Lelaki itu terbangun, lalu menatap ruangan yang di dominasi berwarna putih. Ah, ini bukan UKS tapi Rumah Sakit. Akbar meraba selang oksigen yang terpakai olehnya, kenapa harus menggunakan ini segala?
"Jangan di copot," ucap seorang gadis yang baru saja masuk ke ruang inap Akbar. Matanya terlihat bengkak, mungkin karena menangis. Lalu gadis itu mengambil duduk di sisi Akbar, di kursi yang sudah di sediakan. Lalu menangis sambil menunduk di samping lelaki itu.
"Maafin gue Akbar, hikss... Gara-gara gue, lo jadi kaya gini. Hikss..."
Lalu Mario, Farel dan Reyna pun masuk. Menatap Akbar dengan sorot cemas. Ada apa dengan mereka? Apa mereka sudah mengetahui rahasia kecil Akbar?
"G-gue kenapa?" tanya lelaki itu hati-hati, takut jika benar mereka sudah mengetahui hal itu.
"Kenapa lo ga bilang sama gue?" tanya Farel. Hal itu jelas saja membuat keringat dingin hilir mudik di tubuh Akbar.
"G-gue, gue."
"Harusnya lo bilang Akbar," ucap Reyna dengan suara lirih. "Kalo lo terlalu kaget, reaksi tubuh lo bakalan kaya gini."
"Hah?" lelaki itu bertanya kaget. Bahkan ia tadi sudah sangat takut rahasianya akan terbongkar, apalagi ini di rumah sakit. Apa dokter yang memeriksanya tidak memberitahukan keadaan tubuh nya kepada mereka?
"Please lo jangan kaget, dan mulai sekarang gue ga akan ngagetin lo lagi," ucap Mario. Tapi tunggu! Mata dan hidung lelaki ini merah, apa dia juga menangis?
"Kita semua nangis tau, Bar. Apalagi pas lo di periksa sama dokter dan dokter itu keliatan takut banget. Ehh, pas beres dia cuma bilang lo ga bisa terlalu kaget," terang Reyna.
"Lo semua lebay, orang gue cuma pingsan."
"Tapi waktu itu lo kaya mayat hidup!" Mario berseru.
Akbar mengangkat bahu acuh, lalu menatap Azura yang menangis di atas lipatan tangannya. "Hei, jangan nangis."
"Gue salah Akbar, maafin gue."
"Lo ga salah, Ra. Ini udah takdir," ucap Akbar sambil mengelus rambut gadis itu.
Azura mengangkat muka, menatap wajah Akbar yang tak sepucat tadi. "Mana yang sakit?"
Akbar menggeleng sebagai alibi, agar gadis itu tidak mencemaskannya.
"Oh, iya. Siapa dokter yang periksa gue tadi?" tanya lelaki itu.
"Gue gatau sih namanya," jawab Reyna.
"Gue juga," Farel menimpali.
"Apalagi gue," Mario juga. "Tapi dia itu masih muda, mana ganteng lagi," lanjut Mario.
"Tapi kayak nya dia itu kenal banget deh sama lo, keliatan aja pas lo di bawa masuk ke UGD dia panik banget," ucap Reyna. "Dan dia juga yang bayarin pengobatan lo," lanjut gadis itu.
"Pas ngeliat dia tuh, gue kaya ga asing. Kaya emang pernah ketemu," Farel menimpali.
Akbar terus mengingat sosok yang ciri-ciri nya di sebut kan oleh mereka, lalu bergumam. "Mas Yunus?"
~•|•~
Terhitung sudah dua hari Akbar tidak menemui Seyna, bahkan lelaki itu tak memberinya kabar. Membuat gadis itu merasa cemas. Hingga tiba-tiba datang seorang lelaki berseragam putih abu bersama antek-anteknya, menghampiri Seyna.
"Hai, Sey," sapa lelaki bername tag Gilang Saputra itu sambil duduk di samping Seyna yang sedang menunggu bus.
Gadis itu tersenyum, sedikit menjaga jarak dari Gilang yang semakin mengikis jarak diantara mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Angel's [END]
Fiksi Umum"Ma, Pa... Anak lemah ini membutuhkan kalian," Dari Muhammad Akbar Alteza untuk Mama dan Papa. Akbar. Seperti namanya, Akbar memiliki hati yang besar. Semua orang menganggapnya kuat, menilainya hebat, mereka mengira bahwa Akbar adalah jelmaan Mala...