𝘁𝗵𝗶𝗿𝘁𝘆 𝗳𝗼𝘂𝗿 | 𝘁𝗵𝗲 𝗴𝗿𝗶𝘀𝘄𝗮𝗹𝗱

931 139 19
                                        

Pagi ini [Name] bangun sedikit lebih awal dari biasanya. Anak itu ingin menghabiskan waktu dengan kakak perempuan serta keempat sepupunya sebelum memulai hari.

"Boo!"

[Name] terlonjak kaget ketika sepasang tangan mendarat di pundaknya. "Motherfucker!" Gadis itu berbalik. Ia melayangkan pukulan kencang pada pria berambut cokelat dengan rahang tajam yang ada di hadapannya. "Ouch!"

Gadis pemilik rambut medium ash brown di sebelahnya tertawa geli. "Language, Vessa."

"Sudah kubilang untuk tidak memanggilku Duvessa, Zie." [Name] memutar bola matanya.

Zielle tertawa lagi. Gadis itu tersenyum, merentangkan tangannya. [Name] menghambur ke dalam pelukan kakaknya. Mau se-menyebalkan apapun Zielle, [Name] tetap menganggapnya sebagai kakak, tentu saja. Rasa sayang [Name] pada Zielle tidak akan berkurang sedikitpun.

[Name] memejamkan matanya ketika jari jemari Zielle berjalan mengusap surai kelabunya yang baru saja berubah kembali menjadi warna caramel.

"Ikut!" pekik seorang gadis dari belakang mereka. Itu Seren, dengan rambut merahnya yang berkilauan ketika tersentuh matahari. Sangat cantik. Gadis kecil itu menghambur memeluk kakak-kakaknya.

Kendra berjalan ke arah Drystan, satu-satunya pria yang ada di sana. Melayangkan tos, salam para cowok kebanyakan. "Neressa kemana? Belum kelihatan?" tanya Kendra memulai pembicaraan.

Mereka berempat menggeleng. "Tidak tahu."

"Hadir," sambar gadis berambut hitam legam tiba-tiba. Dadanya naik turun, napasnya tidak teratur.

"Demi jenggot Merlin, kau habis dari mana? Mengapa napasmu terengah-engah begitu?"

"Kalau saja aku bisa terjun dari Menara Astronomi ke sini tanpa mati, aku tidak akan kelelahan seperti ini. Aku berjalan sejak dua puluh menit lalu dan sekarang baru sampai. Lagi pula mengapa asramaku harus setinggi itu?" Neressa terus mengoceh tentang keluhannya.

"Terus berbicara tidak akan membuat rasa lelahmu hilang," tukas Drystan.

Neressa memutar bola matanya jengkel. "Oh, shut the fuck up."

[Name] menyandarkan dirinya pada pilar koridor. Menatap Drystan dan Neressa secara bergantian. "Jadi? Apa alasan Aunt Hera memindahkan kalian kesini?"

"Honestly i dont know," kata Neressa. "Mum tidak memberitahu apapun. Aku tidak berani bertanya padanya. Dad akhir-akhir ini tak ada di Manor. Entahlah, paling-paling mengurusi urusannya dengan si Pangeran Kegelapan itu," sambungnya jengkel.

[Name] mengutuk dirinya sendiri sekarang. Menyesali dalam hati karena bertanya seperti itu. "Sorry, Nes."

"You don't have to say sorry. It's okay."

[Name] tersenyum kecil. Gadis itu menoleh pada Kendra. "Ginny merindukanmu."

Kendra mengerjap. Sedikit terkejut karena [Name] sangat spontan. "Gadis Weasley itu?"

"Tentu saja. Siapa lagi Ginny yang pernah kau temui selama 14 tahun hidup ini?"

"Aku tidak menyangka dia akan merindukanku juga," kata Kendra diakhiri kekehan kecil.

Senyum milik Kendra bisa membuat siapa pun yang melihatnya menjadi terpana. Wajah Kendra menjadi seratus kali lipat lebih manis ketika ia tersenyum, apalagi tertawa seperti sekarang. Tak heran kalau Ginny menyukainya.

Kelima sepupunya mengernyit bersamaan. Bersama-sama menatap Kendra dengan tatapan intimidasi. "What?"

"Kau baru saja bilang 'akan merindukanku juga', kan?" tanya Zielle memastikan.

── 𝐀𝐌𝐄𝐑𝐓𝐀 ; 𝗵. 𝗽𝗼𝘁𝘁𝗲𝗿Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang