[BONUS 3]

655 47 27
                                    

[EDISI MALAM JUM'AT]

Cerita ini bermula ketika aku kelas empat SD. Sekarang aku memiliki teman dekat di SD, sebut saja namanya Afifah. Dia baru pindah rumah dekat rumahku dan sekarang kami tetangga. Kami memiliki sifat yang agak mirip hingga membuat kami cocok dalam pertemanan. Aku dan Afifah belajar mengaji di tempat yang sama, hal itu membuat kami semakin akrab.

Tempat mengaji kami dibuka saat selesai maghrib. Jadi aku dan Afifah berjanji bertemu di langgar dekat rumah kami. Niatnya kami akan sholat di langgar dulu lalu langsung menuju ke tempat mengaji.

Seperti biasa aku pamit terlebih dahulu kepada orang tua lalu pergi ke langgar dekat rumahku. Disana Afifah belum datang, aku menunggu di depan pagar langgar. Di depan langgar ada dua buah pohon pisang, disana jurang. Banyak sekali tumbuhan-tumbuhan semak belukar. Setiap kali melihat kesana, entah kenapa selalu merasa merinding.

Ada rumor mengatakan bahwa ada seorang wanita hamil mati disana. Entahlah, tidak ada yang tahu kabar itu benar atau tidak. Anehnya, setiap dua pohon pisang itu berbuah, buah pisangnya bewarna hitam. Tidak ada yang berani mengambil, hanya dibiarkan sampai membusuk.

Aku hanya menatap pohon pisang itu sebentar lalu kembali menatap rumah Afifah di ujung sana. Tak lama terlihat Afifah melambai, aku pun dengan senang hati ikut melambai ke arahnya. Rasa lega terasa dihatiku.

Kami menuju tempat perwudhuan outdoor yang sepi. Aku pun melepaskan kerudung dan meletakkannya di atas tembok depan. Kami berwudhu disana tanpa beban pikiran. Afifah sudah memakai kerudungnya dan berniat masuk langgar. Aku pun cepat-cepat menyudahi dan mengambil kerudungku yang aku letakkan di atas tembok setinggi badanku. Namun, kerudungku tidak bisa ditarik.

"Afifah, tunggu! Kerudungku gak bisa ditarik," kataku sedikit berteriak. Afifah kembali berjalan ke arahku dengan kebingungan.

"Kok bisa?"

Aku memang sudah berusaha menarik kerudungku tapi memang tidak bisa ditarik seolah-olah di belakang tembok ini ada seseorang yang jahil memegangi kerudungku. Afifah ikut membantu, dengan kekuatan kami berdua pun kerudung ini tidak bisa diambil. Tak lama, kerudungku bisa diambil. Aku buru-buru menengok ke belakang tembok tersebut siapa tahu ada yang jahil.

Disana sepi dan gelap. Tidak jauh dari sana ada pohon-pohon mangga yang menjulang tinggi. Memang siapa yang jahil gelap-gelap begini sendirian ditemani pohon-pohon yang menakutkan. Afifah ikut menengok di sebelahku dengan kesusahan. Kami saling tatap dengan bingung. Kami kembali ke tempat semula.

"Gak ada siapa-siapa, aneh." Afifah mulai menampakkan wajah ketakutan.

Aku yang masih berpikir positif, kembali meletakkan kerudungku di tempat semula. Kalau-kalau saja ada lagi yang menarik. Namun kerudungku dengan mudahnya diambil. Tidak ada kesulitan samasekali. Aneh.

"Sy, kabur!" Afifah langsung berlari memasuki langgar. Aku pun ikut berlari mengikutinya.

Kami mencoba melupakan kejadian tersebut dengan melaksanakan sholat maghrib. Setelah sholat, kami berniat melewati belakang langgar. Belakang langgar ada pohon Belinju, yang buahnya berkembang dari tahap warna hijau, kuning, orange hingga merah. Awalnya tidak ada yang aneh disana. Kami berjalan santai melewati pohon besar tersebut. Sampai mataku tidak sengaja menatap sesuatu di atas pohon Belinju. 

"Sy, kenapa?" tanya Afifah kebingungan melihatku terdiam di tempat menatap sesuatu di atas pohon sana.

"Kamu lihat gak di atas pohon itu ada apa?" tanyaku kepada Afifah, cuman ingin memastikan apakah mataku ini salah atau tidak.

"Astaga! Itu apaan?!" Afifah kaget melihat sesuatu di atas sana. Ternyata Afifah juga melihat apa yang aku lihat. Ini untuk pertama kalinya aku tahu Afifah bisa melihat begituan.

IPA 1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang