𝘁𝗵𝗶𝗿𝘁𝘆 𝗳𝗶𝘃𝗲 | 𝘁𝘂𝗹𝘂𝘀

994 142 55
                                        

Harry mengikuti langkah kaki Zielle. Mereka berdua menjauh dari teman-temannya yang lain.

"Jangan bicara macam-macam, Zielle! Jangan kau marahi dia, jangan-"

"Aku tidak akan melukai kekasihmu, tidak usah berisik," potong Zielle.

[Name] mendengus sebal lalu kembali duduk bersama teman-teman dan sepupunya.

Setelah menemukan tempat yang cocok untuk bicara empat mata, Zielle berhenti melangkah. "Silahkan," katanya, menyuruh Harry untuk duduk.

Zielle menatap dalam mata Harry. Berusaha mencari sesuatu yang tidak bisa ia temukan. Kebohongan. Manik hazel Zielle terus menelusuri tatapan Harry. Pemilik manik hijau itu hanya bisa diam dan memikirkan hal buruk apa yang akan terjadi padanya.

Kalau Harry boleh jujur, berdua dengan Zielle lebih menyeramkan dibandingkan berdua dengan ibunya langsung, Gricelda.

Entah mengapa aura yang dibawakan oleh Zielle sangat berbeda.

"Sudah berapa lama kau kenal dengan adikku?" Zielle akhirnya membuka suara.

Harry merringis. Tahu kemana arah pembicaraan ini akan berjalan. Dalam hati ia mengeluh, Oh shit, here we go again.

"Um ... aku bertemu dengannya semenjak tahun pertama, tepatnya saat membeli seragam untuk ke Hogwarts."

Zielle mengangguk paham. "Sejak kapan kau mengencaninya?"

"Eh-" Harry mendadak menjadi sangat gugup. Rona merah muncul dikedua pipinya. "Sekitar empat hari setelah ulang tahun [Name]. Tanggal 11 Agustus."

"Berarti sudah nyaris setahun, ya?" tanya Zielle memastikan.

Harry mengangguk canggung. Benar-benar berharap ini cepat berakhir. Namun nyatanya tidak. Zielle masih punya beberapa pertanyaan yang akan ia tanyakan pada laki-laki yang berhasil membuat adiknya luluh sampai seperti ini.

"Kau tidak menggunakan love potion pada adikku, kan?" Mata Zielle menyipit. Mencurigai Harry.

"Apa itu love potion?" Harry mengerjap bingung.

Zielle menghembuskan napasnya. "Ramuan cinta. Ramuan yang bisa kau gunakan untuk membuat seseorang jatuh cinta bahkan tergila-gila denganmu."

"Tentu saja tidak!" Harry menyentak. "Aku tidak sebodoh itu. Aku tidak akan melakukan hal itu hanya untuk mendapatkan hati [Name]."

Zielle menampilkan seringai kecil di wajahnya. "Baiklah kalau begitu .... Jelaskan padaku apa yang membuatmu jatuh cinta pada [Name]? Apa yang kau lihat darinya?"

Wajah Harry kembali memerah. Ia sudah sangat berharap dalam hatinya agar pertanyaan ini tidak terlontar. Tapi ternyata dunia sedang tidak berpihak padanya hari ini.

"Memang banyak wanita cantik di luar sana," Harry memulai pembicaraannya. "Aku tidak tahu pasti apa yang membuatku mau mengencani [Name]. Aku selalu nyaman berada di dekatnya, aku suka ketika ia takut dan mengeluh padaku, aku suka ketika rona merah muncul di pipinya saat ia berada di dekatku. Aku suka melihat caranya tersenyum, aku suka dengan segala hal tentang dirinya.

"Aku tidak tahu sejak kapan aku memiliki perasaan seperti ini padanya. Itu kubiarkan tumbuh sendiri di hatiku. Perlahan, perasaan ini semakin kuat. Aku merasa tenang dan nyaman saat di dekatnya. Tidak pernah ku rasakan ketika aku bersama oranglain selain dirinya. Manik kelabu itu seakan menarikku ke dalam dan menjebakku di dalam sana, tidak membiarkanku berpaling barang sedetik pun.

"Semua kepribadian dan tingkah lakunya membuatku seringkali gemas sendiri. Kadang yang tadinya sedih ataupun marah, bisa langsung berubah ceria dalam sekejap. Yang membuatku tambah bahagia adalah, aku yang membuatnya bahagia, bukan orang lain. Senyuman yang ia berikan ketika ada di dekatku, itu berbeda.

── 𝐀𝐌𝐄𝐑𝐓𝐀 ; 𝗵. 𝗽𝗼𝘁𝘁𝗲𝗿Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang