𝘁𝗵𝗶𝗿𝘁𝘆 𝘁𝗵𝗿𝗲𝗲 | 𝗮𝗻𝗼𝘁𝗵𝗲𝗿 𝗴𝗿𝗶𝘀𝘄𝗮𝗹𝗱

1.3K 177 128
                                    

Pandangan gadis berambut kelabu itu tertuju pada pemandangan di luar kereta. Cerah sekali di luar sana. Berbanding terbalik dengan suasana hatinya yang benar-benar kacau.

Pada pertandingan Quidditch kemarin, para Pelahap Maut datang menyerang kerumunan. Yang kemarin mereka kira adalah tim Irlandia yang merayakan kemenangan mereka, ternyata mereka salah. Keributan di luar sana terjadi karena para Pelahap Maut menyerang secara tiba-tiba.

Harry sempat terpisah dengan mereka, namun akhirnya ditemukan tepat waktu dalam keadaan selamat. Yah, walaupun sempat pingsan.

"[Name]!"

"What?!" pekiknya tanpa sadar. [Name] menghembuskan nafas lelah lalu memasang tampang bersalah ketika melihat wajah ketakutan teman-temannya. "Maaf, Harry, aku tidak bermaksud begitu," ujar [Name] sungguh-sungguh.

Harry mengangguk kecil. Pria itu mengusap pelan pundak [Name]. "What's wrong, Princess?" tanyanya. Harry tahu betul kalau perasaan [Name] sekarang sedang kacau dan kepalanya penuh pikiran, karena itu [Name] berteriak padanya tadi.

Ketika sedang stress, [Name] cenderung akan berdiam diri dan menuangkan pertanyaan-pertanyaan yang menambah beban pada dirinya sendiri.

[Name] menggeleng pelan menjawab pertanyaan Harry.

"Jangan bohong padaku, [Name]. Aku tahu kau tidak baik-baik saja," kata Harry. "Ada apa?"

[Name] mendesah frustrasi. "Aku ... aku memikirkan para Pelahap Maut kemarin."

Hermione mengernyit bingung. "Apa yang kau pikirkan tentang mereka?"

"Bagaimana bisa kau menjadi bodoh begini?" tanya [Name] yang tentu saja menaikkan amarah Hermione, tapi [Name] tidak peduli. Yang ia pikirkan sekarang adalah bagaimana cara untuk mencegah kepalanya meledak di dalam kompartemen. "Para Pelahap Maut sudah terlihat, 'Mione." [Name] memulai penjelasannya.

"Itu berarti kemungkinan besar, sangat besar, bahwa Voldemort akan atau bahkan sudah kembali, benar?" tanyanya menatap tajam manik cokelat Hermione.

Napas Hermione tercekat menyadari benarnya perkataan [Name]. Gadis berambut ikal itu mengangguk. "Benar ..."

"Aku ... aku kembali teringat dengan mimpiku .... Di mana aunt Hera menggunakan kutukan cruciatus nya. Itu ... itu sangat menyeramkan." Tubuh [Name] kembali bergetar ketika ia mengatakan apa yang ada di kepalanya.

Harry menarik tengkuk leher [Name], mempersilakan kepala gadis itu untuk bersandar di bahunya. "Tenang, [Name]. Setidaknya ada kemungkinan kita untuk merubah takdir di mimpimu itu, kan?"

"Memang ...," balas [Name] lemas. "Tapi tetap saja. Masih sangat besar kemungkinan kita tidak memiliki persiapan."

"Anything from trolly, dear?"

[Name] dan Harry bangkit bersamaan menuju pintu kompartemen. "Aku mau dua cokelat kodok, tolong," pinta [Name] dengan senyum di wajahnya.

"A-"

"Two pumpkin pasties, please," sela suara lembut seorang perempuan di sebrang mereka.

Itu Cho Chang. Murid sekaligus seeker ravenclaw. Baik Harry maupun [Name] sama-sama sudah tahu siapa gadis ini. Tentu saja, bukan hanya pemilik paras cantik, rambutnya yang hitam panjang, suara lembutnya yang menghiasi telinga, Cho juga salah satu siswi yang pintar dan berbakat.

Cho tersenyum manis ke arah Harry dan pria itu membalasnya.

[Name] mengernyit kesal ketika Cho maupun Harry belum memutus kontak mata mereka. [Name] berdehem membuat mereka berdua tersadar. "Excuse me, Mrs Chang. I know he's cute, but you must know that he is mine," kata gadis itu sambil menatap tajam manik Cho Chang.

── 𝐀𝐌𝐄𝐑𝐓𝐀 ; 𝗵. 𝗽𝗼𝘁𝘁𝗲𝗿Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang