Akbar |• Empat Belas

896 88 6
                                    

Note: Baca part ini sambil dengerin musik "Kiss the rain - Yiruma" gatau deh, aku pas nulis nya juga sambil dengerin itu. Haha..

Happy reading guys! 🧡

~•|•~

"Ass—— Ma!" Farel terkejut, benar-benar terkejut. Tatkala saat pertama kali menginjakkan kakinya rumah, ia di suguhkan pemandangan rumah yang teramat sangat asing. Papanya berdiri di samping TV yang masih menyala, sedangkan Mamanya duduk di sofa dengan pandangan kosong. Mereka pasti bertengkar hebat, pikirnya. Anak itu kemudian mendekat, mengusap punggung tangan ibunya yang terasa dingin. Lalu menatap Papanya yang mulai melangkah, berlalu meninggalkan Bunga yang masih diam.

"Mama kenapa?" tanya anak itu lembut. Bunga melirik nya, lalu menangis.

Farel merengkuh tubuh sang ibu, mengusap penuh kasih sayang punggungnya. "Sstttt."

"Mama kenapa berantem sama Papa?"  Tanya Farel, membuat deru napas Bunga naik turun dengan cepat. Tanpa anak itu sadari, wanita itu menyorot benci kearah foto keluarga yang ada di meja kecil di sisi sofa.

Ingin rasanya Bunga mengeluh atas perilaku Alan, tapi pada siapa? Orang tua dan mertuanya tidak akan memihak Bunga. Farel juga tidak akan mengerti, lalu ia harus mengadu pada siapa? Lantas wanita itu memeluk tubuh anaknya erat, mengeluarkan segala yang ia rasakan melalui tangisan. Hari ini, ia benar-benar terluka.

Sedangkan Alan, pria itu berjalan dengan langkah gontai menuju kamarnya. Tepat di dekat pintu kamar Akbar, lelaki itu berhenti. Entah kenapa, ingin sekali ia mengetahui keadaan anak itu sekarang. Tapi pria itu mencoba menipu diri, bahwa Akbar memang tidak pernah memiliki ikatan apapun dengannya. Meski ia tidak bisa menghindari fakta, jika Akbar adalah anaknya juga. Pintu kamar yang terlihat tenang itu terus mengunci pandangnya, Alan ingin pergi, Alan tidak peduli pada anak itu. Ayolah kaki, kamu harus mau melangkah.

Hingga ia putuskan untuk mengalah. Pria itu menelan salivanya takut, tubuhnya bergetar hebat. Rasa lelah karena pertengkaran tadi, berubah menjadi rasa cemas luar biasa saat melihat anak itu terkulai lemah di samping pintu. Matanya benar-benar terpejam rapat, bibirnya sudah kehilangan warna, dan tubuh anak itu sudah dingin.

Anak itu sudah seperti, mayat.

Sekuat apapun Alan menepis rasa itu, tapi Akbar tetap anaknya. Ayah mana yang tidak memiliki sedikit pun empati pada anaknya, apalagi kondisi anaknya sudah seperti ini? Alan lantas mengangkat tubuh anak itu, membawa nya kebawah dengan langkah cepat. Pria itu terus berteriak memanggil istri, anak, pembantu dan satpamnya itu agar mendekat. Tapi nihil.

Farel melepaskan pelukannya dari Bunga, lantas lelaki itu mendekat pada Alan. "Akbar kenapa Pa?" tanya nya takut, tatkala melihat Akbar yang sudah pucat tanpa warna. Dengan darah segar yang sempat keluar dari hidungnya.

Alan kalut. Persetan dengan Farel yang terus bertanya, pria itu lantas berjalan menuju pos depan. Ia yakin jika Pak Ilyas tidak mendengar teriakannya. Bunga diam, ia juga ingin menyusul suaminya. Tapi langkah nya terkunci oleh pikiran, bahwa Alan akan menyalahkannya.

"Pak kerumah sakit sekarang," ucap Alan saat sampai ke pos depan.

Pak Ilyas tampak kaget dengan kedatangan tuan besar bersama Akbar di pangkuannya. Tanpa banyak bertanya, pria paruh baya itu meninggalkan kopinya dan mengambil mobil. Alan menidurkan Akbar di jok belakang, lalu mengitari mobil dan duduk sampingnya, membiarkan anak itu tertidur di pahanya.

Akbar sedikit membuka matanya, kemudian ia berbatuk kecil. Anak itu menengadah keatas, melihat rahang kokoh Papanya yang tengah menatap kedepan dengan pikiran kosong.

My Angel's   [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang