Hari itu cerah, tapi tidak secerah hati gue saat ini. Entah kenapa suasana hati kurang mendukung. Gue berjalan dengan lesu memasuki gerbang sekolah. Tidak biasanya gue datang agak telat, sekolah pun sudah terlihat sangat ramai.
"Tumben datang jam segini." Ayu menyapa dengan lembut. Gue hanya bisa tersenyum menanggapi.
Bukannya apa, berbicara saja terasa malas. Berpura-pura ceria juga melelahkan. Gue cepat-cepat melepas sepatu dan memasukkannya ke dalam rak. Tas di punggung terasa sangat berat, kemungkinan tali tas ini segera lepas. Helaan nafas berat keluar begitu saja.
Ketika ingin memasuki kelas, langkah kaki gue berhenti mendadak karena ingin menabrak seseorang. Otomatis gue memilih bergeser ke sebelah kanan, namun ia juga bergeser ke kanan. Gue kembali mencoba bergeser ke kiri, ia juga mengikuti ke kiri. Kami berdua terdiam dan saling tatap. Tubuhnya yang tinggi membuat kepala gue mendongkak ke atas. Dia Glen si makhluk kulkas berjalan.
Gue yang sudah kecapekan dengan rasa lelah ini buru-buru ke kanan, bodohnya ia juga ke kanan. Gue kembali mencoba ke kiri, dia pun mengikuti ke kiri. Gue merasa kesal langsung ingin mengucapkan kata, namun kata gue terhenti saat ia langsung berteriak.
"Minggir!"
Gue tersentak kaget. Gue disini yang merasa kesal, ternyata wajahnya juga terlihat sangat kesal. Harus sabar, orang pintar pasti akan mengalah di situasi seperti ini. Gue yang tidak ingin beradu mulut karena capek, memilih untuk mundur membiarkannya keluar terlebih dahulu. Dia berdecak kesal dan keluar dengan cepat.
"Eh eh lo kenapa dah sama Glen?" Ayu mendekati gue karena kepo.
Gue hanya mengangkat bahu bingung dan memasuki kelas dengan cepat. Tas yang berat gue banting ke kursi, pantat pun langsung dengan cepat menyentuh kursi. Rasa capek yang dirasakan segera berkurang saat gue meminum air hangat.
Setelah waktu berjalan, mood gua akhirnya membaik. Kini mata gue melirik bingung saat Rinna dan Nanda membicarakan sesuatu di pojok kelas. Gue menguping sejenak mendengarkan pembicaraan mereka. Nada suaranya terdengar kesal.
"Kenapa?" tanpa basa-basi gue bertanya.
"Ada anak kelas XII IPA 2 gak ngembaliin sapu kelas kita, terus gak ada yang mau datangin ke kelas sebelah untuk ngambil sapu." kata Nanda kesal.
"Loh, emang kenapa? Coba aja tanya ke kelas sebelah kalian." kata gue cepat.
"Malu Sy, lu mah anaknya pasti biasa aja nanya-nanya ke kelas sebelah." kata Nanda.
"Sy lu mau ya nanya dan ngambil sapu ke kelas sebelah?" muka Rinna terlihat memohon.
"Aduh males."
"Sisy yang cantik jelita baik bak bidadari, please!"
Gue sebenarnya males banget. Melihat wajah mereka berdua gue jadi tidak tega. Lagi pula kelasnya dekat, cuman sebelah sama kelas gue. "Yaudah, gue aja."
"Sy sumpah lu mantap jiwa." puji Nanda.
Gue langsung bangkit berdiri dan menuju keluar kelas. Tak lama gue sampai di kelas XII IPA 2. Gue melirik di pintu dan menemukan cowok sedang memainkan game di hapenya. Entah game apa yang dimainkan, gue tidak pernah memainkan game tersebut. Anehnya dia tidak takut sama sekali jika di razia guru. Wajahnya terlihat serius dan sepertinya tidak menyadari kebaradaan gue.
"Misi boleh nanya gak?" tanya gue sopan.
Tidak ada respon. Gue berdenyit bingung. Mata gue beralih ke anak yang lain, tidak ada orang selain dia yang dekat dengan jarak gue berdiri. Rata-rata mereka sibuk dengan lawan bicaranya. Hanya cowok ini yang sendirian dan cocok untuk ditanya-tanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IPA 1
Non-Fiction[TRUE STORY] Cerita nyata mengenai anak MAN terutama anak IPA 1. Anak IPA? Mungkin dipikiran kalian anak IPA adalah anak kutu buku, serius, pintar, unggulan dan hal positif sebagainya. Disini gue yang bernama Sisy awalnya ngira begitu juga, pikiran...