Kebobrokan XI IPA 1

132 34 16
                                    

Akhirnya pelajaran hari itu selesai juga. Gue mengusap-usap bagian belakang leher sambil membersihkan alat-alat tulis. Gue menatap jam yang tertera di jam tangan. Gue bergegas bangkit mengajak Rinna menuju kantin. Bukannya apa, mengantri adalah sesuatu yang sangat menyebalkan.

Gue mengerutkan kening sejenak. Mata gue mencari sepatu di rak sepatu, namun nihil keberadaan sepatu gue tidak ditemukan. Gue memandang sekeliling mencari siapa sosok yang meminjam sepatu gue. Demi apapun, gue gak tahu kenapa sepatu gue selalu dipinjam oleh anak-anak kelas. Padahal itu adalah sepatu baru.

Tanpa berpikir panjang gue memilih memakai sepatu Tian. Kalau kalian lupa dia siapa, Tian adalah cowok wibu sekaligus ketua MPK yang cukup populer dikalangan adik kelas. Dia sangat dekat dengan Henry. Sepatu Tian terlihat nyaman dan besar, membuat gue memutuskan untuk memilih sepatunya.

Lengan gue dengan cepat menggandeng lengan Rinna untuk kabur dari sana. Kebiasaan cewek yang masih dipertanyakan, mengapa kalau jalan harus gandengan tangan. Gue mengakui kalau tidak bergandeng tangan, rasanya ada yang kurang.

Buat yang penasaran dengan Kakak Kelas yang nembak gue, dia sudah gue hindari tiga hari. Alhasil dia menyerah, maafkan gue yang kalau menolak memang rada kasar. Jujur, dia gak jelek kok. Dia lumayan, cuman gue gak suka dan gak nyaman dengan tingkahnya.

Balik ke cerita, gue bergegas memasuki kantin dan bersiap berteriak memesan makanan. Ibu Kantin yang sudah akrab dengan gue memprioritaskan gue terlebih dahulu. 

"Anjrit, pake orang dalam." kata Bima. Ternyata di samping gue ada Aji, Reza, Bima, Glen dan Abi.

"Iri? Bilang bos!" kata gue meledek.

"Sy, Ibu kasih bonus ayam ya." kata Bu Kantin. Gue mengangguk bahagia dan berterima kasih. Padahal gue beli dua ayam, tapi dikasih bonus satu, jadi gue punya tiga ayam.

"Sumpah lu makan kayak kambing!" kata Abi sinis.

"Idih, ngaca muka lo tuh kaya kambing!" gue tidak mau mengalah.

"Sorry, muka gue terlalu ganteng untuk disamakan dengan kambing." Abi seperti biasa selalu memuja dirinya sendiri seperti dewa. Gue memutar bola mata tidak peduli.

Sambil menunggu, gue risih si Aji mengibarkan jilbab gue mulu sambil ketawa-ketawi. Tolong, jilbab gue bukan bendera merah putih yang harus dikibarkan. Glen hanya diam memandang gue dingin, membuat gue layaknya sedang ditatap setan.

Gue buru-buru keluar dari kerumunan saat pesanan gue sudah siap. Di meja pojok, gue bergabung bersama teman-teman gue. Seperti biasa mereka takjub melihat porsi besar makanan gue. Biasalah.

***

Kini gue sedang duduk melamun karena tidak ada yang mengajak bicara. Kelas terlihat cukup tenang hari ini. Hal yang gue lakukan hanya melihat orang-orang yang sedang mengobrol, jika mereka tertawa entah kenapa gue juga ikut tertawa bodoh. Padahal bukan gue yang diajak bicara. Sungguh membagongkan.

Tak lama, seorang gadis berlari ke dalam kelas dengan marah. Dia menggerutu sendiri dan duduk di barisan depan dengan menutup wajahnya seakan ingin menangis. Suasana yang damai tadi mendadak canggung.

Beberapa temannya mengajaknya bicara, namun ia seperti tidak ingin diajak mengobrol. Gue yakin pasti lagi marahan dengan pacarnya. Biasalah mereka sering bertengkar. Makanya gue males main pacar-pacaran, gak ada gunanya memang.

DUAK

Gue tersentak kaget karena dia menendang meja dengan keras. Teman-temannya mulai menjauh dan membiarkannya menenangkan diri. Gue yang bodo amat, kini menuju kursi Ayu. Ayu mengajak gue main catur. Yah gini-gini gue bisa main catur.

IPA 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang