Kacau Balau (2)

274 46 14
                                    


Situasi sangat kacau balau, kelas berantakan karena perkelahian Bima dan Dinda. Dewi yang awalnya menangis kini keluar dari kelas bersama mereka yang juga ketakutan. Sinta masih terbaring di lantai karena kesurupan. Lalu Via yang bersikap aneh masih memandang kosong papan tulis. Sedangkan Rizka masih tersenyum aneh dan selalu ingin menyanyikan lagu jawa. Gue tetap diam di kursi, kepala gue jadi tambah pusing. Gue berharap semua ini akan segera berakhir.

"Sy lu juga kesurupan?" kata seorang pria menjentikkan jari ke depan wajah gue.

Gue tersentak, mendongkak dan menatap langsung ke arah sosok tersebut. Dia Tian dan Henry yang baru saja datang dari urusan organisasi.

"Muka lo pucet." kini Tian bernada khawatir. Dan gue memang merasa pusing, walapun alasannya jauh berbeda dengan perkiraan mereka.

Sebelum gue sempat membuka mulut, Tian cepat-cepat berkata, "Sadar Sy, jangan diam aja." Ia berhenti sejenak, lalu bertanya ragu, "Lo Sisy kan?"

Gue mengerjab satu kali, seolah-olah baru tersadar dari lamunan. Perlahan-lahan gue menghembuskan nafas yang ditahan sejak tadi dan bergumam, "Hmm."

"Lo udah aneh, jangan aneh-aneh lagi," kini Henry tampak bergidik melihat sikap gue yang menurutnya aneh. Sialan memang.

"Gue nggak kenapa-kenapa ih," sebelum banyak mata memandang, gue cepat-cepat mengkonfirmasi.

Gue mendesah berat dan berbalik hendak menghampiri Sinta yang masih mengamuk. Daripada berdiam diri menunggu kesurupan semakin menjadi, lebih baik membantu teman yang kesurupan. Mungkin sekitar lima orang membantu Sinta berhenti menjerit. Kedua tangan yang mengepal harus dibuka, kedua kaki yang bergerak kesana-kemari harus diluruskan dan tak lupa jari jempolnya ditekan. Bacaan doa pun tak luput untuk diandalkan.

Sinta akhirnya berhenti mengamuk dan terlihat tenang. Perlahan ia membuka matanya dan terbelalak takut melihat sekitar. Alis gue berkerut samar ketika melihat tangan Sinta sedikit gemetar. Sinta mengerjab satu kali, dua kali, dan gue dapat melihat sinar ketakutan itu menghilang dari mata Sinta. Tangannya dengan cepat menyentuh tangan Bintang untuk mencari ketenangan disana.

"Gak apa-apa, gue disini. Lo aman," begitu kata Bintang menenangkan.

"Sumpah gue takut." Sinta semakin berpegangan pada Bintang. Bintang dengan senyuman hangat menepuk pundang Sinta agar dia tenang.

Di ujung sana Via masih bersikap aneh, ia tidak berbicara apa-apa dan hanya menatap kosong tembok depan. Ekspresinya sangat datar dan kami sungguh tidak mengerti. Reza yang datang membaca doa pun, tak dihiraukan Via. Via selalu menutup telinganya dan menganggap itu semua hanya angin lalu.

"Gue angkat tangan soal Via!" Reza mengangkat kedua tangannya.

"Eh kampret jangan gitu dong!" Nanda terlihat kesal.

"Susah, gak mempan gitu. Bingung gue," kata Reza.

Tak lama seorang pria berlari ke dalam kelas dan berkata, "Rizka gila euy, coba lihat keluar!" kata Abi memberi kabar di pintu masuk kelas. Beberapa orang yang penasaran keluar kelas, gue bangkit berdiri melihat ke arah jendela.

Disana Rizka memang terlihat aneh, dia terlihat cukup bahagia dengan menyanyi bahasa jawa di bawah pohon. Dua orang yang menjaga Rizka menjaga jarak dan ketakutan. Suasana sekolah memang cukup sepi karena ini sudah masuk jam pelajaran. Kelas kami yang belum dimasuki guru malah terlihat kacau balau.

Rizka kini mencoba masuk ke dalam kelas. Mereka sudah mencegahnya, namun Rizka memaksa masuk. Gadis itu dengan bahagia berjalan santai dan mengibarkan kipasnya. Rizka berhenti berjalan dan tersenyum melihat ke arah Sinta. Hal itu membuat seisi kelas kaget, nampaknya Rizka sangat tertarik dengan keadaan Sinta yang terduduk di lantai.

IPA 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang