𝘁𝘄𝗲𝗻𝘁𝘆 𝗻𝗶𝗻𝗲 | 𝗽𝗲𝗿𝗺𝗶𝗻𝘁𝗮𝗮𝗻 𝗺𝗮𝗮𝗳

1.4K 210 291
                                    

Bersantai di atas rerumputan adalah yang dilakukan [Name] sekarang. Membiarkan sinar matahari menyinari wajahnya, dan membiarkan angin meniup rambutnya kesana kemari.

Pikiran gadis itu benar-benar kacau. Entah apa yang akan mereka hadapi di tahun keempat mereka di Hogwarts.

Belum lagi keempat sepupunya yang akan menjadi tanggung jawab [Name] selama mereka di Hogwarts. Terutama Seren dan Neressa, sih.

Seren, umurnya memang hanya terpaut satu tahun dengan [Name] dan Kendra-kakaknya. Tapi perilakunya, sangat-sangat manja. Hampir semua keinginannya harus dituruti. Belum lagi Seren ini sangat tidak biasa dibentak. Ruelle saja tidak berani memarahinya.

Neressa memang lebih tua satu tahun dari [Name], tapi perasaan Neressa benar-benar sensitif. Penyebab utama adalah kedua orangtuanya yang menjadi bagian dari pelahap maut. Blandford dan Hera menjadi sedikit lebih keras pada anak-anaknya. Lebih dingin, dan kekejaman semakin terlihat di diri mereka.

Neressa tidak pernah suka dengan itu. Membenci ayah dan ibunya sendiri. Neressa hanya terlihat kuat dari luar, namun sepenuhnya rapuh di dalam.

Ketakutan demi ketakutan kembali menghantui pikiran [Name], sampai akhirnya buyar karena sesuatu mendarat di pangkuannya.

"Mikirin apa, sih, cantik?" tanya Harry, memandang gadis di atasnya sambil tersenyum kecil.

Sudut bibir [Name] terangkat begitu melihat manik hijau Harry. Selalu menenangkan bisa melihatnya. Semua pikiran-pikiran buruknya seketika hilang begitu mendengar suara pria kesayangannya ini.

Tangan kiri [Name] bergerak mengelus surai hitam Harry yang berantakan di pahanya. "Tidak memikirkan apa-apa. Hanya berpikir akan sehancur apa Hogwarts ketika empat sepupuku itu sampai disana." [Name] terkekeh kecil di akhir kalimatnya.

Baru ingin Harry menjawab, mereka dikejutkan dengan kedatangan Ron dan Hermione dari belakang. "Asik berdua saja, kalian ini. Sudah tidak ingat dengan kami?" tanya Ron pura-pura kesal.

Harry mendengus. Lagi-lagi acara berduaan nya dengan [Name] terganggu, sedangkan [Name] terkekeh melihat wajah masam Harry.

"Oh, ya, ngomong-ngomong, ayahku kemarin mengirim surat. Ia bilang ia akan mengajak kita pergi ke suatu tempat," kata Ron membuka percakapan.

"Kemana, ya, kira-kira? Kapan kita akan menemui keluargamu?" tanya [Name].

Ron menggedikkan bahu tanda ia sendiri tidak tahu.

"[Name]," panggil Harry. [Name] menundukan kepalanya. "Apa?"

Harry tidak langsung menjawab. Pria itu memiringkan kepalanya menghadap perut [Name], bersembunyi disana.

[Name] terkekeh geli. "Kau ini kenapa, Harry?" Pria itu hanya menggeleng kecil di perut [Name] sebagai jawaban.

"A-"

"[Name]?"

"Grandma!"

"Miss Griswald!" [Name] dan Harry memekik bersamaan. Harry dengan cepat bangkit dari pangkuan [Name] begitu mendengar suara Andora dari belakang.

Wajah Harry benar-benar memanas sekarang. Pipinya memerah melebihi rona di pipi [Name]. Benar-benar malu tertangkap basah oleh Andora.

"Grandma-i-itu tadi bukan apa-apa, aku berjanji ...."

"Y-ya, Miss Griswald-aku minta maaf-i-itu-"

Andora tertawa geli memotong perkataan Harry. "Astaga, tenanglah, kalian. Aku tidak akan memarahi kalian tentang itu. Aku juga pernah merasakan masa muda. Lagipula aku senang [Name] bisa memilikimu di masa-masa buta warnanya, Mr Potter."

── 𝐀𝐌𝐄𝐑𝐓𝐀 ; 𝗵. 𝗽𝗼𝘁𝘁𝗲𝗿Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang