Glen or Arsen

63 10 1
                                    

Jam pelajaran telah usai. Hari yang sungguh melelahkan dan bikin ngantuk. Kami tidak bisa pulang, sebab setelah ini les akan segera diadakan untuk semua anak kelas tiga yang sebentar lagi akan mengikuti ujian. Dalam artian kami akan lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah ini untuk belajar.

Gue menghembuskan nafas dengan berat. Gue bangkit dari kursi karena merasa gerah dan menuju luar kelas. Ada Rinna yang rebahan di lantai tanpa tahu malu. Gue terkikik geli dan mengikutinya rebahan di lantai. Posisi Rinna memang cukup adem dikarenakan dekat pohon yang rimbun.

"Woi jangan jadi gembel!" teriak Abi. Kami terkejut dan menatap Abi secara bersamaan.

"Dih," gue melirik dengan kesal. Tanpa memperdulikan Abi gue mengambil posisi nyaman di samping Rinna. Counternya Abi itu cukup mengabaikannya saja.

Abi hanya membiarkan. "Yok ges pulang, bolos les!" ajak Abi layaknya pemimpin jahanam.

"Gas!" teriak Reza dengan semangat.

Abi membawa budak-budak yang telah dihasutnya untuk bolos pada jam les tambahan. Salah satu budaknya Aji, cowok tersebut tersenyum riang membawa tas nya layaknya bocah. Aji yang baru menyadari gue rebahan bak gembel pun terkejut.

"Sy, jangan rebahan disitu." kata Aji sedikit kaget.

"Bodo amat!" jawab gue jutek.

"Gak bagus buat kesehatan," kata Aji lagi.

"Hm." jawab gue malas, beberapa anak cewek lain yang melihat gue dan Rinna rebahan ikut nimbrung. Aji hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Gas ke parkiran!" kata Abi.

"Sy, gue pulang." pamit Aji, gue melirik sekitar mencari pacarnya Aji. Gue takut kena amukan pacarnya, karena Aji masih suka deketin gue. Gue melotot ke arah Aji dengan kesal. Untungnya gak ada keberadaan pacarnya. Aji ditarik Bima untuk segera pergi dari sana.

"Gila Aji udah punya pacar masih aja genit," kata Nanda.

"Genitnya ke Sisy aja pula, di luar nurul dan gak habis fikri." Ayu terheran-heran.

"Palingan pacarnya dijadiin mainan doang." kata Emma asal.

"Hussh jangan ngomong begitu," gue menegur karena melirik ada sahabat pacarnya Aji mendekat. Entahlah apakah ia mendengar atau tidak. Gue sudah merasa tertekan karena pacarnya Aji selalu menatap sinis ke gue dengan aura membunuhnya.

Kami menghentikan pembicaraan dan fokus merasakan angin sepoi-sepoi. Tak lama kemudian, Arsen keluar dengan membawa tas, gue menghelas nafas tidak menyangka Arsen ketua kelas terhasut lagi oleh ajakan Abi untuk bolos les. Padahal dulu Arsen tidak begitu. Entah kenapa akhir-akhir ini godaan Abi sungguh hebat.

"Arsen gak bolos kan?" Gak tahu kenapa gue bisa bertanya dengan berani begitu. Semua sontak melihat ke arah gue.

"Hn?" Arsen terlihat bingung.

"Arsen bakal ikut les kan?" tanya gue lagi. Dia termenung sebentar.

Arsen mengangguk dan kembali ke kelas membawa tasnya. Gue tercengang, demi apa Arsen mau mendengarkan apa yang gue bilang. Teman-teman gue pun ikut tercengang menatap gue.

"Loh, gak bolos?" Glen yang ingin bergegas pulang terheran.

"Gue ikut Les." kata Arsen cepat.

"Glen ikut les juga kan?" tanya gue.

"Hah?" Glen membeku di tempatnya. Glen termasuk orang yang paling sering terhasut ajakannya Abi.

Reza kembali berlari ke kelas, "Woi Arsen! Glen! Abi nunggu di parkiran. Buruan!"

IPA 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang