya. Bi Ijah yang mendengar teriakan sang nyonya besar pun dengan langkah takut menghampirinya.

"I-iya Nyah?" ucapnya takut.

"Apa kamu sudah gila?! Semua makanan ini pedas! Akbar ga makan pedas!" bentak Suci yang mana membuat Bunga gelagapan, toh memang dia yang meminta Bi Ijah untuk memasak makanan pedas.

"A-anu Nyonyaa," sama seperti Bunga, Bi Ijah pun di buat gelagapan.

Suci melirik Bi Ijah sebentar, lalu menatap Bunga dengan sorot tak suka. "Kamu ini Bunga, harusnya pembantu bodoh kaya dia itu kamu pecat!" ujarnya penuh penekanan.

"Bu-bukan salah Bi Ijah sama Mama Nek. Tadi emang Akbar yang minta Bi Ijah masakin makanan pedes, kan Mama suka." Akbar membuka suara.

"Tapi kalo Bi Ijah masak makanan yang pedes kamu ga makan dong, sayang." Suci berucap lembut seraya menatap Akbar teduh.

"Tadi Akbar udah makan di Rumah Sakit," alibinya.

"Makanan Rumah sakit itu ga enak, lho." Akbar menggaruk kepalanya yang tak gatal, iya tak iya juga ucapan Neneknya itu. "Yaudah, sekarang Nenek buatin sup jagung aja ya?" tanya Suci, Akbar mengangguk. Lalu wanita itu menatap Bi Ijah, "jagung nya ada kan Bi?" tanya nya pada wanita itu.

"Ada, Nyah." Jawab Bi Ijah.

Bunga menghembuskan nafas lega. Lalu wanita itu menatap Farel yang terlihat geram tertahan, tangannya ia kepalkan kuat di bawah meja makan, lalu matanya menyorot tak suka kearah makanan itu. Pasti Farel sedang kesal pada Neneknya, pikir Bunga.

My Angel's   [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang