Kemah PMR

762 70 72
                                    

Suasana kelas saat ini sangat berantakan, ribut kayak kapal pecah. Tiba-tiba semua guru rapat. Kami memang sempat diajar, namun ditengah pelajaran guru tersebut dipanggil. Dan dinyatakanlah rapat sampai pelajaran usai. Merdekalah semua murid.

"Mau?"

Gue menatap sekotak donat yang disodorkan Rinna ke depan wajah gue. Tiba-tiba gemuruh di perut terdengar keras. "Terima kasih. Lo benar-benar penyelamat," kata gue sambil mengambil sepotong donat berselimut coklat. Rasa coklat memang favorito.

Rinna yang ramah itu meletakkan kotak donat di tengah meja kita, membuat gue bertanya-tanya apakah boleh mengambil sepotong lagi kalau ternyata masih belum kenyang. Gue gak malu kalau sudah menyangkut soal makanan.

"Eh, gimana kelompok PMR lo? Udah beres semua?" tanya Rinna. Rinna juga anak PMR, tapi kami beda kelompok. Jam dua siang ini kemah PMR bakal diadain.

Gue mengalihkan pandangan dari kotak donat dan menatap wajah Rinna yang terlihat cukup manis. "Kalau soal persiapan kelompok, udah beres. Tapi kalau persiapan individu, masih belum."

"Loh, kenapa belum disiapin? Kita pulang jam satu siang, jam dua kita harus sudah ada di sekolah." Rinna terkejut karena gue belum nyiapin apa-apa, gue cuman bisa menghela nafas berat.

"Gak ada waktu. Gue sibuk nyiapin pidato buat pengambilan nilai habis pulang sekolah ini." Gue benar-benar lupa waktu itu. Awalnya gue fokus sama persiapan kemah aja sampai jum'at kemarin. Terus pas mau pulang, ada teman gue yang satu intra pidato Bahasa Indonesia nanyain rancangan pidato gue. Ya, otomatis gue melongo dong. Ternyata sabtu ini pengambilan nilai pidatonya. Yah, jadi persiapan individu di PMR pun terlupakan. Sebenarnya gue sedikit demam dan kayaknya mau batuk karena tenggorokan gue rasanya sakit.

"Astaga, Sisy! Mepet banget waktunya." Rinna terlihat khawatir, gue yang bermasalah malah berwajah santai.

"Santai aja, entar gue minta izin buat maju pertama nampilin pidato, terus pulang terlebih dahulu. Pasti sempat kok." Dari lubuk hati yang terdalam, sebenarnya gue ragu. Gue ketinggalan info intra karena di daerah kelas ini cuman gue sendiri yang masuk intra pidato Bahasa Indonesia. Kebanyakan yang masuk intra Pidato Bahasa adalah anak Bahasa. Anak Agama dan IPS ada beberapa sih. Gue sebagai anak IPA, cuman sendirian. Iya, gue sendirian, gak ada kakak kelas yang dari kelas IPA. Kelas gue juga berada di ujung, membuat gue semakin terasingkan. Hiks.

Rinna hanya bisa meringis pelan. "Eh, emm...ngomong-ngomong menurut lo Farhan itu gimana?" suaranya pelan, tapi gue dengar dengan jelas.

Gue berhenti menguyah donat. "Lo suka dia ya?" Gue godain dia, Rinna langsung menunduk malu.

"Suka doang gak lebih, siapa sih yang gak suka Farhan. Dia baik. Oh, dan dia juga tampan." Akuinya yakin. Pikiran gue melayang membayangkan Farhan, kenapa dia jadi populer di kalangan gadis. Sesuatu apa yang membuatnya menarik, gue benar-benar penasaran.

"Kami temenan di BBM, kalau mau PIN dia, nih...," Gue nyodorin hp gue yang disembunyiin di bawah meja. Rinna terlonjak senang. Mumpung guru rapat, satu kelas sibuk mainin hp.

"Ya ampun Sy, sumpah banyak banget cowok yang chat elo, tulisan PING warna merah memenuhi layar. Semuanya nggak lo read!" Rinna heboh sendiri. Gue sekarang banyak teman di BBM karena minta BC sama anak sekelas.

"Astaga, jangan di read!" Gue kaget Rinna malah membuka pesan tersebut bukannya nyari kontak Farhan. Gue kan jadi gak enak notif udah di read tapi gak dibalas. Gue jadi bingung balas pesannya gimana. Gue males chat gak penting, kebanyakan cowok tuh maunya ngobrol panjang dan gak mau berhenti-henti. Ada rasa menyesal minta BC sama anak-anak sekelas.

IPA 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang